Jumat, 25 Oktober 2019

Kasus Peledakan Pesawat KAL 858 1987 dalam Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft (Konvensi Tokyo 1963)


Tindakan kejahatan diatas pesawat terbang telah lama terjadi sebelum Perang Dunia II. Beberapa faktor yang menjadi penyebab dari tindak kejahatan yang dapat disamakan dengan serangan terorisme, seperti faktor masalah politik dalam negari dan juga sedikit berhubungan dengan masalah ekonomi. Serangan terorisme diatas pesawat terbang tentu sangat membahayakan dan mengancam keamanan umat manusia dan juga negara. 

Masalah ini juga akan berkaitan dengan yurisdiksi apa yang akan digunkan untuk mengadili atau memproses para pelaku aksi terorisme dan juga cara agar bisa mencegah kejadian ini tidak terjadi. Salah satu peristiwa yang dapat dikategorikan sebagai serangan terorisme di pesawat terbang pada abad ke 20 ini adalah peristiwa pengeboman pesawat udara milik Korea Selatan yaitu Korean Air Flight 858 jenis pesawat terbang Boeing 707-3B5C yang terjadi pada tanggal 29 November 1987. 

Berdasarkan fakta-fakta yang ada, peristiwa pengeboman pesawat terbang tersebut dilakukan oleh seorang agen mata-mata pemerintah Korea Utara, yaitu Kim Sung Il dan Kim Hyun-hee. Kim Sung Il adalah seorang pria intelejen Korea Utara yang telah paruh baya dan Kim Hyun-hee adalah seorang wanita yang bekerja sebagai agen intelejen mata-mata untuk Korea Selatan. Aksi pemboman yang mereka laksanakan menewaskan seluruh penumpang pesawat terbang sebanyak 115 orang dan persitiwa tersebut terjadi sepuluh bulan sebelum Olimpiade Seoul dan Pemilihan Presiden Korea Selatan. 

Ketika aksi mereka selesai dilakukan dan seluruh dunia memusatkan perhatian pada kasus ini, kedua pelaku berusaha untuk menghilangkan jejak, salah satu pelaku yang paling tertua yaitu Kim Sung Il segera meminum obat bunuh diri yang telah disediakan dengan seketika Kim Sung Il meninggal sedangkan Kim Hyun-hee masih bisa diselamatkan dan kemudian ditangkap pemerintah Korea Selatan untuk diproses secara hukum. Selama pemeriksaan Kim Hyun-hee menuturkan semua hal yang telah ia dan rekannya rencanakan untuk melaksanakan aksi mereka. Berikut penuturan yang berasal dari Kim Hyun-hee tentang dirinya dan proses untuk melaksanakan aksi pengeboman mereka : 

Kim yang lahir 27 Januari 1962 di Kaesong, Korea Utara. Ayahnya seorang diplomat. Setelah tamat sekolah menengah, ia masuk Universitas Kim Il-sung, mengambil studi bahasa Jepang. Latar belakang yang "tepat" membuatnya langsung direkrut sebagai agen rahasia setelah setahun kuliah. Ia mengubah identitas,termasuk namanya berubah menjadi Kim Ok-wha.

Latihan pertama dijalani di Sekolah Militer-Politik Kimsong. Ia berlatih menggunakan senjata, bahasa, kode rahasia, dan komunikasi. Latihannya sangat ketat. Setelah semua itu terlewati, ia sanggup berlari 40 kilometer di jalur tidak rata atau berenang dua kilometer. Setahun di Kimsong, pendidikannya pindah ke dekat perbatasan Cina. Di sana ia belajar penculikan, pembunuhan, pengawasan orang, pengeboman, hingga agitasi. Ia direncanakan akan ditempatkan sebagai agen rahasia di Jepang. Jadi, enam tahun ia berlatih bahasa dan budaya dari orang Jepang yang diculik Korea Utara. Dalam interogasi, Kim Hyun-hee mengaku bahwa orang Jepang yang melatih bernama Lee Eun-hye. Ia--seperti Soga--adalah orang Jepang yang diculik. Belakangan, polisi Jepang memperkirakan yang disebut Lee Eun-hye adalah Yaeko Taguchi, warga Jepang yang diculik.

Kemampuannya berperan sebagai orang Jepang diuji dalam misi pertamanya yang masih bagian dari latihan. Ia bertugas dengan seorang perwira intelijen tua, bepergian ke seluruh Eropa dan Asia, menyamar sebagai bapak dan anak dari Jepang. Jika masuk negara komunis, mereka menggunakan paspor Korea Utara. Saat masuk negara nonkomunis, paspor Jepang palsu mereka pakai. 

Misi serius pertama adalah misi terakhirnya yang membuatnya terkenal. Saat itu, 1988, Seoul akan menjadi tempat Olimpiade. Korea Utara tidak hanya iri dengan keberhasilan negeri saudara mereka, tapi Pyongyang memutuskan untuk mengganggu. Caranya dengan mengebom salah satu pesawat Korean Airlines. Kim Hyun-hee alias Kim Ok-hwa dipilih untuk melakukan tugas ini. 
Kim dipasangkan dengan perwira intelijen yang sempat menjadi "ayahnya" saat keliling Eropa dan Asia, namanya Kim Sung-il. Dalam operasi ini, mereka adalah keluarga Hachiya. Kim Hyun-hee menyamar sebagai Mayumi Hachiya.

Dari Korea Utara, mereka ke Eropa untuk melenyapkan jejak. Mereka ke Hungaria dengan pesawat sebelum ke Wina dengan mobil. Tiket ke Bagdad, tempat mereka mulai melakukan operasi, diletakkan di sebuah bak sampah oleh agen rahasia Korea Utara lain yang berpangkalan di Wina.

"Ayah dan anak dari Jepang" itu tiba di Bagdad pada 28 November 1987. Mereka dijadwalkan naik pesawat yang menjadi sasaran mereka, Korean Airlines bernomor penerbangan KAL 858. Dua perwira intelijen Korea Utara yang berpangkalan di Bagdad menemui keluarga Hachiya di bandara. Mereka memberi sebuah bom kecil yang diletakkan dalam sebuah radio buatan Jepang serta sebotol wiski. Bekal lain, rokok Marlboro yang diberi sianida, untuk bunuh diri jika tertangkap.

Radio itu diletakkan di tempat bagasi di atas tempat duduk. Untuk memperkuat efek ledakan, wiski diletakkan di dekatnya. Sesaat sebelum naik pesawat, Kim Hyun-hee masuk kamar mandi untuk mengeset waktu ledakan di radio yang sudah jadi bom itu. Setelah lepas landas dari Bagdad, pesawat transit di Abu Dhabi, sesuai dengan jadwal. Pasangan Kim Hyun-hee dan Kim Sung-il keluar dari pesawat itu, tapi meninggalkan radio dan botol wiski di dalam bagasi.
Pasangan Kim itu segera pindah ke pesawat yang membawanya meninggalkan Abu Dhabi menuju Bahrain untuk melenyapkan jejak. Kim Hyun-hee mengatakan bahwa mereka meninggalkan radio yang berisi sekitar 350 gram bahan peledak C-4 dan sebotol cairan PLX sebanyak 700 ml.
Korean Airlines itu pun terbang meninggalkan Abu Dhabi menuju Bangkok sebelum ke Seoul dengan membawa sebuah bom kecil dan sebotol wiski. Di atas laut Andaman, bom itu meledak. Sebanyak 115 orang tewas.

Saat dua agen Korea Utara sampai di Bahrain, berita peledakan pesawat membuat seluruh dunia sibuk, terutama Bahrain. Mereka mengetahui dua penumpang keluar di Abu Dhabi sebelum meledak dan dua penumpang itu menuju Bahrain.
Kim Hyun-hee dan Kim Sung-il ditangkap saat akan melewati imigrasi. Sesuai prosedur, mereka mengambil rokok Marlboro yang sudah diberi sianida dan mengisapnya. Kim Sung-il tewas, tapi Kim Hyun-hee, yang mengaku sebagai orang Jepang bernama Mayumi, bisa diselamatkan.

Korea Selatan menjatuhkan vonis mati bagi Kim Hyun-hee pada 1990. Tapi Presiden Roh Tae Woo memberi amnesti khusus padanya. Ia sempat menulis otobiografi berjudul Airmata Jiwaku yang sangat laris. Saat ini ia hidup sebagai "orang biasa" di Korea Selatan dan sudah menikah. 

Berdasarkan kasus diatas, penulis mengambil kesimpulan untuk menerapkan dalam Konvensi Tokyo 1963 atau Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft yang mengatur mengenai tindakan kejahatan di udara dalam pesawat terbang terkait dengan kasus peledakan pesawat terbang milik Korea Selatan ini. 

Hubungan antara Kasus Peledakan Pesawat Kal 858 Milik Korea Selatan Tahun 1987 dengan Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft (Konvensi Tokyo 1963).
Berdasarkan kasus peledakan pesawat Korea Selatan yaitu Korean Air Flight 858 oleh agen intelejen Korea Selatan maka tindakan dari agen tersebut termasuk dalam serangan aksi terorisme karena pengertian terorisme berdasarkan kamus adalah penggunaan kekerasan untuk menciptakan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan. Tindakan menciptakan ketakutan terkait dengan pelaksanaan Olimpiade Seoul dan Pemilihan Presiden, jadi dengan melakukan pengeboman maka masyrakat yang berencana untuk mengikuti kegiatan tersebut akan merasa ketakutan dan membatalkan kedatangan mereka, sedangkan terkait dengan Pemilihan Presiden Korea Selatan, Korea Utara sebagai negara saudaranya tidak ingin melihat Korea Selatan aman dan lancar dalam melakanakan kegiatan tersebut, ini adalah tujuan dari tindakan pengeboman tersebut yang dapat dikaitkan dengan aksi terorisme. 

Aksi terorisme dalam pesawat terbang telah diatur dalam beberapa Konvensi internasional, salah satunya adalah Konvensi Tokyo 1963 atau disebut dengan Convention on Offences and Certain Other Acts Committed on Board Aircraft. Kasus ini dapat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi Tokyo 1963, keterkaitannya dapat diuraikan melalui penjelasan dibawah ini.

