Kamis, 09 September 2021

PRINSIP HUKUM INTERNASIONAL DALAM PEMANFAATAN RUANG ANGKASA


Jika Negara memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif atas ruang udara, namun tidak demikian halnya dengan ruang angkasa. Prinsip-prinsip yang berlaku untuk ruang angkasa dijabarkan dalam Traktat Luar Angkasa. Traktat ini ditandatangani pada tanggal 27Januari 1967 dan mulai berlaku pada tanggal 10 Oktober 1967. Pada Mei 2013 lalu, 102 Negara lainnya telah menandatanganinya namun belum meratifikasinya. Beberapa asas penting yang ada dalam traktat luar angkasa adalah pelarangan penempatan senjata nuklir atau senjata pemusnah massal lainnya di luar angkasa, termasuk di orbit Bumi. Bulan dan benda langit lainnya hanya dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan damai dan percobaan senjata, manuver militer dan juga pendirian basis militer di luar angkasapun dilarang. Traktat ini secara eksplisit melarang klaim atas bulan atau benda langit lainnya dan menyatakan bahwa objek-objek tersebut merupakan warisan bersama manusia. Negara yang meluncurkan objek angkasa memiliki jurisdiksi dan control terhadap objek tersebut. Meskipun Negara tidak secara langsung meluncurkan benda ke objek-objek tersebut, namun Negara juga wajib turut bertanggungjawab atas kerusakan yang diakibatkan oleh objek angkasa yang mereka luncurkan.

Terdapat beberapa prinsip yang digunakan untuk mengatur kedaulatan diruang angkasa . Prinsip utama yang mengatur kedaulatan diruang angkasa antara lain :

1. Non Appropriation Principle yaitu prinsip yang menyatakan bahwa ruang angkasa beserta benda-benda dilangit merupakan Common Heritage Of Mankind atau milik bersama umat manusia yang artinya tidak dapat di klaim atau diletakkan dibawah kedaulatan suatu Negara.

2. Freedom Exploitation Principle yaitu prinsip yang menyatakan bahwa ruang angkasa adalah zona yang bebas untuk dieksploitasi oleh semua negara sepanjang digunakan untuk kepentingan yang bersifat damai. Dalam mengeksploitasi ruang angkasa berlaku prinsip kesamaan (equity).

Salah satu pemanfaatan ruang angkasa untuk tujuan komersial yaitu untuk kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah, swasta pada taraf nasional maupun internasional yang ditujukan guna mendapatkan suatu keuntungan ekonomi. Bentuk-bentuk aktivitas yang dikembangkan untuk di komersialkan adalah komunikasi, penginderaan jauh, sistem transportasi ruang angkasa, pengolahan bahan (manufacturing), pembangkit tenaga dan pertambangan (mining). Aktivitas komersial di ruang angkasa tidak hanya memberikan keuntungan. Namun, dapat pula menimbulkan akibat berbahaya. Akibat negatif dari aktivitas ruang angkasa ini tidak hanya sekedar beresiko kehilangan atau kerusakan namun dapat juga mempengaruhi keberadaan umat manusia secara keseluruhan, merusak lingkungan Bumi, mencemari atmosfir dan menimbulkan gangguan berat terhadap kehidupan. Karena akibat inilah mengapa Negara dan bukan masing-masing pelaku langsung yang dibebani pertanggungjawaban internasional terhadap aktivitas nasional di ruang angkasa, baik yang dilakukan oleh badan-badan pemerintah ataupun swasta.

Terdapat pembatasan-pembatasan utama dalam konsep pertanggungjawaban Negara dalam ruang angkasa terhadap kebebasan melakukan aktivitas terutama yang bertujuan komersil dalam Space Treaty 1967, yaitu :

1. Aktivitas harus dilakukan untuk kepentingan dan keuntungan semua Negara berdasar pada prinsip Non Diskriminasi;

2. Adanya larangan pemilikan ruang angkasa dan benda-benda ruang angkasa lainnya;

3. Penggunaan ruang angkasa termasuk bulan dan benda langit lainnya hanya untuk tujuan damai;

4. Kewajiban melindungi luar angkasa dan aktivitas ruang angkasa lainnya;

5. Menaati prosedur dan persyaratan eksploitasi sumber daya alam di ruang angkasa;

6. Memberikan perizinan dan mengawasi secara terus-menerus aktivitas nasionalnya;

7. Melaksanakan yurisdiksi dan pengawasan terhadap pesawat ruang angkasa termasuk para awaknya yang didaftarkan di Negaranya;

8. Mendaftarkan pesawat ruang angkasa;

9. Memberikan kesempatan kepada Negara lain untuk melakukan pengawasan berdasarkan prinsip timbal balik;

10. Memberikan tanggungjawab berupa ganti rugi terhadap pihak lain yang dirugikan manakala aktivitas ruang angkasa itu telah merugikan pihak lain.

