Selasa, 05 Mei 2015

PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA



DEFENISI PLURALITAS

Pluralitas berasal dari bahasa inggris “plural” yang berarti banyak, majemuk. Dalam beberapa kamus bahasa Inggris, paling tidak ada tiga pengertian,

pengertian kegerejaan; sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu jabatan dalam struktur kegerejaan, memegang dua jabatan atau lebih secara bersamaan baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan.

pengertian filosofis; sistem pemikiran yang tidak hanya berlandaskan pada satu hal.
pengertian sosio-politis; mengakui adanya perbedaan dalam segala hal dengan tetap menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan diantara kelompok-kelompok tersebut.
Sedangkan dalam kamus ilmiah popular, pluralitas adalah kejamakan, orang banyak. Atau bisa juga diartikan sebagai keberagaman.


DEFINISI PLURALITAS AGAMA
Sebelum mengkaji lebih lanjut mengenai pluralitas agama, ada baiknya kita mengetahui definisi dari agama itu sendiri.
Agama berasal dari bahasa sanskerta “a”yang berarti tidak, dan “gama” yang berarti kacau. Jadi, secara etimologi agama adalah sesuatu yang tidak kacau(teratur). Dari segi istilah, agama dapat dirtikan sebagai suatu hal yang mencakup tentang keyakinan (kepercayaan) dan cara-cara peribadatan yang ditujukan kepada Tuhan, serta mengkaji tentang berbagai amalan (tindakan) yang ditujukan kepada sesame manusia.

Dari kedua uraian diatas (pluralitas dan agama), dapat diambil kesimpulan bahwa pluralitas agama adalah suatu keragaman agama yang terkumpul dalam suatu masyarakat tertentu. Seseorang bisa disebut manusia yang berpluralitas (agama) jika dapat berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan dalam agama tersebut. Dengan kata lain, dalam pluralitas agama, tiap pemeluk agama dituntut untuk mengakui adanya berbagai agama sebagai sunnatullah. Artinya, tidak mungkin bisa disamakan antara satu dengan yang lain. Lebih dari itu, tiap pemeluk agama tidak hanya mengakui adanya perbedaan agama, tapi juga memahami dan menghormati perbedaan tersebut sehingga memunculkan suatu persatuan yang kuat dalam suatu masyarakat tersebut

PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA
Seperti yang diketahui bahwa indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan kebudayaan. Seperti motto negara negara kita Bhinneka Tunggal Ikayang artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu. Karena itulah di Indonesia terdapat bermacam macam agama. Yang diakui oleh pemerintah ada 5 agama, yaitu: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Islam sendiri menjadi agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Indonesia. 

Selain kelima agama yang diakui pemerintah tadi masih banyak agama lain yang tidak diakui oleh pemerintah. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk memeluk salah satu dari kelima agama yang diakui oleh pemerintah. Sesuai dengan sila 1 pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memilih agama yang ingin mereka peluk dan semua diatur dalam Undang-undang. Karena itu seorang warga negara Indonesia tidak boleh dipaksa dalam memilih suatu agama.Banyak yang pro dan kontra dengan konsep pluralitas agama di Indonesia ini. 


a. Pro Pluralitas.
Bagi yang pro pruralitas agama, keberagaman agama ini dianggap sebagai hal yang positif. Ini disebabkan karena keberagaman di Indonesia ini bisa menjadikan Indonesia sebagai contoh yang baik bagaimana kehidupan kerukunan antar agama. Dan keberagaman agama di Indonesia memang berasal dari masa lalu yang tidak bisa dirubah. Sehingga keberagaman ini memang harus dipertahankan dan setiap umat agama harus bisa menghormati umar agama lain. Selain itu bagi kelompok pro prutalitas beranggapan bahwa islam juga harus mencerminkan salah satu ajarannya yakni sikap toleransi. Dengan mencerminkan sikap toleransi ini maka umat Islam juga dapat mencerminkan ajaran agamanya kepada penganut agama lain, bahwa islam itu toleran dan tidak radikal.


Selain itu bagi kelompok pro pluralitas ini mereka juga mengutamakan kesatuan dari NKRI. Sesuai dengan sejarah perumusan sila pancasila pertama bahwa pada saat itu para pendiri bangsa juga sempat berdebat apakah Indonesia akan dijadikan negara Islam atau negara dengan keberagaman agama. Tapi pada akhirnya Indonesia dijadikan negara dengan keberagaman budaya dan agama. Dan kelompok pro pluralitas beranggapan bahwa warisan sejarah dari para pendiri bangsa ini harus dipertahankan. Karena itu setiap kebijakan dalam pemerintahan haruslah menguntungkan semua umat beragama dan jangan hanya menguntungkan satu umat saja.