Lingkup berlakunya Konvensi 
Konvensi ini mengatur mengenai pemberian sanksi hukum terhadap tindak kejahatan di udara atau dalam pesawat terbang. Tindakan yang juga mengancam atau membahayakan keamanan di dalam pesawat atau kepada barang-barang milik penumpang dan juga dapat membahayakn ketentuan-ketentuan yang baik serta disiplin dalam penerbangan maka akan diberikan sanksi. Konvensi ini tidak berlaku untuk pesawat militer dan pesawat polisi. Dijelaskan pula mengenai kapan pesawat dikatakan terbang, yaitu ketika kekuatan pesawat telah dikumpulkan untuk melakukan take-off hingga pesawat landing. 

Terkait kasus Korean Air Flight 858, pengeboman terjadi ketika pesawat berada di atas Laut Andaman artinya ketika pesawat dalam keadaan terbang, dan tindakan tersebut sangat mengancam keamanan penumpang sehingga ketentuan dalam Bab I Konvensi Tokyo 1963 berlaku bagi kasus ini.

Yurisdiksi
Negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi konvensi ini dapat menerapkan yurisdiksinya terhadap tindak kejahatan (pembajakan, terorisme) yang terjadi di pesawat udara. Konvensi ini juga tidak melarang penerapan yurisdiksi kriminal yang terkait dengan hukum nasional. 

Negara-negara pihak yang bukan merupakan negara yang menjadi bagian konvensi ini tidak dapat menerapkan yursidksinya dalam tindak kejahatan di pesawat terbang kecuali dalam beberapa kasus seperti:

1. Tindak kejahatan berdampak pada wilayah teritorial negara tersebut

2. Tindak kejahatan terkait dengan negara itu atau wilayah negara tersebut

3.  Tindak kejahatan mengganggu keamanan negara tersebut

4. Tindak kejatahan melanggar ketentuan mengenai penerbangan pesawat atau manuver dari pesawat udara dalam penerbangan negara tersebut

5. Penerapan yursidiksi dibuthkan untuk melakasanakn kewajiban negara tersebut dibawah perjanjian internasional multilateral.

Hak dari Komandan Pesawat Terbang
Konvensi ini tidak berlaku di luar angkasa dan diatas laut bebas diluar wilayah negara yang meratifikasi atau mengaksesi konvensi ini. Pesawat dikatakan terbang ketika semua pintu-pintu ditutup untuk embarkasi hingga pintu-pintu terbuka untuk disembarkasi. 

Alasan-alasan bagi komando untuk melakukan tindakan sebagai haknya adalah ketika:

1. Untuk melindungi pesawat terbang, penumpang dan barang-barang dalam pesawat

2. Untuk menegakkan ketentuan dan dispilin dalam penerbangan

3. Agar komando dapat melaksanakan tugasnya mengantarkan penumpang sesuai dengan ketentuan konvensi ini.

Berdasarkan Pasal 6 ayat 2 diatur bahwa :
The aircraft commander may require or authorize the assistance of other crew members and may request or authorize, but not require, the assistance of passengers to restrain any person whom he is entitled to restraint. Any crew member or passenger may also take reasonable preventive measures without such authorization when he has reasonable grounds to believe that such action is immediately necessary to protect the safety of the aircraft, or of persons of property therein.

Tindakan Pelanggaran Hukum dalam Pesawat Terbang
Berdasarkan Bab IV Pasal 11 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa :
When a person on board has unlawfully committed by force of threat thereof an act of interference seizure, or other wrongful exercise of control of an aircraft in flight or when such an act is about to be committed, Contracting States shall take all appropriate measures to restore control of the aircraft to its lawful commander or to preserve his control of the aircraft. 

In the cases contemplated in the proceeding paragraph, the Contracting State in which the aircraft land shall permit its passengers and crew to continue their journey as soon as practicable and shall return the aircraft and its cargo to the person lawfully entitled to possession.

Hak dan Kewajiban dari Negara-Negara 
Bagi negara yang menjadi bagian dari Konvensi ini harus mentaati peraturan dalam pasal 8 ayat 1 mengenai hak bagi komando. 

Dalam pasal 13 konvensi ini menjelasakan bahwa :

1. Any Contracting State shall take delivery of any person whom the aircraft commander delivers pursuant to Article 9, paragraph 1. 

2. Upon being satisfied that the circumstances so warrant, any Contracing State shall take custody or other measures to ensure the presence of any person suspected of an act contemplated in Article 11, paragraph 1 and of any person of whom it has taken delivery. The custody and other measures shall be as provided in the law of that State but may only be continued for such time as is reasonably necessary to enable any criminal or extradition proceedings to be instituted. 

3. Any person in custody pursuant to the previous paragraph shall be assisted in communicating immediately with the nearest appropriate representative of the State of which he is national. 

4. Any Contracting State, to which a person is delivered pursuant to Article 9, paragraph 1, or in whose territory an aircraft lands following the commission of an act contemplated in Article 11, paragraph 1, shall immediately make a preliminary enquiry into the facts. 

5. When a State, pursuant to this Article, has taken a person into custody, it shall immediately notify the State of registration of the aircraft and the State of nationality of the detained person and, if it considers it advisable, any other interested State of the fact that such person is in custody and of the circumstances which warrant his detention. The State which makes the preliminary enquiry contemplated in paragraph 4 of this Article shall promptly report its findings to the said States and shall ndicate whether it intends to exercise jurisdiction.

Pasal 14 
1. When any person has been disembarked in accordance with Article 8, paragraph 1, or delivered in accordance with Article 9, paragraph 1, has disembarked after committing an act contemplated in Article 11, paragraph 1, and when such person cannot or does not desire to continue his journey and the State of landing refuses to admit him, that State may, if the person in question is not a national or permanent resident of that State, return him to the territory of the State of which he is a national or permanent resident or to the territory of the State in which he began his journey by air.

2. Neither disembarkation, nor delivery, nor the taking of custody or other measures
contemplated in Article 13, paragraph 2, nor return of the person concerned, shall be
considered as admission to the territory of the Contracting State concerned for the purpose of its law relating to entry or admission of persons and nothing in this Convention shall affect the law of a Contracting State relating to the expulsion of persons from its territory.

Pasal 15
1. Without prejudice to Article 14, any person who has been disembarked in
accordance with Article 8, paragraph 1, or delivered in accordance with Article 9, paragraph 1, or delivered in accordance with Article 9, paragraph 1, or has disembarked after committing an act contemplated in Article 11, paragraph 1, and who desires to continue his journey shall be at liberty as soon as practicable to proceed to any destination of his choice unless his presence is required by the law of the State of landing for the purpose of extradition of criminal proceedings. 

2. Without prejudice to its law as to entry and admission to, and extradition and expulsion from its territory, a Contracting State in whose territory a person has been disembarked in accordance with Article 8, paragraph 1, or delivered in accordance with Article 9, paragraph 1 or has disembarked and is suspected of having committed an act contemplated in Article 11, paragraph 1, shall accord to such person treatment which is no less favourable for his protection and security than that accorded to nationals of such Contracting State in like circumstances.

Ketentuan-Ketentuan Lainnya
Konvensi ini juga mengatur mengenai tindakan kejahatan yang dikategorikan mengganggu keamanan dan keselamatan di pesawat terbang, tindakan tersebut seperti dapat dikenai sanksi. 

Berdasarkan Pasal 16
1. Offences committed on aircraft registered in a Contracting State shall be treated, for the purpose of extradition, as if they had been committed not only in the place in which they have occurred but also in the territory of the State of registration of the aircraft.
2. Without prejudice to the provisions of the preceding paragraph, nothing in thisConvention shall be deemed to create an bligation to grant extradition.

Pasal 17
In taking any measures for investigation or arrest or otherwise exercising jurisdiction in connection with any offence committed on board an aircraft the Contracting State shall pay due regard to the safety and other interests of air navigation and shall so act as to avoid unnecessary delay of the aircraft, passengers crew or cargo.

Pasal 18
If Contracting States establish joint air transport operating organizations or international operating agencies, which operate aircraft not registered in any one State those States shall, according to the circumstances of the case, designate the State among them which for the purposes of this Convention, shall be considered as the State of registration and shall give notice thereof to the International Civil Aviation Organization which shall communicate the notice to all States parties to this Convention..

Negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi konvensi ini dapat menerapkan yurisdiksinya terhadap tindak kejahatan (pembajakan, terorisme) yang terjadi di pesawat udara. Konvensi ini juga tidak melarang penerapan yurisdiksi kriminal yang terkait dengan hukum nasional. Negara-negara pihak yang bukan merupakan negara yang menjadi bagian konvensi ini tidak dapat menerapkan yursidksinya dalam tindak kejahatan di pesawat terbang kecuali dalam beberapa kasus. Pesawat diatakan terbang ketika semua pintu-pintu ditutup untuk embarkasi hingga pintu-pintu terbuka untuk diembarkasi.

-Nasrah Sandika

SIFAT DAN HAKEKAT BANGSA DAN NEGARA


Hakekat Bangsa
Bangsa (nation) atau nasional, nasionalitas atau kebangsaan, nasionalisme atau paham kebangsaan, semua istilah tersebut dalam kajian sejarah terbukti mengandung konsep-konsep yang sulit dirumuskan, sehingga para pakar di bidang Politik, Sosiologi, dan Antropologi pun sering tidak sependapat mengenai makna istilah-istilah tersebut. Selain istilah bangsa, dalam bahasa Indonesia, kita juga menggunakan istilah nasional, nasionalisme yang diturunkan dari kata asing “nation” yang bersinonim dengan kata bangsa. Tidak ada rumusan ilmiah yang bisa dirancang untuk mendefinisikan istilah bangsa secara objektif, tetapi fenomena kebangsaan tetap aktual hingga saat ini.

Dalam kamus ilmu Politik dijumpai istilah bangsa, yaitu “natie” dan “nation”, artinya masyarakat yang bentuknya diwujudkan oleh sejarah yang memiliki unsur sebagai berikut :
1. Satu kesatuan bahasa ;
2. Satu kesatuan daerah ;
3. Satu kesatuan ekonomi ;
4. Satu Kesatuan hubungan ekonomi ;
5. Satu kesatuan jiwa yang terlukis dalam kesatuan budaya.

Bangsa pada hakeketnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya,sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu kesatuan nasional.

Sifat dan Hakekat Negara
Secara historis  pengertian negara senantiasa berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada zaman Yunani kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian Negara secara beragam, Aristoteles merumuskan Negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya negara polis, yang pada saat itu masih dipahami negara   masih dalam suatu wilayah yang kecil. Negara disebut sebagai Negara hukum, yang didalamnya terdapat sejumlah warga Negara yang ikut dalam permusyawarahan. Oleh karena itu menurut Aristoteles keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya Negara yang  baik, demi terwujudnya cita-cita seluruh warganya.

Sifat Negara merupakan suatu keadaan dimana hal tersebut dimiliki agar dapat menjadikannya suatu Negara yang bertujuan. Sifat-sifat tersebut umumnya mengikat bagi setiap warga negaranya dan menjadi suatu identitas bagi Negara tersebut.

Sifat suatu Negara terkadang tidaklah sama dengan Negara lainnya, ini tergantung pada landasan ideologi Negara masing-masing. Namun ada juga beberapa sifat Negara yang bersifat umum dan dimiliki oleh semua Negara, yaitu:

a. Sifat memaksa
Negara merupakan suatu badan yang mempunyai kekuasaan terhadap warga negaranya, hal ini bersifat mutlak dan memaksa.

b. Sifat monopoli
Negara dengan kekuasaannya tersebut mempunyai hak atas kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, hal ini menjadi sesuatu yang menjadi landasan untuk menguasai sepenuhnya kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Negara tersebut.

c.  Sifat mencakup semua
Kekuasaan Negara merupakan kekuasaan yang mengikat bagi seluruh warga negaranya. Tidak ada satu orang pun yang menjadi pengecualian di hadapan suatu Negara. Tidak hanya mengikat suatu golongan atau suatu adat budaya saja, tetapi mengikat secara keseluruhan masyarakat yang termasuk kedalam warga negaranya.

d.  Sifat menentukan
Negara memiliki kekuasaan untuk menentukan sikap-sikap untuk menjaga stabilitas Negara itu. Sifat menentukan juga membuat Negara dapat menentukan secara unilateral dan dapat pula menuntut bahwa semua orang yang ada di dalam wilayah suatu Negara (kecuali orang asing) menjadi anggota politik Negara.

Ada pula sifat-sifat yang hanya dimiliki suatu Negara berdasarkan pada landasan ideologi Negara tersebut, misalnya Negara Indonesia memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pancasila, yakni:

a. Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan (yaitu kesesuaian dalam arti sebab dan akibat)(merupakan suatu nilai-nilai agama).

b. Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat manusia.

c. Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang berarti membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara Indonesia sehingga terwujud satu kesatuan.

d. Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat

e. Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat adil

Hakikat Negara merupakan salah satu dari bentik perwujudan dari sifat-sifat Negara yang telah dijelaskan di atas. Ada beberapa teori tentang hakekat Negara, diantaranya:

a. Teori Sosiologis
Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, kebutuhan antar individu tersebut membentuk suatu masyarakat. Di dalam ruang lingkup masyarakat terdapat banyak kepentingan individu yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak jarang pula saling bertentangan. Maka manusia harus dapat beradaptasi dengan baik untuk menyesuaikan kepentingan-kepentingannya agar dapat hidup dengan rukun.

b. Teori Yuridis

1. Patriarchaal
Teori yang menganut asas kekeluargaan, dimana terdapat satu orang yang bijaksana dan kuat yang dijadikan sebagai kepala keluarga.

2. Patriamonial
Raja mempunyai hak sepenuhnya atas daerah kekuasaannya, dan setiap orang yang berada di wilayah tersebut harus tunduk terhadap raja tersebut.

3. Perjanjian
Raja mengadakan perjanjian dengan masyarakatnya untuk melindungi hak-hak masyarakat itu, dan jika hal tersebut tidak dilakukan maka masyarakat dapat meminta pertanggung jawaban raja.


-Nasrah Sandika

IDENTITAS NASIONAL, POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL


Identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa yang lain.Berdasarkan perngertian yang demikian ini maka setiap bangsa didunia ini akan memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan,sifat,ciri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Berdasarkan hakikat pengertian identitas nasional sebagai mana di jelaskan di atas maka identitas nasional suatu Bangsa tidak dapat di pisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut dengan kepribadian suatu bangsa.

Bangsa pada hakikatnya adalah sekelompok besar manusia yang mempunyai persamaan nasib dalam proses sejarahnya,sehingga mempunyai persamaan watak atau karakter yang kuat untuk bersatu dan hidup bersama serta mendiami suatu wilayah tertentu sebagai suatu kesatuan nasional. Kemajuan suatu bangsa berada ditangan pemimpin dan rakyatnya. Adanya keharmonisan, keselarasan visi dan misi sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan yang menjadi keinginan bersama. 

Di Indonesia, kehidupan berpolitik menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan berbangsa, dimana lewat berpolitik terciptanya prinsip dan asas untuk mencapai tujuan bersama. Tanpa adanya politik dalam kehidupan berbangsa, maka jalan untuk mencapai tujuan akan semakin sempit. Selain belajar berpolotik, diharapkan kita juga mampu mempelajari bagaimana cara atau strategi yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan bersama itu. Dengan demikian, melalui tulisan ini diharapkan kita akan semakin mengetahui kehidupan berpolitik secara nasional dan strategi untuk mencapainya.

Pengertian Identitas Nasional
Istilah “identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan memiliki identitas sendidri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, cirri-ciri serta karakter dari bangsa tersebut. Jadi Identitas nasional adalah sebuah kesatuan yang terikat dengan wilayah dan selalu memiliki wilayah (tanah tumpah darah mereka sendiri), kesamaan sejarah, sistim hukum/perundang undangan, hak dan kewajiban serta pembagian kerja berdasarkan profesi.

Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian “identitas nasional” sebagaimana dijelaskan di atas maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau lebih populer disebut sebagai kepribadian suatu bangsa.

Pengertian kepribadian suatu identitas sebenarnya pertama kali muncul dari pakar psikologi. Manusia sebagai individu sulit dipahami jika terlepas dari manusia lainnya. Oleh karena itu manusia dalam melakukan interaksi dengan individu lainnya  senantiasa memiliki suatu sifat kebiasaan, tingkah laku, serta karakter yang khas yang membedakan manusia tersebut dengan manusia lainnya. 

Namun demikianpada umumnya pengertian atau istilah kepribadian sebagai suatu identitas adalah keseluruhan atau totalitas dari faktor-faktor biologis, psikologis dan sosiologis yang mendasari tingkah laku individu. Tingkah laku tersebut terdidri atas kebiasaan,sikap, sifat-sifat serta karakter yang berada pada seseorang sehingga seseorang tersebut berbeda dengan orang yang lainnya. Oleh karena itu kepribadian adalah tercermin pada keseluruhan tingkah laku seseorang dalam hubungan dengan manusia   lain.

Pengertian Politik dan Strategi Nasional
1.  Pengertian Politik
Secara etimologi, Kata  politik  berasal  dari bahasa  Yunani Politeia, yang akar katanya adalah “polis” yang berarti negara dan “teia” yang berarti urusan. Dalam bahasa Indonesia, politik mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dalam Bahasa Inggris, Politics adalah suatu rangkaian asas (prinsip), keadaan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai cita-cita atau tujuan tertentu.
Politik membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan (policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya.

1. Negara
Negara merupakan suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya. Boleh dikatakan, Negara merupakan bentuk masyarakat dan organisasi politik yang paling utama dalam ssuatu wilayah berdaulat.

2. Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau keolmpok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya. Dalam politik yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kekuasaan itu diperoleh, bagaimana mempertahankan, dan bagaimana melaksanakannya.

3. Pengambilan keputusan
Pengambilan keputusan adalah aspek utama politik. Dalam pengambilan keputusan perlu diperhatikan siapa pengambil keputusan itu dan untuk siapa keputusan  itu dibuat.

4. Kebijakan Umum
Kebijakan (policy) merupakan sautu kumpulan keputusan yang diambil oelh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai tujuan. Dasar pemikirannya adalah bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula, sehingga perlu ada rencana yang mengikat dan dirumuskan dalam kebijakan-kebiajakan oleh pihak yang berwenang.

5.Distribusi
Yang dimaksud dengan distribusi adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai adalah sesuatu yang diinginkan dan penting, ia harus dibagi secara adil.

Pengertian Strategi
Strategi berasal dari bahasa Yunanistrategia yang diartikan sebagai “the art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam peperangan. Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan.

Pengertian Politik dan Strategi Nasional
Politik Nasional diartikan sebagai kebijakan umum dan pengambilan kebijakan untuk mencapai suatu cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian, definisi politik adalah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan kekuatan nasional untuk mencapai tujuan nasional. Strategi nasional disusun untuk pelaksanaan politik nasional. Jadi, strategi Nasional adalah cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

Hakikat Politik Nasional
Hakikat politik nasional adalah kebijaksanaan nasional yang menjadi landasan serta arah bagi penyusunan konsep strategi nasional. Kebijaksanaan nasional merupakan manifestasi dan upaya pencapaian tujuan nasional melalui rumusan pokok kegiatan mencapai tujuan.
Politik nasional menggariskan usaha-usaha untuk mencapai tujuan nasional yang dalam perumusannya dibagi dalam tahap-tahap utama yaitu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek.

Poltranas dan Arah Pembangunan Nasional
Polstranas adalah politik dan strategi nasional yang membahas tentang pembangunan nasional dalam mencapai tujuan nasional ini dimiliki oleh setiap negara yang merdeka dan berdaulat sehingga lebih mudah dan terarah dalam mencapai tujuan nasional yang sudah direncanakan. 