Apabila dalam suatu aktivitas menimbulkan kerugian kepada pihak lain, Negara wajib memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Prinsip dan prosedur pemberian ganti rugi ini dijabarkan dalam Liability Convention 1972 yang telah menetapkan dua prinsip hukum yang mengatur tentang tanggung jawab untuk ganti rugi, yaitu :

1. Apabila kerugian terjadi diatas permukaan Bumi, maka pihak Negara peluncur bertanggungjawab secara penuh dan mutlak.

2. Apabila terjadi kerugian bukan diatas permukaan Bumi dan menimpa benda angkasa milik Negara peluncur lain atau orang dan harta milik Negara peluncur lain maka Negara peluncur yang menimbulkan kerugian itu harus bertanggungjawab dan negara yang dirugikan harus dapat membuktikan adanya unsur kesalahan atau kelalaian besar dipihak Negara peluncur tersebut.

Pada tahun 1976, lahirlah Registration Convention, yaitu konvensi yang mengatur pendaftaran obyek antariksa, tujuan pembentukan konvensi ini agar Negara yang turut langsung mengeksplorasi ruang angkasa dapat di control dengan baik oleh PBB dengan mendaftarkan obyek ruang angkasa mereka. Adapun selanjutnya adalah Moon Agreement 1979 dimana perjanjian ini bersifat multilateral dengan tujuan mengubah semua benda langit menjadi masyarakat internasional yang dimana segala hal atau ketentuan untuk pemanfaatan benda langit tersebut hendaklah dikonfirmasi ke hukum internasional termasuk Piagam PBB. Perjanjian ini menitikberatkan terhadap pemanfaatan ruang angkasa serta melarang segala bentuk kegiatan militer kecuali kegiatan militer yang digunakan untuk perdamaian luar angkasa. 

DAFTAR PUSTAKA

https://bahasan.id/kedaulatan-di-wilayah-ruang-angkasa-outter-space/

Noor, Dimitri Anggrea, Sudiarta, I Ketut, Tanggung Jawab Negara Berdasarkan Space Treaty 1967 Terhadap Aktivitas Komersial di Luar Angkasa, Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Ikhwansyah, Fadel Muhammad, Efisiensi Hukum Ruang Angkasa Internasional : Problematika Dibalik Outer Space Treaty 1967, Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan.


HAK ASASI PEREMPUAN



Gagasan bahwa perempuan tidak setara dengan laki-laki sudah ada sejak abad ke-4 SM. Masyarakat Yunani Kuno menempatkan perempuan sebagai sosok yang lebih rendah dari laki-laki. Pemahaman ini mejadi alasan mengapa setiap ada pemilihan umum, perempuan tidak pernah dilibatkan. Perempuan dianggap tidak memiliki akal sehat seperti laki-laki dan tidak mampu membuat keputusan rasional. Bukan hanya itu, perempuan yang sudah menikah ditempatkan sebagai sosok yang harus tunduk kepada suaminya meski diperlakukan tidak adil. Hukum di Athena pun membiarkan seorang suami bertindak sesuka hati, bahkan untuk berselingkuh. Sebaliknya, jika perempuan yang berselingkuh, maka suami berhak membunuh istrinya. Pada masa revolusi Prancis, The Declaration of the Rights of Man and of the Citizen, salah satu aturan pelopor hak sipil yang disahkan pada tahun 1789, menyebut hak asasi manusia sebagai rights of all men ( hak semua lelaki ), bukan human rights ( hak asasi manusia ). Penyataan ini secara tidak langsung belum menagkui perempuan sebagai manusia dengan hak asasi.

Sebelum abad ke-18, perempuan masih belum dianggap sebagai manusia rasional dengan akal sehat yang berhak punya hak setara dengan laki-laki. Akibatnya, perempuan tidak punya hak untuk memilih dan dipilih dalam politik. Perempuan New Zaeland merupakan yang pertama di dunia yang mendapat hak pilih pada tahun 1893. Perjuangan hak sipil dan politik perempuan terus menjalar ke seluruh dunia. Perempuan Amerika dan Inggis berjuang hingga mendapat hak suara pada 1920, walau masih terbatas pada perempuan kulit putih. Di hadang diskriminasi rasial dan kekerasan, pengakuan hak sipil perempuan dan laki-laki kulit hitam serta oran Asia menyusul 45 tahun kemudian. Setelah Peran Dunia II berakhir, Deklarasi Universal HAM, aturan yang melindungi HAM secara universal dirumuskan. Hansa Mehta, perempuan asal India yang menjadi salah satu perumus DUHAM, mecetuskan perubahan kata dari ‘rights of all men’ menjadi ‘human rights’. Sebelum perjuangan Kartini pada akhir abad ke-19, [erempuan bangsawan Nusantara sudah giat memperbaiki kondisi perempuan, meski terbatas dilingkungan mereka. Di Jawa, Emansipasi perempuan dikalangan bangsawan mulanya tampak dilingkungan Keraton Pakualaman di Yogyakarta. Para pelopor saat itu prihatin terhadap terbatasnya akses pedidikan perempuan. 

