Selasa, 24 September 2019

NEGERI ORANG SINTING


Saya pikir, saya hanya sinting, tapi sepertinya, saya juga hidup di negeri orang sinting. Negeri yang karena sintingnya tidak bisa membuat hidup jadi tenang, negeri para penguasa, yang juga sinting.

Negeri orang sinting ini, dulunya pernah waras, ketika manusia-manusianya masih beradab, masih bijak, masih berakal.

Sekarang manusia-manusianya hanya berilmu, pongah, dan berotak. Gak ngerti ? Liat aja orang sinting, mereka itu banyak juga yang berilmu, jago bahasa inggris misalnya, tapi gak beradab, pongah tertawa dan merasa hebat, juga mereka punya otak, tapi akalnya sudah hilang. Persis orang-orang di negeri ini, sinting.

Di negeri orang sinting ini, tidak ada istilah menjadi orang baik, yang ada hanya pencitraan, tidak ada istilah menjadi orang jahat, yang ada hanya khilaf.

Di negeriorang sinting ini juga, Tuhan bisa kamu ancam, Agama bisa kamu jual. Oh, tidak lupa, disini surga atau neraka bukan milik Tuhan, dan lahan surga bisa kamu pesan beserta bidadarinya, mau berapa hektar ?.

Tingkat keimanan ? tentu saja di ukur dan di tentukan berdasarkan siapa calon penguasa pilihanmu. Kamu bisa menjadi kafir hina dina atau menjadi pemuka agama seketika. Kalimat tauhid kini bisa kamu jumpai di pasar-pasar atau pedagang kaki lima pinggir jalan. Kalau mau harga yang lebih murah, kamu bisa scroll di olshop, banyak pilihannya.

Take a beer, adalah satu-satunya yang paling memabukkan disini. Jika minum anggur merah dua botol bisa membuat satu orang mabuk melayang, maka satu take a beer bisa membuat segolongan orang mabuk sampai bunuh-bunuhan.

Lalu, apa kabar kitab suci ? tentu saja masih di baca, seperlunya. Kita butuh dalil pembenaran, bukan ? Pembenaran dalil dari Tuhan yang terancam, haha.

Karena ini Tuhan, karena ini negeri ini menjadi sinting, Tuhannya tidak lagi Maha Kuasa, menjadi kerdil yang tidak bisa apa-apa jika tak ada yang menyembah. KalimatMu bukan lagi suatu kebenaran, melainkan sebuah pembenaran, kitabMu tidak lagi di baca seutuhnya, tapi sebutuhnya, AgamaMu bukan lagi penyelamat melainkan sebuah alasan untuk menghalalkan darah ciptaanMu yang lain. Oh yah, sungguh ini bukan sebuah ancaman, tapi Tuhan, jika Engkau tidak mengambil kembali kunci surga dan nerakaMu lalu tidak mewaraskan kembali semua orang-orang sinting ini, maka saya kwatir Tuhan, saya kwatir tidak ada lagi yang akan menyembahmu.

Negeri yang dulu tak punya masalah dengan pluralism, kini menjadi sinting mayoritas atau minoritas. Ketika kamu hanyalah minoritas disini, maka kamu hanyalah sampah, tak perduli jika kenyataannya kamu adalah emas permata terbaik, tidak, kamu tetaplah sampah. Semua selain golonganmu adalah musuh. Semua yang tak sepemikiran denganmu adalah lawan. Karena itu, sial sekali yang menjadi minoritas disini. Negeri demokrasi yang hampir mati karena demokrasi. Ah, crazy.

Di Negeri orang sinting ini, saya melihat ada satu orang yang hidupnya malang sekali, dia adalah satu-satunya orang yang harus menanggung semua dosa dan kesalahan di negeri ini, tanpa terkecuali. Mulai dari kerusuhan sampai kebakaran hutan, tentu saja semua menjadi salahnya. Dia adalah pemimpin negeri ini, pemimpin terpilih yang di tolak oleh rakyat, entah rakyat yang mana. Saya suka memperhatikan dia, prinsipnya adalah kerja, kerja, kerja. Tapi pak, orang sinting tidak suka bekerja. Mereka sukanya keluyuran, makan dan tidur. Yah, sesekali bikin keributan lalu tertawa.