Polstranas atau politik dan strategi nasional juga adalah asas, haluan, usaha dan kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan, pengembangan, pemeliharan, dan pengendalian) serta penggunaan nasional untuk mencapai tujuan nasional. (Sinamo, 2010) . Dengan demikian, Polstranas memiliki hubungan yang   erat dengan pembangunan nasional karena dapat menentukan prioritas dan pemerataan  pembangunan yang damai, aman, adil, dan demokrasi.

Pembangunan nasional merupakan usaha negara dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang ada. Contonya, dalam mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 maka berbagai kebijakan dan peraturan dibuat agar dapat mencapai tujuan tersebut dengan memanfaatkan teknologi se-efektif mungkin.

Dengan demikian, pada saat ini arah pembangunan dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah lebih bersifat transparansi dan mudah untuk disalurkan kepada masyarakat lewat  berbagai media informasi yang mudah diakses.

Masyarakat dalam era ini juga bebas mengemukakan pendapat yang membangun dan mengritik pemerintah jika kebijakan yang diambil memiliki dampak negatif bagi masyarakat. Hal, ini membawa dampak positif seperti arah pembangunan nasional yang dilakukan pemerintah akan berjalan lebi bijak dan terarah tanpa mengorbankan atau terlalu bannyak merugikan masyrakatnya. Selain itu, dampak negatif juga turut andil dalam masalah ini. Contohnya, dengan banyak pendapat dari berbagai lapisan masyarakat membuat pemerintah mengalami kesulitan untuk mengambil keputusan atau kebijakan yang tepat dalam arah pembangunan nasional untuk  mencapai tujuan nasional.

Pada era ini, arah pembangunan nasional mengalami peningkatan kualitas seperti yang kita lihat mulai adanya pembangunan yang merata walaupun belum semua tempat di Indonesia dijangkau. Namun dalam hal-hal kecil ini dapat membuat pembangunan yang mencakup pemerataan, keadilan, pemeliharan, dan pengendalian pembangunan nasioanl kea rah yang lebih baik.

Pembangunan Nasional Sebagai Pengamalan Pancasila
Pelaksanaan pembangunan nasional mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kukh kekuatan moral dan etikanya. Tujuan pembangunan nasional itu sendiri adalah sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia, dan pelaksanaannya bukan hanya menjadi tanggungjawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggungjawab seluruh rakyat Indonesia. Maksudnya adalah setiap warga negara Indonesia harus ikut serta berperan dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing.
Keikutsertaan setiap warga negara dalam pembangunan nasional dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti mengikuti program wajib belajar, membayar pajak, melestarikan lingkungan hidup, menaati segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, menjaga ketertiban dan keamanan, dll.

Pembangunan nasional mencakup hal-hal yang batiniah yang selaras, serasi, dan seimbang. Itulah sebabnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera lahir dan batin. Contoh pembangunan yang bersifat batiniah adalah pembangunan sarana prasarana ibadah, pendidikan, rekreasi, hiburan, kesehatan, dan sebagainya.

Pembangunan yang bersifat lahiriah dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan pabrik, gedung perkantoran, pengairan, sarana prasarana transportasi dan olahraga, dsb.
Keseluruhan semangat, arah, dan gerak pembangunan dilaksanakan sebagai pengamalan semua sila pancasila secara serasi dan sebagai kesatuan yang utuh, yang meliputi:

1. Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, yang antara lain mencakup tanggung jawab bersama semua golongan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus menerus dan bersama-sama meletakan landasan spiritual, moral,  dan etika yang kukuh bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.

2. Pengamalan sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang antara lain mencakup peningkatan martabad serta hak dan kewajiban asasi warga negara serta penghapusan penjajahan, kesengsaraan, dan ketidakadilan dari muka bumi.

3. Sila Persatuan Indonesia, yang anatar alain mencakup peningkatan pembinaan di semua bidang kehidupan manusia, masyarakat, bangsa, dan negara sehingga rasa kesetiakawanan semakin kuat dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.

4. Pengamalan sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, yang natara lain mencakup upaya makin menumbuhkan dan mengembangkan sistem politik demokrasi Pancasila yang makin mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis, mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab politik warga negara, serta menggairahkan rakyat dalam proses politik.

5. Pengamalan sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Bangsa Indonesia, yang antara lain mencakup upaya untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dalam sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Aspek-aspek Utama dalam Poltranas
Politik nasional itu meliputi:
a. Politik Dalam Negeri
Politik dalam negeri yang diarahakan kepada mengangkat, meninggikan, dan memelihara harkat, derajat, dan potensi rakyat Indonesia yang pernah mengalami kehinaan dan kemelaratan akibat penjajahan, menuju sifat-sifat bangsa yang terhormat dan dapat dibanggakan.

b. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri bersifat bebas akitf, anti imperialism dan kolonialisme, mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat serta diarahkan kepada pembentukan solidaritas antar bangsa terutama bangsa-bangsa Asia-Afrika dan negara-negara non-aligned.

c. Politik ekonomi
Polotik ekonomi yang bersifat swasembada/swadaya dengan tidak berarti mengisolasi diri tetapi diarahkan kepada peningkatan taraf gidup dan daya kreasi rakyat Indonesia sebesar-besarnya.

d. Politik Pertahanan Keamanan
Bersifat aktif dan diarahkan kepada pengamanan serta perlindungan bangsa dan negara serta usaha-usaha nasional dan penanggulangan segala macam tantangan, hambatan, dan ancaman.

Faktor yang memengaruhi Poltranas yaitu:
a. Ideologi dan Politik
Potensi ideologi dan politik dihimpun didalam pengertian kesatuan dan persatuan nasional yang menggambarkan kepribadian bangsa keyakinan atas kemampuan sendiri dan yang berdaulat serta berkesanggupan untuk menolong bangsa-bangsa yang masih dijajah guna mencapai kemerdekaan.

b. Ekonomi
Kesuburan, kekayaan alam, maupun tenaga kerja yang terdapat di Indonesia merupakan potensi ekonomi yang besar sekali, bukan saja untuk mencukupi keperluan sendiri tetapi juga dunia/negara lain.

c. Sosial Budaya
Kebhinekaan dalam berbagai segi kehidupan bangasa merupakan kerawanan yang dipersatukan agar menjadi kekuatan.

d. Pertahanan Keamanan
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang lahir dalam kancah revolusi fisik Indonesia, tumbuh menjadi kekuatan militer yang modern dan merupakan inti sistem pertahanan keamanan rakyat semseta.

Implementasi Politik dan Strategi Nasional
Implementasi Polstranas di Bidang Hukum
1. Mengembangkan budaya hokum di semua lapisan masyarakat
2. Menata system hokum nasional yang menyeluruh dan terpadu
3. Menegakan hukum secara konsisten
4. Melanjutkan ratifikasi konvensi internasional
5. Meningkatkan integritas moral dan profesionalitas

Implementasi Polstranas di Bidang Ekonomi
1. Mengembangkan system ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang adil berdasarkan prinsip persaingan sehat.
2. Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil serta menghindarkan terjadinya  struktur pasar monopolistic dan berbagai struktur pasar disortif yang merugikan masyarakat
3. Mengoptimalkan peran pemerintah dalam mengoreksi ketidaksempurnaan pasar
4. Mengupayakan kehidupan yang layak berdasarkan kemanusiaan yang adil bagi masyarakat, terutama bagi fakir miskin dan anak – anak terlantar dengan mengembangkan system dan jaminan social melalui program pemerintah
5. Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi melalui pembentukan keunggulan kompetitif

Implementasi Polstranas di Bidang Politik
1. Politik Dalam Negeri
2. Politik Luar Negeri
3. Penyelnggaraan Negara

Implementasi di Bidang Sosial dan Budaya
1. Kesehatan dan Kesejahteraan social
2. Kebudayaan, Kesenian, dan Pariwisata
3. Kedudukan dan Peranan Perempuan
4. Pemuda dan Olahraga
5. Pembangunan Daerah
6. Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

Implementasi di Bidang Pertahanan dan Keamanan
1. Kaidah Pelaksanaan
2. Keberhasilan Politik dan Strategi Nasional


-Nasrah Sandika


DAFTAR PUSTAKA

Kaelan dan Zubaidi.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Paradigma, Edisi pertama.
Suryo, Joko, 2002, Pembentukan Identitas Nasional, Makalah Seminar Terbatas Pengembangan Wawasan tentang Civic Education, LP3 UMY, Yogyakarta.
Ismaun, 1981, Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia, Carya Remadja, Bandung.
Kaelan dan Zubaidi.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Paradigma, Edisi pertama
www.geocities.com/apii-berlin/aktual/identitas_0600.html
one.indoskripsi.com       
chaplien77.blospot.com/2008/07/pengertian dan hakikat-bangsa.html
Sinamo, N. (2010). pendidikan kewarganegaraan untuk perguruan tinggi.Jakarta Pusat: PT. Bumi Intitama Sejahtera.
http://pgsd-ut.blogspot.com/2011/11/tugas-kelompok-pendidikan.html
http://www.scribd.com/doc/42872841/Politik-Nasional-Dan-Strategi-Nasional
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/93194129137.pdf
http://martias-db21.blogspot.com/2010/05/polstranas-politik-strategi-nasional.html
http://fhanincredible.wordpress.com/2010/04/11/politik-dan-strategi-nasional/



Rabu, 25 September 2019

KORUPSI, PENYAKIT MENULAR DALAM LINGKARAN SETAN

Hari Anti Korupsi, 9 Desember 2013


Desember 2013, tepat 4 bulan saya menjadi mahasiswa baru di fakultas hukum universitas hasanuddin. Untuk pertama kalinya saya turun ke jalan dengan almamter merah dan megaphone di tangan dalam rangka memperingati “HARI ANTI KORUPSI”. Isu yang saya bawa tentu saja menyangkut hal-hal tentang korupsi. Saat itu yang menjadi presiden adalah Bapak Susilo Bambang Yudhoyono dan Bapak Budiono sebagai wakil presiden.

Kini hampir enam tahun berlalu, dan mahasiswa kembali turun ke jalan dengan isu yang hampir sama, tidak jauh dari perihal korupsi, revisi UU KPK yang beberapa pointnya di setujui oleh presiden saat ini, Bapak Joko Widodo dan di sahkan menjadi UU KPK. Juga tentang revisi UU KUHP yang persetujuannya masih di tunda oleh Presiden, yang salah satu revisinya sangat sinting menurut saya, Pengurangan masa tahanan koruptor dari minimal 4 tahun menjadi minimal 2 tahun.

Sebenarnya, enam tahun adalah waktu yang sangat singkat dalam masa korupsi. Sebab dalam sejarahnya korupsi itu sendiri sudah ada sejak zaman kuno yaitu pada peradaban Mesir, Ibrani, Babilonia, Yunani Kuno, Cina, Romawi Kuno dan juga di negara-negara Barat.

G.R Drdriver J.C Miles dalam menerjemahkan The Babilonian Constitution menyebut perilaku korupsi telah mencapai puncak kesempurnaannya sejak sekitar tahun 1200 SM. Saat itu, Hammurabi dari Babilonia yang baru menaiki tahta kekuasaannya memerinthakan kepada seorang gubernur untuk menyelidiki penggelapan yang melibatkan pegawai pemerintahan di bawahnya. Hammurabi mengancam para pejabat di bawahnya dengan hukuman mati. Ini adalah sedikit gambaran betapa korupsi telah menjadi masalah sejak ribuan tahun silam.

Sedangkan korupsi di Indonesia sendiri tercatat dalam buku History of Java karya Thomas Stamford, dimana di sebutkan mengenai budaya pada saat itu yang sangat tertutup dan penuh keculasan sehingga turut menyuburkan budaya korupsi di Nusantara pasca colonial penjajah barat. Tidak jarang abdi dalem juga melakukan korup dalam mengambil upeti dari rakyat yang akan di serahkan kepada Demang (Lurah) yang selanjutnya oleh Demang akan diserahkan kepada Tumenggung. Abdi dalem di Ketumenggungan setingkat Kabupaten atau propinsi juga mengkorup harta yang akan di serahkan kepada Raja atau Sultan.

Dari sini kita dapat melihat proses korupsi itu terjadi, pun di era sekarang saya pikir masih dengan model yang sama, hanya saja korupsi sekarang menjadi dua arah. Jika pada pasca colonial penjajah barat atau pada era kerajaan di berlakukan upeti atau pajak yang kemudian bisa di korupsi, pada era sekarang bukan hanya pajak dari rakyat yang bisa di korupsi, tetapi juga korupsi terjadi pada anggaran-anggaran lainnya yang untuk rakyat. Atau lebih singkatnya era sekarang lebih banyak jalan dan cara untuk korupsi.

Lalu pada pasca orde lama, dibentuk badan pemberantasan korupsi, Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Keadaan Bahaya, dipimpin oleh A.H. Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof. M. Yamin dan Roeslan Abdulgani. Pada tahun 1963 melalui keputusan Presiden No. 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali di galakkan.

Pasca orde baru, dibentuk Tim Pemberantasan Korupsi yang di ketuai Jaksa Agung tetapi dianggap tidak serius dalam melakukan pemberantasan korupsi hingga dibentuk Operasi Tertib dengan tugas antara lain juga memberantas korupsi, namun seiring berjalannya waktu Opstib pun hilang tanpa bekas sama sekali.
Pasca Reformasi, penyakit korupsi menyebar kemana-mana dan membentuk lingkaran setan. Presiden BJ. Habibie mengeluarkan Undang-undang No. 28 Tahun 1999 Tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN serta pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsman.

Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2000. Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review MA, TGPTPK di bubarkan.

Di masa pemerintahan Megawati, konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat keluar negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul Nursalim, The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA, menjadi bukti kuat bahwa elit pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi.

Hingga pada tahun 2002, KPK didirikan oleh Presiden Megawati. Pendirian KPK ini didasari karena Presiden Megawati melihat institusi kejaksaan dan kepolisian terlalu kotor, sehingga untuk menangkap koruptor dinilai tidak mampu, namun jaksa dan polisi sulit dibubarkan sehingga dibentuklah KPK hingga kini.

Perjalanan KPK dalam menangani berbagai kasus korupsi tidak selalu mulus bahkan bisa dikatakan selalu terdapat hambatan dan terkadang terjadi hal-hal yang membahayakan nyawa para penyidik, seperti pada kasus Novel Baswedan yang disiram air keras oleh orang yang tak dikenal.

Lalu kondisi Indonesia menjadi tidak kondusif karena revisi UU KPK yang menuai pro dan kontra dari berbagai pihak, setelah revisi UU KPK disahkan menjadi UU KPK yang baru, kini muncul lagi revisi UU KUHP yang salah satu muatan revisinya adalah pelaku korupsi dihukum paling sedikit 2 tahun juga minimum denda diturunkan padahal dalam pasal 2 UU Tipikor, hukuman untuk para koruptor paling singkat 4 tahun penjara dan paling lama 20 tahun penjara, pun dendanya paling sedikit Rp.200 juta namun pada pasal 604 RKUHP dendanya menjadi Rp. 10 juta. Di saat negara-negara lain berlomba-lomba untuk memberlakukan hukuman mati bagi para koruptor, di Indonesia koruptor justru seperti di manjakan, belum lagi potongan masa tahanan.

Lagi pula tindak pidana korupsi merupakan extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yang seharusnya diatur dalam Undang-Undang khusus bukan di masukkan kedalam KUHP, karena hal tersebut akan membuat tindak pidana korupsi menjadi tindak pidana biasa. Selain itu, memasukkan pasal-pasal tentang tindak pidana korupsi ke dalam KUHP justru akan menimbulkan kebingungan dalam penegakan hukum, karena diatur oleh dua Undang-Undang dengan bobot yang berbeda.

Saya bukannya tidak setuju dengan revisi UU KPK dan KUHP, tapi revisi berarti perbaikan atau peninjauan kembali untuk perbaikan bukannya malah memperburuk, jadi seharusnya hasil revisi adalah sesuatu yang baik. Jika saja revisinya adalah mengubah hukuman para koruptor dari minimal 4 tahun penjara menjadi hukuman mati, maka saya sangat setuju sekali.
Seperti kita ketahui, beberapa negara kini memberlakukan hukuman mati terhadap para koruptornya, di Indonesia pun pernah diwacanakan mengenai hukuman mati terhadap para koruptor, tetapi hal tersebut di tentang oleh komnas HAM, menurut komnas HAM hukuman mati merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia, tapi herannya hukuman mati bagi para teroris boleh-boleh saja.

Padahal pada zaman kuno pun yang berlaku bagi para koruptor adalah hukuman mati. Misalnya Kautilya yang merupakan perdana menteri Maurya yang paling terkenal pada abad IV SM, sangat menaruh perhatian terhadap korupsi. Dia selalu menekankan pentingnya moralitas dan kejujuran. Pegawai negara dan keluarganya yang bertindak korup di ganjar dengan hukuman mati. Sebagian lain di usir dari kerajaan dan disita harta kekayaannya. Korupsi dipandang sebagai tindakan amoral dan pelakunya harus mendapatkan ganjaran sangat berat. Hukuman moral bagi masyarakat kuno ini sangat dipatuhi. Disamping memiliki daya paksa (represif), hukum moral juga dipandang sebagai representasi keterlibatan Tuhan dalam persoalan social tertentu, karena itu pelakunya tidak bisa diampuni.

Dam dengan menggunakan pertimbangan semacam inilah, Gaius Verres pada abad 115-43 SM, pejabat Negara Romawi Kuno yang terbukti melakukan korupsi diasingkan sekaligus di bunuh.

Dalam UU Tipikor memang diatur mengenai hukuman mati bagi para pelaku korupsi yaitu dalam UU No.31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No.20 tahun 2001. Namun dalam peraturan perundang-undangan tersebut disebutkan bahwa hukuman mati dapat dilakukan dalam keadaan tertentu, misalnya apabila yang di korupsi adalah bantuan bencana alam atau korupsi pada saat negara sedang masa krisis. Lalu apabila tindak pidana korupsi terjadi selain pada masa tersebut, maka hukuman mati tidak dapat di jatuhkan.

Menurut saya, melihat kondisi negara saat ini yang koruptornya sudah merajalela sebaiknya hukuman mati diberlakukan tanpa terkecuali, dengan begitu dapat menekan angka tindak pidana korupsi dan menimbulkan efek jera. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya bahwa korupsi termasuk extraordinary crime maka harus di tangani dengan cara yang luar biasa juga. Korupsi merupakan kejahatan luar biasa karena bagian dari pencurian, perampokan dan penjajahan terhadap hak seluruh rakyat Indonesia yang artinya pelaku tindak pidana korupsi melanggar Hak Asasi Manusia, sehingga seharusnya tidak dibenturkan oleh Hak Asasi Manusia itu sendiri.

JIka pelaku teroris dan pengedar narkoba bisa di jatuhkan hukuman mati, mengapa tidak dengan pelaku tindak pidana korupsi ? Baik itu teroris, pengedar narkoba, dan korupsi sama-sama merupakan kejahatan extraordinary crime.

Yang lebih miris dari fenomena korupsi di Indonesia adalah kurangnya rasa malu atas tindakan amoral yang mereka lakukan, tidak sedikit pelaku tindak pidana korupsi yang masih bisa tersenyum sambil melambaikan tangan ke kamera saat sudah berstatus tersangka, juga berdalih bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah khilaf semata.

Selain itu, sebagaiman kita tahu saat ini, hukuman penjara dan juga denda bagi para koruptor hanyalah formalitas belaka, tak jarang kita lihat berita mengenai nyamannya kehidupan para koruptor dalam rumah tahanan, fasilitas seperti hotel mewah, bahkan sering tertangkap kamera sedang keluyuran. Itu bisa terjadi tentu saja dengan bantuan “orang dalam”. Hal tersebut menyebabkan berkurangnya efek jera terhadap para pelaku tindak pidana korupsi, di tambah lagi, mantan narapidana korupsi tetap bisa memegang jabatan politik. Hampir tidak ada ruginya menjadi koruptor di Indonesia, dapat uang banyak, jaminan hidup enak dari orang dalam, potong masa tahanan, dan peluang jabatan tetap ada.  Lalu apa alasan untuk tidak korupsi ?

