Katab
“Adat” berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan.
Terjadinya
hukum bermula dari pribadi manusia yang menimbulkan “kebiasaan pribadi”
kemudian di tiru oleh orang lain, maka lambat laun kebiasaan itu menjadi “adat” yang
harus berlaku bagi semua anggota masyarakat, sehingga menjadi hukum adat.
Proses Lahirnya Hukum Adat
Hukum Adat merupakan terjemahan dari adapt recht.
Nomenklatur ini pertama kalinya di perkenalkan secara
ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje.
Sumber hukum Adat adalah peraturan hukum tidak tertulis
yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya.
Proses kelahiran hokum adat cikal
bakalnya di mulai dari suatu kebiasaan pribadi. Perkembangan selanjutnya
terjadi karena adanya interaksi antar sesama manusia yang melahirkan peniruan
sehingga berkembang menjadi suatu kebiasaan.
Menurut Suryono Soekanto, jika
suatu kebiasaan di terima sebagai kaidah, maka kebiasaan tersebut memiliki daya
mengikat sebagai tata kelakuan.
Adapun ciri-ciri pokoknya adalah :
1.Merupakan sarana untuk mengawasi
perikelakuan masyarakat.
2.Tata kelakuan merupakan kaidah
yang memerintahkan atau sebagai patokan yang membatasi aspek terjang warga
masyarakat.
3.Tata kelakuan mengidentifikasikan
pribadi dengan kelompoknya.
4.Tata kelakuan merupakan salah
satu sarana untuk mempertahankan solidaritas masyarakat.
Pengertian Hukum Adat
Menurut Ter Haar, Hukum adat
adalah seluruh peraturan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan dengan penuh
wibawa yang dalam pelaksanaannya “diterapkan begitu saja”, artinya tanpa adanya
keseluruhan peraturan yang dalam kelahirannya dinyatakan mengikat sama sekali.
(beslissingenleer)
Dengan
demikian, hokum adat itu merupakan keseluruhan adat yang tidak tertulis dan
hidup dalam masyarakat berupa kesusilaan, kebiasaan, dan kelaziman yang
mempunyai akibat hukum.
Ciri Hukum Adat
Van Vollenhoven memisahkan adat (yaitu adat yang tanpa
akibat hokum) dari hukum adat(yaitu adat yang mempunyai akibat hukum).
Dengan
demikian kita dapat membedakan dua ciri dari hukum adat, yaitu adat yang
bersanksi dan yang tidak dikodifikasikan. Dalam kaitan ini, Soepomo
(1983:25-26) membedakan antara system hukum adat dan system hukum barat. Secara
tersirat ciri-ciri hukum adat di
dalamnya dikatakan sebagai berikut :
“Hukum barat mengenal zakelijke
rechten (yaitu ha katas suatu barang yang berlaku terhadap setiap orang) dan
persoonlijke rechten (yaitu hak yang bersifat perorangan terhadap suatu objek),
sedangkan hukum adat tidak mengenal pembagian kedalam dua jenis hak tersebut.
-Nasrah Sandika