b. Kontra Pluralitas
Bagi kelompok kontra pluralitas, pluralitas dianggap bisa mengancam kemurnian ajaran suatu agama. Ini disebabkan karena pada dasarnya setiap agama memiliki ajaran masing masing yang berbeda dari agama lain. Dan ketakutan para kelompok kontra pluralitas ini adalah bahwa nantinya ajaran setiap agama akan saling bercampur baur dengan ajaran agama lain. Selain itu jika dilihat dari praktek dilapangan, sangat jelas bahwa pengaplikasian toleransi masih belum dapat dilaksanakan dengan baik. Kerukunan antar umat beragama bisa dibilang masih jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh adalah ketakutan kristenisasi di daerah islam dan islamisasi di daerah kristen membuat setiap penganut agama akan sedikitmenutup diri dari prnganut agama lain.


Islam sebagai agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat indonesia memungkinkan terjadi banyak keberagaman dalam islam itu sendiri. Keberagaman dalam islam bisa dilihat dari adanya aliran islam seperti 2 aliran terbesar yang ada di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Selain 2 aliran terbesar di Indonesia tadi masih banyak juga aliran islam lainnya di Indonesia, seperti wahabi, syiah, LDII, dan masih banyak lagi. Setiap aliran islam tersebut mempunyai ciri masing masing yang tidak dimiliki oleh aliran lain. Keberagaman dalam islam ini tentunya menyebabkan perbedaan dalam penentuan kebijakan agama islam di Indonesia, seperti penentuan hari raya, penentuan awal bulan ramadhan karena setiap aliran mempunyai dasar masing masing dalam penentuan kebijakan agama tersebut.

1. NU
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstremaqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidangteologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'idan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imamHanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah.

Sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah atau keseimbangan). Yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalail, antara dalil naqli dan dalil aqli, antara pendapat jabariyah dan qodariyah, sikap moderat dalam menghadapi perubahan dunyawiyah. Dalam masalah fiqih sikap pertengahan antara ”ijtihad” dan taqlid buta, yaitu dengan cara bermadzhab, ciri suikap ini adalah tegas dalam hal-hal yang qathi’iyyat dan toreran dalam hal-hal zhanniyyat.

2. Muhammadiyah

Organisasi Muhammadiyah didirikan olehK.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330H). Nama "Muhammadiyah" diambil dari tokoh pembaharu dari Mesir bernama Muhammad Abduh seorang cendekiawan dari Mesir. Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan ajaran islam yang sudah dianggap melenceng karena bercampur baur dengan kebudayaan lokal. Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

Pluralisme (bahasa Inggris:pluralism), terdiri dari dua kata plural (beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam pemahaman, atau bermacam-macam paham.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan dipergunakan dalam cara yang berlainan pula:
Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif  bagi kebenaran, dan dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.


Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagaidenominasi dalam satu agama.
Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang berbeda-beda.
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman(pluralitas). Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan, dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah. 

Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkanfatwa melarang paham pluralisme dalam agama Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai""Suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga". 

Namun demikian, paham pluralisme ini banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalanganMuslim itu sendiri. Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.


Konflik Maluku, Poso, ditambah sejumlah kasus terpisah di berbagai  tempat di mana kaum Muslim terlibat konflik secara langsung dengan umat Kristen adalah sejumlah contoh konflik yang sedikit banyak dipicu oleh perbedaan konsep di antara kedua agama ini. Perang Salib (1096-1271) antara umat Kristen Eropa dan Islam, pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu Isabella ketika mengusir Dinasti Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik antara Islam dan Kristen yang terbesar sepanjang sejarah. Catatan ini, mungkin akan bertambah panjang, jika intervensi Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) di dunia Islam dilampirkan pula di sini. 

Pandangan stereotip satu kelompok terhadap kelompok lainnya, biasanya menjadi satu hal yang muncul bersamaan dengan terdengarnya genderang permusuhan, yang diikuti oleh upaya saling serang, saling membunuh, membakar rumah-rumah ibadah seteru masing-masing, dan sebagainya.  Umat Islam dipandang sebagai umat yang radikal, tidak toleran, dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran yang boleh jadi terdapat pada umat.sementara umat Kristen dipandang sebagai umat yang agresif dan ambisius yang bertendensi menguasai segala aspek kehidupan dan berupaya menyebarkan pesan Yesus yang terakhir, “Pergilah ke seluruh dunia dan kabarkanlah Injil kepada seluruh makhluk!” (Martius 16: 15) 

Sebagian kalangan berpendapat bahwa perbedaan konsep keagamaanlah yang menjadi sumber konflik utama antara umat manusia. 


Indonesia sebagai Negara multikultural, yang memiliki keanekaragaman baik dalam hal bahasa,suku,ras/etnis dan  agama khususnya memang rawan terjadi konflik.  Tuduhan bahwa agama ikut andil dalam memicu konflik atau bahkan sebagai sumber konflik yang terjadi antar umat beragama memang sulit dibantah. Di Indonesia sendiri ada 6 agama yang diakui oleh pemerintah yaitu Islam,Kristen,Katolik,Hindu,Budha,dan Khonghucu. 

Agama merupakan naungan sakral yang melindungi manusia dari situasi kekacauan (chaos). Bagi para penganutnya, agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan akhirat,yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan-Nya,beradab dan manusiawi yang berbeda dari cara-cara hidup hewan atau mahkluk lainnya. Jadi tidak seharusnya agama menjadi faktor penyebab konflik. Karena agama sendiri sebagai sistem keyakinan bisa menjadi bagian  inti dari sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari masyarakat, dan menjadi pendorong atau penggerak serta pengontrol bagi tindakan anggota masyarakat tertentu untuk tetap berjalan sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.


Namun pada kenyataannya di Indonesia saat ini masih sering terjadi konflik antar umat beragama. Masih kurangnya rasa saling pengertian  dan pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain serta kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat menjadi sebab timbulnya ketegangan yang akhirnya memicu terjadinya konflik. Adanya sikap etnhosentrisme yang menganggap agamanya lebih baik daripada yang lain membuat potensi konflik menjadi semakin nyata. Menurut Malinowski bahwa agama mendatangkan akibat-akibat lain disamping keyakinan dan keharmonisan yang meningkat,ia juga dapat menimbulkan berbagai konflik dengan  kelompok-kelompok masyarakat lain.

Indonesia memiliki Pancasila yang merupakan ideologi Negara yang didalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang mencerminkan karakter dan kepribadian bangsa. Pancasila sebagai ideologi terbuka senantiasa relevan dengan perkembangan zaman. Di era globalisasi saat ini nilai-nilai Pancasila sudah semakin memudar dalam pribadi bangsa Indonesia terutama dalam generasi muda penerus bangsa. Pancasila seolah-olah hanya sebagai simbol pemersatu kita saja tanpa memaknai lagi hal-hal yang terkandung di dalamnya. Ironis memang, Indonesia yang terkenal dengan masyarakat multikultural justru bersikap anarkis ketika menghadapi konflik antar umat beragama tersebut.  

SOLUSI ATAS KONFLIK BERAGAMA DI INDONESIA
Berikut ada beberapa hal yang dapat dijadikan solusi atas pemasalahan tersebut:

1. Dialog Antar Agama
Untuk mengatasi hubungan yang tidak harmonis antar umat beragama dan untuk mencari jalan keluar bagi pemecahan masalah, maka H.A. Mukti Ali, sebagai Menteri Agama, pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog agama. Dalam dialog kita tidak hanya saling beradu argumen dan mempertahankan pendapat kita masing-masing yang dianggap benar. Karena pada dasarnya  dialog agama ini adalah suatu percakapan bebas,terus terang dan bertanggung jawab yang didasari rasa saling pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa baik berupa materil maupun spiritual.

Diharapkan dengan adanya dialog agama ini tidak terjadi kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik. Didalam artikel tersebut juga dikatakan bahwa dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat Protestan
Pendidikan Multikultural


Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat beragama sejak dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sebagai Negara yang memiliki keanekaragaman kita harus saling menghormati dan menghargai antar sesama. Apalagi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman dalam hal adat-istiadat,suku,ras/etnis,bahasa dan agama. Perbedaan yang ada tersebut jangan sampai membuat kita tercerai berai. Namun sebaliknya perbedaan yang ada tersebut kita anggap sebagai kekayaan bangsa yang menjadi ciri khas bangsa kita. Perlunya ditanamkannya rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam diri generasi penerus bangsa sejak dapat membuat mereka semakin memahami dan akhirnya dapat saling menghargai setiap perbedaan yang ada.

2. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-segi perbedaan dalam agama.

3. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.

4. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi pekerti luhur dan akhlakul karimah.

Solusi tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sikap toleransi yang harus dimiliki agar tidak lagi terjadi konflik antar umat beragama di Indonesia.


-Nasrah Sandika




Sumber :

Husaini, Adian, MA, Tinjauan Historis Konflik Yahudi Kristen Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2004 
Husaini, Adian, Solusi Damai Islam- Kristen, Pustaka Progresif, Surabaya, 2003 
Imarah, Muhammad. 1999. ISLAM DAN PLURALITAS Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan. Jakarta : Gema Insani Press.
Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme, Liberalisme dan Sekularisme
Thayib dkk. (ed.), Anshari, Ham dan Pluralisme Agama, Pusat kajian Strategi dan Kebijakan (PKSK), Jakarta, 1997