Awalnya mungkin hanya sedikit, lalu sedikit lagi, tapi ketika uang yang didapatkan bertambah, maka bertambah pula pengeluaran yang harus ditutupi, awalnya hanya satu mobil, lalu ingin dua mobil, hingga jumlah yang di korupsi tentu saja semakin banyak. Butuh iman yang kuat untuk menolak uang, harta adalah godaan tersulit bagi manusia.

Selain itu, ketika koruptor ingin berhenti, tentu saja tidak mudah, menjadi koruptor adalah rahasia umum dalam suatu badan atau lembaga. Penyelewengan uang ratusan ribu saja sudah pasti diketahui oleh pihak lain, apalagi sampai miliyaran, lalu kenapa tetap diam ? Karena yang mengetahui sama-sama koruptor. Menjadi Koruptor berarti masuk ke lingkaran setan, korupsi tidak mungkin sendiri. Jikapun pada akhirnya yang tersangka hanya satu orang, berarti yang lain tertutupi. Sehingga untuk berhenti hampir mustahil. Sejujurnya saya tahu sedikit karena saya pernah berada dalam lingkaran setan ini, dan sebelum saya terjerat lebih jauh, saya memutuskan untuk berhenti. Caranya ? Resign.

Sejauh yang saya tahu, sangat sulit untuk tidak ikut terjerumus masuk kedalam lingkaran setan para koruptor, kecuali jika badan atau lembaga yang benar-benar bersih secara keseluruhan. Saya setuju jika korupsi diibaratkan sebagai virus, sedikit saja terinveksi, maka semua akan ikut sakit. Korupsi seperti penyakit menular yang sulit untuk dihindari. Secara umum, meskipun itu salah, jika bersama-sama rasa takut seperti hilang, apalagi jika ada atasan dalam lingkaran, seperti terlindungi. Semuanya menjadi sakit.

Agama dan moral pun saat ini sepertinya sudah tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak melakukan korupsi, budaya malu di Indonesia sudah sangat tipis hampir habis. Satu-satunya cara adalah mencegah sebelum terjadi, dengan ancaman hukuman mati, saya pikir itu cukup. Tapi kapan ? 

-Nasrah Sandika

Selasa, 24 September 2019

CYBER TERORISM


Cyber Terrorism
Council of Europe Convention on Cybercrime
( COECCC )

Peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi. informasi dan komunikasi yang berlangsung hampir di semua bidang kehidupan. Revolusi yang dihasilkan oleh teknologi informasi dan komunikasi biasanya dilihat dari sudut pandang perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya haruslah diantisipasi dengan hukum yang mengaturnya. Dampak negatif tersebut harus diantisipasi dan ditanggulangi dengan hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.

Secara internasional, hukum yang terkait kejahatan teknologi informasi digunakan istilah hukum siber atau cyber law. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual world law), dan hukum mayantara.

Dewasa ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum cyber atau hukum telematika. Hukum cyber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika.

Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet. Menurut Sutarman (2007) Cyber Crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dengan menggunakan sarana computer dan alat komunikasi lainnya. Cara-cara yang biasa dilakukan dengan merusak data, mencuri data, dan menggunakannya secara illegal.

Cyber Crime dapat di bedakan menjadi dua pengertian, yaitu pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas.

Dalam pengertian arti sempit, cyber crime adalah perbuatan yang tidak sah yang menjadikan computer sebagai sasaran atau target kejahatan, baik pada keamanan system maupun datanya.

Sedangkan cyber crime dalam arti luas merupakan keseluruhan bentuk kejahatan yang ditujukan terhadap computer, jaringan computer, dan para penggunanya dan bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang menggunakan atau dengan bantuan peralatan computer.

Cyber crime merupakan bentuk kejahatan yang relative baru apabila dibandingkan dengan bentuk-bentuk kejahatan lain yang sifatnya konvensional. Cyber crime muncul sejalan dengan berkembangnya teknologi khususnya telematika.

Penggunaan teknologi dan jaringan telematika global membuat kejahatan cyber crime ini dapat di lakukan oleh siapa saja, dimana saja dan berdampak kemana saja.
Lebih lanjut, penggunaan internet oleh teroris atau sekelompok orang untuk melakukan kejahatan terorisme dikenal dengan cyber terrorisme. Dalam beberapa literature hukum Internasional disebutkan cyber terrorisme menjadi bagian atau bentuk dari cyber crime. Dengan menggunakan Internet para teroris dapat dengan mudah melakukan serangan (cyber attack) karena lewat internet mereka tidak dapat diidentifikasi. Banyak keuntungan yang di peroleh teroris saat melakukan penyerangan ( cyber attack ) lewat internet. Berbeda dengan terror yang menggunakan bom, para teroris harus berada di tempat kejadian, dengan menggunakan internet para teroris dapat melakukan aksi tanpa harus berada di tempat kejadian.

Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan, mengakibatkan masyarakat semakin mengalami ketergantungan kepada komputer.
Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer.

Perkembangan yang pesat dalam pemanfaatan jasa internet juga mengundang terjadinya kejahatan.Cybercrime merupakan perkembangan dari computer crime. Rene L. Pattiradjawane menyebutkan bahwa konsep hukum cyberspace, cyberlaw dan cyberline yang dapat menciptakan komunitas pengguna jaringan internet yang luas (60 juta), yang melibatkan 160 negara telah menimbulkan kegusaran para praktisi hukum untuk menciptakan pengamanan melalui regulasi, khususnya perlindungan terhadap milik pribadi. (Rene L. Pattiradjawane, 2000).

John Spiropoulos mengungkapkan bahwa cybercrime memiliki sifat efisien dan cepat serta sangat menyulitkan bagi pihak penyidik dalam melakukan penangkapan terhadap pelakunya. (Jhon Sipropoulus, 1999) Hukum yang salah satu fungsinya menjamin kelancaran proses pembangunan nasional sekaligus mengamankan hasil-hasil yang telah dicapai harus dapat melindungi hak para pemakai jasa internet sekaligus menindak tegas para pelaku cybercrime.

Kriminalitas yang menggunakan internet sebagai media atau kerap disebut sebagai cyber crime telah melonjak drastis. Hal ini sesuai dengan adagium yang mengatakan bahwa “crime is product of society itself”, di mana kejahatan dengan modus teknologi informasi ini akan semakin berkembang di dalam masyarakat yang semakin terbiasa dengan dunia maya. Secara sederhana International Telecommunciation Union (ITU) mengemukakan bahwa definisi dari cybercrime adalah kejahatan yang melibatkan komputer baik sebagai alat, target ataupun perantara untuk melakukan kejahatan konvensional.

Secara garis besar cyber crime terdiri dari beberapa jenis:

a. Offences against Confidentiality, integrity and Availability of Computer Systems and Data, adalah kejahatan yang bertujuan untuk mengakses, menyadap data atau system secara illegal.

b. Content Related Offences, adalah kejahatan komputer yang menggunakan konten dalam komputer untuk kejahatan seperti pornografi, menyebarkan fitnah, Judi .Dll.

c. Copyright and Trademark Related Offences, adalah kejahatan yang melanggar hak cipta atau merek dagang, seperti pembajakan.

d. Computer Related Offences, adalah kejahatan yang menggunakan sistem komputer untuk mengambil data-data tertentu, seperti identitas, nomor tanda pengenal sampai rekening bank.

e. Combination Offences , adalah kejahatan yang memadukan antara cybercrime dan kejahatan konvensional seperti cyberterrorism, cyberwarfare, dan cyber laundering.

Bentuk baru dari kejahatan terorisme menjadi cyber terrorisme telah berpengaruh pada aturan-aturan hokum yang berlaku di Negara-negara maupun hukum internasional, karena aturan-aturan tentang terorisme, baik aturan hokum nasional, regional maupun Internasional tidak mengatur secara jelas tentang penggunaan teknologi dalam melaksanakan aksi terror.

Suatu cyber crime berupa serangan pada system elektronik harus dibedakan dengan cyber terrorism. Serangan di sebut sebagai cyber terrorism , selain adanya penggunaan technology, harus dilihat pula identitas orang yang melakukannya, motif dan tujuan yang mereka lakukan, serta akibatnya. Serangan cyber terrorism haruslah berakibat pada kekerasan pada seseorang atau barang atau setidaknya cukup menyebabkan ancaman bahaya untuk menimbulkan ketakutan. Sebab meskipun dilakukan dalam suatu system elektronik, serangan cyber terrorism tetap terdiri dari unsur-unsur yang umumnya terdapat pada terorisme.

Terdapat dua bentuk kegiatan cyber terrorism, yaitu bentuk cyber terrorism sebagai serangan dan sebagai pendukung. Dalam bentuk kegiatan cyber terrorism sebagai serangan, technology informasi merupakan alat dan objek serangan. Suatu serangan cyber terrorism untuk memenuhi unsur terrorisme yang menimbulkan rasa takut yang meluas, adalah berupa serangan langsung pada system computer yang berakibat ancaman pada nyawa, misalnya mengacaukan system control pesawat atau mengacaukan rekaman medis suatu rumah sakit. Serangan tersebut juga di tujukan pada infrastruktur penting yang digunakan untuk kehidupan orang banyak, sehingga gangguan terhadap infrastruktur tersebut dapat memberikan dampak yang menimbulkan ancaman fisik maupun rasa takut meluas.

Bentuk cyber terrorism yang kedua adalah sebagai pendukung , dimana jaringan system informasi digunakan teroris untuk keperluan organisasinya.

Cepat atau lambat ancaman cyber terrorism tidak hanya akan mempengaruhi keamanan nasional tapi juga akan mempengaruhi keamanan internasional.