Bapak ingat, keributan papua kemarin ? Itu salah bapak. Bukan salah provokatornya. Bapak harus turun tangan bukan ? Atau Papua melepaskan diri. Jika itu terjadi, tentu saja bapak dianggap gagal sebagai seorang pemimpin. Kenapa harus Papua ? karena suara bapak menang mutlak disana, juga tindakan rasis sangat mudah dilakukan, jika sampai Papua melepaskan diri, semua akan bertanya-tanya, kenapa suaranya bisa unggul disana ? Ah, bapak curang yah ?

Belum tenang Papua, muncul revisi UU KPK, revisi yang poinnya tidak masuk akal, maklum yang meminta revisi memang orang-orang sinting. Tapi dari semua poin sinting itu, yang salah adalah bapak. Tentu saja, dewan sinting yang merancang dan mengajukan revisi tidak di salahkan sama sekali, padahal semua poin itu bersumber dari kepalanya dewan-dewan sinting itu. Ah, bapak berusaha melemahkan KPK yah ?

KPK masih ribut, kabut asap di mana-mana, kebakaran hutan. Semua menyebut nama bapak. Tentu saja, sebagai orang yang disalahkan. Pemdanya menghilang entah kemana, katanya lagi liburan, tapi tetap saja pemda tidak akan disalahkan. Kan sudah kubilang, Pak, orang sinting tidak suka bekerja. Perusahaan yang ikut andil menyebabkan kebakaran juga tidak menjadi sorotan, pokoknya ini salah bapak. Ah, bapak ingkar janji yah ? Katanya waktu kampanye kemarin tidak akan ada lagi kebakaran hutan ?

Sekarang, lagi-lagi RUU KUHP. Pro dan kontra. Saking sintingnya, hukuman untuk para koruptor minta di ringankan, jelas pasal pesanan demi setoran di akhir jabatan. Tapi ujung-ujungnya, bapak akan terdesak mundur juga. Lagipula saya merasa sedikit aneh ketika orang-orang sinting yang malas bekerja itu tiba-tiba begitu bersemangat merevisi dua UU dalam waktu singkat.

Mereka bilang, Indonesia punya banyak utang, tapi saat pajak di naikkan, katanya mencekik rakyat. Bayar tol mahal, cicil mobil murah. BPJS mahal, harga rokok gak ada masalah. Pola pikir orang sinting memang sulit dimengerti.

Aish, politik memang kotor yah. Bapak bisa saja menolak segala revisi, tapi akan dianggap tidak sejalan dengan dewan-dewan sinting itu. Jika bapak setuju maka bapak akan dianggap merugikan rakyat. Sepertinya di saat-saat terakhir ini bapak di gempur habis-habisan yah ? Orang-orang sinting memang bisa panik juga, terutama saat merasa terancam, satu bulan terakhir sebelum semuanya berakhir, mereka jadi betul-betul sinting. Saya penasaran bagaimana bapak akan bertahan di negeri orang sinting ini.

Kemarin, saya melihat postingan bapak di Instagram, menjelaskan tentang semua kerja-kerja dan usaha yang bapak lakukan, juga tentang pemerintahan yang bukan hanya bapak seorang. Tanggung jawab juga  ada pada dewan sinting sampai pemda sinting. Tapi percuma pak, di negeri sinting ini, pencatat kebaikan dan keburukan bukan lagi melaikat melainkan netijen. Malaikatnya sudah di pecat mungkin.

Akibatnya, hari ini saya melihat postingan tentang Mahasiswa yang turun kejalan, memblokade sehingga orang-orang yang mau bekerja tidak bisa lewat. Mereka membakar ban di tengah jalan dengan spanduk “Rakyat Menolak” Bapak. Dari semua kerja-kerja dan upaya yang bapak lakukan, bapak tetap saja di tolak oleh rakyat yang entah rakyat yang mana.

Maklumlah pak, layaknya orang sinting, mereka sangat mudah berubah-ubah, tiba-tiba saja menjadi begitu peduli dengan negara, padahal pengetahuan mereka tentang negara entah sampai mana. Tiba-tiba saja menjadi aktivis yang menyampaikan suara rakyat, yang saya tidak yakin mereka tahu atau tidak rakyat yang mana yang mereka wakilkan. Tiba-tiba semua turun ke jalan, dengan isu menolak revisi Undang-undang, tapi yang mereka serukan turunkan presiden. Sebenarnya yang mereka tolak itu revisinya atau presiden terpilihnya ? Haish, sinting memang.

Sekian dan tak ada terima kasih.
Orang sinting - chaan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar