DEFENISI PLURALITAS
Pluralitas berasal dari bahasa inggris “plural” yang berarti banyak, majemuk.
Dalam beberapa kamus bahasa Inggris, paling tidak ada tiga pengertian,
pengertian kegerejaan; sebutan untuk orang yang memegang lebih dari satu
jabatan dalam struktur kegerejaan, memegang dua jabatan atau lebih secara
bersamaan baik bersifat kegerejaan maupun non kegerejaan.
pengertian filosofis; sistem pemikiran yang tidak hanya berlandaskan pada satu
hal.
pengertian sosio-politis; mengakui adanya perbedaan dalam segala hal dengan tetap
menjunjung tinggi aspek-aspek perbedaan diantara kelompok-kelompok tersebut.
Sedangkan dalam kamus ilmiah popular, pluralitas adalah kejamakan,
orang banyak. Atau bisa juga diartikan sebagai keberagaman.
DEFINISI PLURALITAS AGAMA
Sebelum mengkaji lebih lanjut mengenai pluralitas agama, ada baiknya kita
mengetahui definisi dari agama itu sendiri.
Agama berasal dari bahasa sanskerta “a”yang berarti tidak,
dan “gama” yang berarti kacau. Jadi, secara etimologi agama adalah
sesuatu yang tidak kacau(teratur). Dari segi istilah, agama dapat dirtikan
sebagai suatu hal yang mencakup tentang keyakinan (kepercayaan) dan cara-cara
peribadatan yang ditujukan kepada Tuhan, serta mengkaji tentang berbagai amalan
(tindakan) yang ditujukan kepada sesame manusia.
Dari kedua uraian diatas (pluralitas dan agama), dapat diambil kesimpulan bahwa
pluralitas agama adalah suatu keragaman agama yang terkumpul dalam suatu
masyarakat tertentu. Seseorang bisa disebut manusia yang berpluralitas (agama)
jika dapat berinteraksi positif dalam lingkungan kemajemukan dalam agama
tersebut. Dengan kata lain, dalam pluralitas agama, tiap pemeluk agama dituntut
untuk mengakui adanya berbagai agama sebagai sunnatullah. Artinya, tidak
mungkin bisa disamakan antara satu dengan yang lain. Lebih dari itu, tiap
pemeluk agama tidak hanya mengakui adanya perbedaan agama, tapi juga memahami
dan menghormati perbedaan tersebut sehingga memunculkan suatu persatuan yang
kuat dalam suatu masyarakat tersebut
PLURALITAS AGAMA DI INDONESIA
Seperti yang diketahui bahwa indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, agama
dan kebudayaan. Seperti motto negara negara kita Bhinneka Tunggal Ikayang
artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu. Karena itulah di Indonesia terdapat
bermacam macam agama. Yang diakui oleh pemerintah ada 5 agama, yaitu: Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha. Islam sendiri menjadi agama yang paling banyak
dianut oleh masyarakat Indonesia.
Selain kelima agama yang diakui pemerintah tadi masih banyak agama lain yang tidak diakui oleh pemerintah. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk memeluk salah satu dari kelima agama yang diakui oleh pemerintah. Sesuai dengan sila 1 pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memilih agama yang ingin mereka peluk dan semua diatur dalam Undang-undang. Karena itu seorang warga negara Indonesia tidak boleh dipaksa dalam memilih suatu agama.Banyak yang pro dan kontra dengan konsep pluralitas agama di Indonesia ini.
Selain kelima agama yang diakui pemerintah tadi masih banyak agama lain yang tidak diakui oleh pemerintah. Setiap warga negara Indonesia diwajibkan untuk memeluk salah satu dari kelima agama yang diakui oleh pemerintah. Sesuai dengan sila 1 pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Setiap warga negara memiliki kebebasan dalam memilih agama yang ingin mereka peluk dan semua diatur dalam Undang-undang. Karena itu seorang warga negara Indonesia tidak boleh dipaksa dalam memilih suatu agama.Banyak yang pro dan kontra dengan konsep pluralitas agama di Indonesia ini.
a. Pro Pluralitas.
Bagi yang pro pruralitas agama, keberagaman agama ini dianggap sebagai hal yang
positif. Ini disebabkan karena keberagaman di Indonesia ini bisa menjadikan
Indonesia sebagai contoh yang baik bagaimana kehidupan kerukunan antar agama.
Dan keberagaman agama di Indonesia memang berasal dari masa lalu yang tidak
bisa dirubah. Sehingga keberagaman ini memang harus dipertahankan dan setiap
umat agama harus bisa menghormati umar agama lain. Selain itu bagi kelompok pro
prutalitas beranggapan bahwa islam juga harus mencerminkan salah satu ajarannya
yakni sikap toleransi. Dengan mencerminkan sikap toleransi ini maka umat Islam
juga dapat mencerminkan ajaran agamanya kepada penganut agama lain, bahwa islam
itu toleran dan tidak radikal.