Istilah cyber terrorism telah diperkenalkan sejak tahun 1997 oleh Barry Collin, seorang peneliti senior pada institute for security and intelligence di California, Amerika Serikat. Dalam pandangan Collin, komputerisasi dalam berbagai bidang kehidupan manusia menciptakan kerentanan baru. Kerentanan itu dapat diekploitasi untuk aksi terrorisme baik melalui pengrusakan (destruction), pengubahan (alteration), dan akusisi dan retransmisi (acquisition and tetransmission) yang tujuannya untuk menimbulkan kekacauan dan terror.

Cyber terrorism merupakan salah satu bentuk kejahatan cyber. Dari segi konsep cyber terrorism tidak jauh berbeda dengan terorisme secara tradisional, hanya saja disini memiliki unsur cyber. Beberapa peneliti berpendapat bahwa kegiatan terorisme di cyber space dianggap sebagai cyber terrorisme.

Dalam Jurnalnya Rabiah dan Zahri mengemukakan konsep keranga cyber terrorism.

a. Target
Dalam melakukan tindakan cyber terrorism menggabungkan target tertentu dengan khalayak yang lebih luas. Dengan ini sistem computer dan masyarakat sipil merupakan target yang menarik bagi cyber terrorist. Selain berfokus pada infrastruktur yang berbasis Teknik Informasi dan Komunikasi, cyber terrorism juga menargetkan masyarakat sipil. Serangan terhadap infrastruktur yang penting dari suatu Negara dapat menyebarkaan ketakutan dan membahayakan masyarakat yang tidak bersalah dikategorikan sebagai cyber terrorism.

b. Motif
Motif dari cyber terrorism bersifat social, politik dan keyakinan terhadap suatu paham atau ideology. Dengan motif ini cyber terrorist dapat menyerang jaringan informasi suatu Negara demi kepentingan mereka.

c. Metode Penyerangan
Metode penyerangan cyber terrorism menggunakan operasi jaringan computer.
- Komputer dan jaringan internetsebagai senjata atau alat untuk melakukan cyber attack
- Menjadi penyedia layanan informasi baik media elektronik maupun cetak. Dengan menjadi penyedia informasi para cyber terrorist mampu untuk mengontrol tingkah laku atau respon dari orang-orang yang menerima informasi tersebut.
- Menyebarkan propaganda lewat media informasi. Seiring berkembangnya zaman kondisi penyebaran informasi menjadi semakin cepat , sehingga ini dimanfaatkan oleh cyber terrorist untuk melakukan propaganda tentang kegiatan teroris mereka.

d. Domain
Cyber terrorism adalah konvergensi dari cyber space dan terorisme. Cyberspace baik diakses melalui system computer atau perangkat lain, adalah media bagi cyber terrorists melaakukan serangan.

e. Tindakan pelaku
Cyber terrorist melakukan tindakan melawan hokum dengan terencana untuk mengintimidasi atau memaksa pemerintah atau orang-orang dengan tujuan politik, social, atau tujuan ideology yang diapaham oleh mereka.

f. Dampak atau akibat
Cyber terrorism dilakukan untuk menyebabkan kerusakan serius pada infrastruktur suatu Negara maupun pada jaringan computer CBRN, hal ini akan berdampak pada stabilitas suatu Negara dan membahayakan masyarakat, selain itu akan berdampak terhadap keamana internasional.

Untuk itu, diperlukan aturan untuk menekan terjadinya kejahatan seperti ini. Namun, undang-undang nasional umumnya terbatas pada wilayah tertentu sehingga mempengaruhi konsep hukum yang ada. Jadi, penyelesaian untuk masalah yang ditimbulkan harus di tangani oleh hukum internasional yang memerlukan penerapan instrument hukum internasional yang memadai.

Didasari oleh pemahaman tersebut, akhirnya Dewan Eropa sejak tahun 1997 merancang proposal for a convention on cybercrime untuk menjawab tantangan perasalahan diatas.

Setelah beberapa kali pembahaan, naskah convention on cybercrime disetujui dan ditandatangani oleh 38 negara di Budapest, Hungaria pada tanggal 23 November 2001.
Konvensi ini memiliki 4 Bab yaitu (1) Use of term; (2) Measures to be taken at domestic level- substantive law and procedural law; (3) International co-operation; (4) final clauses.

Pada bab pertama mencakup mengenai konsep dan ruang lingkup yang sesuai dengan prinsip dari convention on cybercrime, hal ini diajukan untuk mengimplementasikan konvensi ini. Bagian pertama ini tercantum dalam pasal 1.
Article 1 – Definitions
For the purpose of this convention :

a. "computer system" means any device or a group of interconnected or related devices, one or more of which, pursuant to a program, performs automatic processing of data;

b. “computer data” means any representation of facts, information or concepts in a form suitable for processing in a computer system, including a program suitable to cause a computer system to perform a function;

c. “service provider” means: i any public or private entity that provides to users of its service the ability to communicate by means of a computer system, and ii any other entity that processes or stores computer data on behalf of such communication service or users of such service;

d. “traffic data” means any computer data relating to a communication by means of a computer system, generated by a computer system that formed a part in the chain of communication, indicating the communication’s origin, destination, route, time, date, size, duration, or type of underlying service.

Bab ke dua dari convention on cybercrime terbagi dalam 3 bagian, yaitu substantive criminal laws, procedural law dan jurisdiction.

Bagian pertama mencakup pasal 2 sampai pasal 13.

Tujuan dari bagian pertama ini untuk meningkatkan sarana untuk mencegah dan menekan kejahatan yang berhubungan dengan komputer dengan menetapkan standar minimum umum untuk pelanggaran yang berkaitan.

Pasal 2 sampai pasal 12 merupakan daftar pelanggaran (hukum pidana substansif) dan pasal 13 merupakan bentuk sanksi dan hukuman untuk pelanggaran yang tercantum dalam pasal 2 sampai pasal 12.
Salah satu kasus cyber terrorism yang baru saja terjadi adalah serangan virus petya yang menyerang dunia pertengahan tahun 2017.

Komputer korban yang terinfeksi Petya akan menampilkan sebuah pesan. Intinya menyatakan bahwa komputer tersebut sudah diblokir. Pemilik komputer diharuskan untuk menebusnya dengan membayar senilai 300 dollar AS dalam bentuk mata uang elektronik Bitcoin.

"Jika Anda melihat teks ini, maka file Anda tidak dapat diakses lagi, karena telah dienkripsi. Mungkin Anda sibuk mencari cara untuk memulihkan file Anda, tapi jangan buang waktu Anda. Tidak ada yang bisa memulihkan file Anda tanpa dekripsi kami, "kata pesan tersebut, menurut sebuah screenshot yang diposting oleh Channel 24 Ukraina.

Program jahat ini hadir dengan berbagai nama. Banyak perusahaan keamanan menyebutnya sebagai Petya. Jika  Petya berhasil menginfeksi komputer, ia akan mengenkripsi keseluruhan drive alias harddisk.

Kondisi ini diperparah karena serangan dikombinasikan melalui celah keamanan EternalBlue dan EternalRomance. Kemudian ia mengeksploitasi SMB yang sebelumnya digunakan WannaCry untuk masuk ke jaringan dan menyebar melalui PSExec untuk menyebar di dalam jaringan.
Petya akan menyebar hanya melalui LAN, dan tidak melalui internet. Hanya dibutuhkan satu komputer yang belum di-patch untuk masuk ke  jaringan, ransomware bisa langsung mendapatkan hak administrator dan menyebar ke komputer lain dalam satu jam.

Akibatnya banyak bank, jaringan listrik dan perusahaan pos terinfeksi. Bahkan kantor-kantor pemerintah yang memiliki keamanan berlapis berhasil ditembus.

Petya, sang virus tidak sekadar mengunci file di harddisk, tapi melumpuhkan seluruh komputer. Petya mengunci komputer dengan enkripsi dua lapis. Enkripsi pertama mengunci file sasaran secara indvidual. Enkripsi kedua mengunci struktur partition table NTFS di harddisk sehingga komputer tidak bisa masuk ke sistem operasi.

Si virus Petya juga menjalankan instruksi khusus yang memaksa sistem crash dan reboot sehingga komputer tidak bisa dipakai, sampai korban membayar tebusan senilai 300 dollar AS yang diminta.

Serangan virus komputer baru ini dipercaya menyerang Ukraina pertama kali sebelum menyebar ke seluruh dunia.

Serangan virus komputer baru ini menyebabkan tidak beroperasinya komputer di operator pelabuhan milik Maersk, serta menyerang komputer di pabrik cokelat di Australia.

Perusahaan minyak terbesar Rusia, bank-bank di Ukraina serta firma multinasional sebelumnya terkena serangan virus ini. Serangan ini memperlihatkan betapa agresifnya para peretas atau hacker, dan bahwa setiap bisnis di dunia harus mengamankan jaringan komputernya.

Ransomware Petya ini meminjam sejumlah fitur kunci Ransomware WannaCry yang menyerang bulan lalu.

ESET, vendor antivirus yang berbasis di Bratislava, mengatakan 80 persen infeksi virus menyerang bisnis di Ukraina. Sementara Italia jadi negara kedua yang paling parah terkena serangan, sebanyak 10 persen.

Perusahaan pengapalan raksasa A.P. Moller-Maersk yang memiliki jaringan global, memiliki salah satu pusat logistik di Ukraina. Akibat serangan tersebut, komputer di pusat logistik tersebut tidak bisa mengakses order baru.

Di Australia, serangan ransomware Petya menyerang pabrik cokelat Cadbury di Tasmania. Semua komputer pekerja mati.
Serangan Randomware Petya ini menyerang komputer yang menjalankan program Windows dari Microsoft Corp. Caranya, dengan mengenkripsi hard drive dan menulis ulang file yang dikenai..
BNP Paribas Real Estate (BNPP.PA), sebuah perusahaan penyedia layanan pengelolaan properti dan investasi juga mengaku menjadi korban serangan virus Petya. Namun, mereka enggan mengungkapkan seberapa besar dampak serangan siber tersebut.

Virus Petya, yang dilaporkan telah mengadopsi fitur ransomware WannaCry, akan memblokir sistem komputer dan mengenkripsi seluruh data di dalamnya.

Terkait serangan siber global terbaru, para pakar keamanan masih mempertanyakan apakah motivasi peretasan murni pemerasan atau terdapat motif lainnya. Sebab, serangan ini terjadi tak lama setelah serangan WannaCry melanda puluhan negara.

Berdasarkan kasus diatas, pasal 2 sampai pasal 6  pada Council of Europe Convention on Cybercrime bisa menjadi dasar hukum yang dapat di terapkan pada kejahatan tersebut.

Pasal 2 – Akses Ilegal
Pihak Negara harus menerapkan undang-undang dan mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan untuk di tetapkan sebagai tindakan pidana : Mengakses secara sadar seluruh atau sebagian dari seistem computer tanpa hak. Pihak Negara berhak mensyaratkan bahwa pelanggaran tersebut melibatkan pelanggaran langkah-langkah pengamanan dengan maksud untuk mengambil data computer atau untuk niat lain yang tidak jujur, atau berkaitan dengan sebuah system computer yang tersambung kepada computer lainnya.

Pasal 3 – Penyadapan illegal
Pihak Negara harus menerapkan undang-undang dan mengambil tindakan lain sebagaimana mungkin perlu untuk ditetapkan sebagai tindak pidana : menyadap tanpa hak, melalui teknik-teknik tertentu, transmisi data computer yang bukan milik umum dari atau dalam sebuah system computer, termasuk emisi elektromagnetik dari sebuah system computer yang membawa data computer tersebut. Pihak Negara mensyaratkan bahwa tindakan-tindakan tersebut dilakukan dengan tujuan yang tidak jujur, berkaitan dengan system computer yang tersambung kepada system computer lain.

Pasal 4 – Gangguan data
1. Pihak Negara harus menerapkan undang-undang dan mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan untuk di tetapkan sebagai tindak pidana : Pengrusakan, penghapusan, pemburukan, perubahan, atau menahan data computer tanpa hak dan dengan sengaja;
2. Pihak Negara berhak menyaratkan bahwa perilaku yang disebutkan pada paragraph pertama menimbulkan dampak buruk yang serius.

Pasal – 5 Gangguan system
Pihak Negara harus menerapkan undang-undang dan mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan untuk di tetapkan sebagai tindak pidana : secara serius merintangi fungsi dari sebuah system computer dengan tanpa hak melalui memasukkan, memindahkan, merusak, menghapus, memperburuk, mengubah, atau menahan data computer.

Pasal 6 – Penyalahgunaan perangkat
1. Pihak Negara harus menerapkan undang-undang dan mengambil tindakan-tindakan lain yang diperlukan untuk ditetapkan sebagai tindak pidana : jika dilakukan secara sadar dan tanpa hak :

     a. Produksi, penjualan, pengadaan, impor, distribusi, atau mengadakan hal-hal seperti :
        i. Sebuah perangkat termasuk program computer yang didesain atau diadopsi utamanya untuk tujuan melakukan suatu jenis tindak pidana sebagaimana telah ditetapkan dalam pasal 2 sampai 5;
             ii. Sebuah kata kunci computer, kode akses, atau data serupa yang bisa membuat keseluruhan atau sebgian system computer dapat diakses, dengan tujuan digunakan untuk melakukan suatu tindakan pidana seperti yang disebutkan dalam pasal 2 sampai 5 dan

     b. Pemilikan sebuah benda yang dimaksud didalam paragraph a.i atau ii diatas, dengan maksud akan digunakan untuk melakukan tindak pidana seperti yang disebutkan dalam pasal 2 sampai 5. Pihak Negara berhak mensyaratkan atas nama hokum bahwa benda-benda yang disebutkan diatas dimiliki sebelum petanggungjawaban hukum muncul.

2. Pasal ini tidak boleh diterjemahkan sebagai menetapkan konsekuensi hokum bagi kejahatan diaman produksi, penjualan, pengadaan, impor, distribusi, atau mengadakan hal-hal yang disebut dalam pasal 2 sampai pasal 5 konvensi ini, seperti untuk pengujian atau perlindungan sebuah system computer yang diperbolehkan.

3. Setiap pihak Negara diperbolehkan untuk tidak menerapkan paragraph 1 pasal ini jika kekhususan tersebut tidak berkaitan dengan penjualan, distribusi atau pengadaan hal-hal yang disebutkan dalam paragraph 1 a.ii pasal ini.

Kelima pasal ini merupakan pelanggaran terhadap kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan data computer dan system.
Kemuadian pasal 13 merupakan pasal sanksi dan tindakan yang harus diambil oleh Negara peserta.

Pasal 13 – Sanksi-sanksi dan tindakan-tindakan
1. Pihak Negara harus menerapkan undang-undang dan pendekatan-pendekatan lain yang diperlukan untuk menjamin pelanggaran yang dimaksud oleh pasal 2 sampai pasal 11 dapat dihukum dengan sanksi yang efektif, proporsional, dan membuat jera, termasuk pencabutan kebebasan.

2. Pihak Negara perlu menjamin bahwa individu-individu yang diminta pertanggungjawabannya sebagaimana disebut dalam pasal 12 diberi sanksi yang efektif, proporsional, dan membuat jera atau memberi tindakan lainnya, termasuk sanksi keuangan.

Pasal ini membuka kemungkinan sanksi atau tindakan yang mencerminkan keseriusan pelanggaran, misalnya lain, tindakan-tindakan yang dimaksud dapat mencakup perintah atau perampasan.
Konvensi ini memberikan kebebasan kepada Negara pihak dalam mengambil keputusan untuk dapat menciptakan system tindak pidana dan sanksi yang kompatibel dengan hukum nasional yang sudah ada.

Cyber Law Negara Indonesia:

Munculnya Cyber Law di Indonesia dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama pada saat itu adalah pada “payung hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Cyber Law digunakan untuk mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada cyber Law ini juga diatur berbagai macam hukuman bagi kejahatan melalui internet.

Cyber Law atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sendiri baru ada di Indonesia dan telah disahkan oleh DPR pada tanggal 25 Maret 2008. UU ITE terdiri dari 13 bab dan 54 pasal yang mengupas secara mendetail bagaimana aturan hidup di dunia maya dan transaksi yang terjadi di dalamnya. 

Perbuatan yang dilarang (cybercrime) dijelaskan pada Bab VII (pasal 27-37), yaitu:
Pasal    27:       Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan.
Pasal    28:       Berita bohong dan Menyesatkan, Berita kebencian dan permusuhan
Pasal    29:      Ancaman Kekekrasan dan Menakut-nakuti.
Pasal    30:       Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking.
Pasal    31:       Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi.

Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyber law ini yang terkait dengan terotori. Misalkan, seorang cracker dari sebuah Negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Yang dapat dilakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan/ hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia.

Adapun beberapa cara penanggulangan cyber terrorism :
Melakukan modernisasi hukum pidana nasional beserta hukum acaranya, yang diselaraskan dengan konvensi internasional yang terkait dengan kejahatan tersebut.
Meningkatkan pemahaman serta keahlian aparatur penegak hukum mengenai upaya pencegahan, investigasi dan penuntutan perkara-perkara yang berhubungan dengan cybercrime.
Meningkatkan kesadaran warga negara mengenai masalah cybercrime serta pentingnya mencegah kejahatan tersebut
Meningkatkan sistem pengamanan jaringan komputer nasional sesuai standar internasional.

Council of Europe Convention on Cyber crime merupakan suatu organisasi international dengan fungsi untuk melindungi manusia dari kejahatan dunia maya dengan aturan dan sekaligus meningkatkan kerjasama internasional. 38 Negara, termasuk Amerika Serikat tergabung dalam organisasi international ini. Tujuan dari organisasi ini adalah memerangi cybercrime.

Tujuan utama dari Council of Europe Convention on Cyber Crime adalah untuk membuat kebijakan “penjahat biasa” untuk lebih memerangi kejahatan yang berkaitan dengan komputer seluruh dunia melalui harmonisasi legislasi nasional, meningkatkan kemampuan penegakan hukum dan peradilan, dan meningkatkan kerjasama internasional.
Sejak fenomena terorisme menjadi diskusi dalam skala internasional, para ahli berpendapat perkembangan era globalisasi telah mempengaruhi juga terhadap perkembangan gerakan terorisme. 

Globalisasi berpengaruh pada perkembangan teknologi komunikasi yang akhirnya menciptakan dunia komunikasi yang berbasis computer, yang didalam kehidupan sehari-hari di kenal dengan internet.

Jaringan Internet di manfaatkan oleh para pelaku terorisme yang menunjang kegiatan teroris mereka, penggunaan internet oleh teroris di kenal dengan “terrorist use the internet”.

Penggunaan ini hampir sama dengan pengguna internet yang lain. Mereka menggunakan internet untuk berkomunikasi dengan sesamanya dan untuk mencari pendukung dengan menyebarkan propaganda lewat situs-situs internet. Mereka juga menggunakan internet untuk menyebarkan atau mendistribusikan informasi (foto, audioa, video, dan software), mencari informasi untuk kegiatan terorismenya.

Cyber terrorism bukan lagi suatu fenomena tetapi telah secara nyata menjadi suatu bentuk kejahatan. Hal ini memberikan dampak negative pada system komunikasi dan system infrastruktur yang telah menggunakan jaringan internet maupun satelit. Luasnya daya jangkau jaringan internet memberikan keuntungan bagi para pelaku kejahatan terorisme atau kejahatan cyber. Kejahatan yang dilakukan oleh mereka dapat mengancam kemanan nasional maupun internasional.

Dalam convention on cybercrime pemidanaan atau pemberian sanksi terhadap pelaku kejahatan cyber diserahkan sepenuhnya kepada Negara yang telah meratifikasi atau mengaksesi konvensi tersebut. Pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku pelanggaran menurut konvensi ini adalah sanksi yang efektif, proporsional, dan dapat mendidik termasuk pidana penjara.