Selain itu bagi kelompok pro pluralitas ini mereka juga mengutamakan kesatuan
dari NKRI. Sesuai dengan sejarah perumusan sila pancasila pertama bahwa pada
saat itu para pendiri bangsa juga sempat berdebat apakah Indonesia akan
dijadikan negara Islam atau negara dengan keberagaman agama. Tapi pada akhirnya
Indonesia dijadikan negara dengan keberagaman budaya dan agama. Dan kelompok
pro pluralitas beranggapan bahwa warisan sejarah dari para pendiri bangsa ini
harus dipertahankan. Karena itu setiap kebijakan dalam pemerintahan haruslah
menguntungkan semua umat beragama dan jangan hanya menguntungkan satu umat
saja.
b. Kontra Pluralitas
Bagi kelompok kontra pluralitas, pluralitas dianggap bisa mengancam kemurnian
ajaran suatu agama. Ini disebabkan karena pada dasarnya setiap agama memiliki
ajaran masing masing yang berbeda dari agama lain. Dan ketakutan para kelompok
kontra pluralitas ini adalah bahwa nantinya ajaran setiap agama akan saling
bercampur baur dengan ajaran agama lain. Selain itu jika dilihat dari praktek
dilapangan, sangat jelas bahwa pengaplikasian toleransi masih belum dapat
dilaksanakan dengan baik. Kerukunan antar umat beragama bisa dibilang masih
jauh dari yang diharapkan. Sebagai contoh adalah ketakutan kristenisasi di
daerah islam dan islamisasi di daerah kristen membuat setiap penganut agama
akan sedikitmenutup diri dari prnganut agama lain.
Islam sebagai agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat indonesia
memungkinkan terjadi banyak keberagaman dalam islam itu sendiri. Keberagaman
dalam islam bisa dilihat dari adanya aliran islam seperti 2 aliran terbesar
yang ada di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Selain 2 aliran
terbesar di Indonesia tadi masih banyak juga aliran islam lainnya di Indonesia,
seperti wahabi, syiah, LDII, dan masih banyak lagi. Setiap aliran islam
tersebut mempunyai ciri masing masing yang tidak dimiliki oleh aliran lain.
Keberagaman dalam islam ini tentunya menyebabkan perbedaan dalam penentuan
kebijakan agama islam di Indonesia, seperti penentuan hari raya, penentuan awal
bulan ramadhan karena setiap aliran mempunyai dasar masing masing dalam
penentuan kebijakan agama tersebut.
1. NU
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil
jalan tengah antara ekstremaqli (rasionalis) dengan kaum
ekstrem naqli(skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak
hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal
ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari
pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam
bidangteologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti
mazhab: imam Syafi'idan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi,
imam Maliki,dan imamHanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang
NU berbintang 4 di bawah.
Sikap tawassuth dan i’tidal (tengah-tengah atau
keseimbangan). Yakni selalu seimbang dalam menggunakan dalail, antara dalil
naqli dan dalil aqli, antara pendapat jabariyah dan qodariyah, sikap moderat
dalam menghadapi perubahan dunyawiyah. Dalam masalah fiqih sikap pertengahan
antara ”ijtihad” dan taqlid buta, yaitu dengan cara bermadzhab, ciri suikap ini
adalah tegas dalam hal-hal yang qathi’iyyat dan toreran dalam hal-hal
zhanniyyat.
2. Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah didirikan olehK.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta
pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330H).
Nama "Muhammadiyah" diambil dari tokoh pembaharu dari Mesir
bernama Muhammad Abduh seorang cendekiawan dari Mesir. Tujuan utama
Muhammadiyah adalah mengembalikan ajaran islam yang sudah dianggap melenceng
karena bercampur baur dengan kebudayaan lokal. Gerakan Muhammadiyah berciri
semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan
terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi
dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia
dalam segala aspeknya.
Pluralisme (bahasa Inggris:pluralism), terdiri dari dua kata plural
(beragam) dan isme (paham) yang berarti beragam pemahaman, atau
bermacam-macam paham.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas,
berkaitan dengan penerimaan terhadap agama-agama yang berbeda, dan
dipergunakan dalam cara yang berlainan pula:
Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama seseorang bukanlah sumber
satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan dengan demikian di
dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan, setidak-tidaknya, suatu kebenaran
dan nilai-nilai yang benar.
Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih agama yang sama-sama
memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama sahih. Pendapat ini
seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat dalam agama-agama.
Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk ekumenisme, yakni upaya
untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan pemahaman yang
lebih baik antar agama-agama atau berbagaidenominasi dalam satu agama.
Dan sebagai sinonim untuk toleransi agama, yang merupakan prasyarat untuk
ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi yang
berbeda-beda.
Dalam pandangan Islam, sikap menghargai dan toleran kepada pemeluk agama lain
adalah mutlak untuk dijalankan, sebagai bagian dari keberagaman(pluralitas).
Namun anggapan bahwa semua agama adalah sama (pluralisme) tidak diperkenankan,
dengan kata lain tidak menganggap bahwa Tuhan yang 'kami' (Islam) sembah adalah
Tuhan yang 'kalian' (non-Islam) sembah.
Pada 28 Juli 2005, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menerbitkanfatwa melarang paham pluralisme dalam agama
Islam. Dalam fatwa tersebut, pluralisme didefiniskan sebagai""Suatu
paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran
setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh
mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah.
Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan
hidup dan berdampingan di surga".
Namun demikian, paham pluralisme ini
banyak dijalankan dan kian disebarkan oleh kalanganMuslim itu sendiri.
Solusi Islam terhadap adanya pluralisme agama adalah dengan mengakui perbedaan
dan identitas agama masing-masing (lakum diinukum wa liya diin). Tapi solusi
paham pluralisme agama diorientasikan untuk menghilangkan konflik dan sekaligus
menghilangkan perbedaan dan identitas agama-agama yang ada.
Konflik Maluku, Poso, ditambah sejumlah kasus terpisah di berbagai tempat
di mana kaum Muslim terlibat konflik secara langsung dengan umat Kristen adalah
sejumlah contoh konflik yang sedikit banyak dipicu oleh perbedaan konsep di
antara kedua agama ini. Perang Salib (1096-1271) antara umat Kristen Eropa dan
Islam, pembantaian umat Islam di Granada oleh Ratu Isabella ketika mengusir
Dinasti Islam terakhir di Spanyol, adalah konflik antara Islam dan Kristen yang
terbesar sepanjang sejarah. Catatan ini, mungkin akan bertambah panjang, jika
intervensi Barat (Amerika dan sekutu-sekutunya) di dunia Islam dilampirkan pula
di sini.
Pandangan stereotip satu kelompok terhadap kelompok lainnya, biasanya menjadi
satu hal yang muncul bersamaan dengan terdengarnya genderang permusuhan, yang
diikuti oleh upaya saling serang, saling membunuh, membakar rumah-rumah ibadah
seteru masing-masing, dan sebagainya. Umat Islam dipandang sebagai umat
yang radikal, tidak toleran, dan sangat subjektif dalam memandang kebenaran
yang boleh jadi terdapat pada umat.sementara umat Kristen dipandang sebagai
umat yang agresif dan ambisius yang bertendensi menguasai segala aspek
kehidupan dan berupaya menyebarkan pesan Yesus yang terakhir, “Pergilah ke
seluruh dunia dan kabarkanlah Injil kepada seluruh makhluk!” (Martius 16: 15)
Sebagian kalangan berpendapat bahwa perbedaan konsep keagamaanlah yang menjadi
sumber konflik utama antara umat manusia.
Indonesia sebagai Negara multikultural, yang memiliki keanekaragaman baik dalam
hal bahasa,suku,ras/etnis dan agama khususnya memang rawan terjadi
konflik. Tuduhan bahwa agama ikut andil dalam memicu konflik atau bahkan
sebagai sumber konflik yang terjadi antar umat beragama memang sulit dibantah.
Di Indonesia sendiri ada 6 agama yang diakui oleh pemerintah yaitu
Islam,Kristen,Katolik,Hindu,Budha,dan Khonghucu.
Agama merupakan naungan sakral
yang melindungi manusia dari situasi kekacauan (chaos). Bagi para penganutnya,
agama berisikan ajaran-ajaran mengenai kebenaran tertinggi dan mutlak tentang
eksistensi manusia dan petunjuk-petunjuk untuk hidup selamat di dunia dan
akhirat,yaitu sebagai manusia yang bertakwa kepada Tuhan-Nya,beradab dan
manusiawi yang berbeda dari cara-cara hidup hewan atau mahkluk lainnya. Jadi
tidak seharusnya agama menjadi faktor penyebab konflik. Karena agama sendiri
sebagai sistem keyakinan bisa menjadi bagian inti dari sistem nilai yang ada
dalam kebudayaan dari masyarakat, dan menjadi pendorong atau penggerak serta
pengontrol bagi tindakan anggota masyarakat tertentu untuk tetap berjalan
sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan dan ajaran agamanya.
Namun pada kenyataannya di Indonesia saat ini masih sering terjadi konflik
antar umat beragama. Masih kurangnya rasa saling pengertian dan
pengetahuan para pemeluk agama akan agamanya sendiri dan agama pihak lain serta
kaburnya batas antara sikap memegang teguh keyakinan agama dan toleransi dalam kehidupan
bermasyarakat menjadi sebab timbulnya ketegangan yang akhirnya memicu
terjadinya konflik. Adanya sikap etnhosentrisme yang menganggap agamanya lebih
baik daripada yang lain membuat potensi konflik menjadi semakin nyata. Menurut
Malinowski bahwa agama mendatangkan akibat-akibat lain disamping keyakinan dan
keharmonisan yang meningkat,ia juga dapat menimbulkan berbagai konflik
dengan kelompok-kelompok masyarakat lain.
Indonesia memiliki Pancasila yang merupakan ideologi Negara yang didalamnya
terdapat nilai-nilai luhur yang mencerminkan karakter dan kepribadian bangsa.
Pancasila sebagai ideologi terbuka senantiasa relevan dengan perkembangan
zaman. Di era globalisasi saat ini nilai-nilai Pancasila sudah semakin memudar
dalam pribadi bangsa Indonesia terutama dalam generasi muda penerus bangsa.
Pancasila seolah-olah hanya sebagai simbol pemersatu kita saja tanpa memaknai
lagi hal-hal yang terkandung di dalamnya. Ironis memang, Indonesia yang
terkenal dengan masyarakat multikultural justru bersikap anarkis ketika
menghadapi konflik antar umat beragama tersebut.
SOLUSI ATAS KONFLIK BERAGAMA DI INDONESIA
Berikut ada beberapa hal yang dapat dijadikan solusi atas pemasalahan tersebut:
1. Dialog Antar Agama
Untuk mengatasi hubungan yang tidak harmonis antar umat beragama dan untuk
mencari jalan keluar bagi pemecahan masalah, maka H.A. Mukti Ali, sebagai
Menteri Agama, pada tahun 1971 melontarkan gagasan untuk dilakukannya dialog
agama. Dalam dialog kita tidak hanya saling beradu argumen dan mempertahankan pendapat
kita masing-masing yang dianggap benar. Karena pada dasarnya dialog agama
ini adalah suatu percakapan bebas,terus terang dan bertanggung jawab yang
didasari rasa saling pengertian dalam menanggulangi masalah kehidupan bangsa
baik berupa materil maupun spiritual.
Diharapkan dengan adanya dialog agama ini tidak terjadi kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik. Didalam artikel tersebut juga dikatakan bahwa dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat Protestan
Diharapkan dengan adanya dialog agama ini tidak terjadi kesalahpahaman yang nantinya dapat memicu terjadinya konflik. Didalam artikel tersebut juga dikatakan bahwa dialog antar umat beragama digunakan sebagai salah satu solusi untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara umat Muslim dan umat Protestan
Pendidikan Multikultural
Perlu ditanamkannya pemahaman mengenai pentingnya toleransi antar umat beragama
sejak dini. Hal ini dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Sebagai Negara
yang memiliki keanekaragaman kita harus saling menghormati dan menghargai antar
sesama. Apalagi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman dalam hal
adat-istiadat,suku,ras/etnis,bahasa dan agama. Perbedaan yang ada tersebut
jangan sampai membuat kita tercerai berai. Namun sebaliknya perbedaan yang ada
tersebut kita anggap sebagai kekayaan bangsa yang menjadi ciri khas bangsa
kita. Perlunya ditanamkannya rasa nasionalisme dan cinta tanah air dalam diri
generasi penerus bangsa sejak dapat membuat mereka semakin memahami dan
akhirnya dapat saling menghargai setiap perbedaan yang ada.
2. Menonjolkan segi-segi persamaan dalam agama,tidak memperdebatkan segi-segi
perbedaan dalam agama.
3. Melakukan kegiatan sosial yang melibatkan para pemeluk agama yang berbeda.
4. Meningkatkan pembinaan individu yang mengarah pada terbentuknya pribadi yang memiliki budi pekerti luhur dan akhlakul karimah.
Solusi tersebut tidak lain merupakan perwujudan dari sikap toleransi yang harus dimiliki agar tidak lagi terjadi konflik antar umat beragama di Indonesia.
-Nasrah Sandika
Sumber :
Husaini, Adian, MA, Tinjauan Historis Konflik Yahudi Kristen Islam, Gema Insani
Press, Jakarta, 2004
Husaini, Adian, Solusi Damai Islam- Kristen, Pustaka Progresif, Surabaya, 2003
Imarah, Muhammad. 1999. ISLAM DAN PLURALITAS Perbedaan dan Kemajemukan
dalam Bingkai Persatuan. Jakarta : Gema Insani Press.
Keputusan Fatwa MUI Nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 Tentang Pluralisme,
Liberalisme dan Sekularisme
Thayib dkk. (ed.), Anshari, Ham dan Pluralisme Agama, Pusat kajian Strategi dan
Kebijakan (PKSK), Jakarta, 1997