Penegakan Hak Asasi Manusia merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. HAM ialah hak dasar yang sudah dimiliki oleh semua manusia sejak lahir, tiap-tiap manusia atau individu sudah memilikinya dan hal tersebut merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Tentunya dalam kalangan bermasyarakat kita sudah seharusnya menghormati hak-hak orang lain. Pengertian perempuan sendiri secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun, dalam bukunya Zaitunah Subhan, perempuan berasal dari kata empu yang artinya di hargai. Lebih lanjut, Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari wanita ke perempuan. Kata wanita dianggap berasal dari bahasa Sansekerta dengan dasar kata Wan yang berarti nafsu.

Hak Asasi Perempuan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Sesuai dengan komitmen internasional dalam deklarasi PBB 1993, maka perlindungan, pemenuhan, dan penghormatan hak asasi perempuan adalah yanggung jawab semua pihak baik lembaga-lembaga negara maupun partai politik dan lembaga swadaya masyarakat, bahkan warga negara secara perorangan memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan. Kekerasan seksual terhadap perempuan , terutama dalam bentuk perkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual. Hasil pemantauan komnas perempuan sejak 1998 menunjukkan bahwa kekerasan seksual memiliki dampak yang sangat khas bagi perempuan. Sebanyak 1/3 dari 295.836 total kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia dalam berbaga konteks. Dari catatan tahunan sejak tahun 2000, yang dihimpun atas kerjasama dengan berbagi lemaga pengada layanan bagi perempuan korban kekerasan di berbagai wilayah Indonesia, setiap harinya sebanyak 28 perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. 

Sistem hukum yang ada hingga saat ini belum lagi dapat memberikan akses keadilan bagi korban antara lain karena landasan hukum yang koperehensif yang belum tersedia, pengetahuan aparat penegak hukum dan public tentang kekerasan seksual yang masih minim justru membebani perempuan. Sistem dukungan yang tersedia bagi korban didalam masyarakat juga sangat terbatas bahkan tak jarang justru menyalahkan korban. Upaya mengubah budaya stigmatisasi ini telah coba dilakukan oleh komnas perempuan bersama dengan 37 organisasi lainnya di 20 Propinsi yang tergabung dalam jaringan kampanye 16 hati anti kekerasan terhadap perempuan. Muara dari gerakan ini adalah tersedianya jaminan hukum bagi kasus kekerasan seksual. Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan terkait politisasi identitas. Komnas Perempuan menyesalkan terkait tidak adanya tindakan tegas aparat terhadap kasus-kasus kekerasan atas nama agama dan moralitas mayoritas. 

Diantara peraturan perundang-undangan yang mengandung muatan perlindungan hak asasi perempuan adalah :

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM;

2. Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kearganegaraan;

4. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang;

5. Undang-Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Politik

6. Impres Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarustamaan;

7. Kerpres Nomor 181 tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan yang diubah dengan Perpres Nomor 65 tahun 2005.

Di banyak negara di dunia, hak perempuan di tolak atas dasar orientasi seksual, identitas gender, atau karakteristik seks. Selain itu, seringkali perempuan menjadi subjek diskriminasi berbasis gender di tempat kerja. Misalnya, kesenjangan upah. Gaji yang sama untuk pekerjaan yang sama adalah Hak Asasi Manusia, tetapi perempuan berkali-kali di tolak aksesnya ke upah yang adil dan setara. Saat ini, rata-rata perempuan di dunia hanya memperoleh sekitar 77% dari penghasilan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Hal ini menyebabkan kesenjangan ekonomi bagi perempuan, bisa menghambat perempuan untuk mandiri secara utuh, bahkan meningkatkan resiko kemiskinan di kemudian hari. Selain itu, 1 dari 3 perempuan di dunia menjadi korban kekerasan. Setiap hari, sekitar 137 perempuan di seluruh dunia di bunuh anggota keluarganya. 1 dari 5 perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum berumur 18 tahun. 15 juta anak di bawah umur menjadi korban pemerkosaan. 

Sementara itu, dalam hukum Internasional, Hak Asasi  Perempuan di atur dalam CEDAW atau ICEDAW ( International Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women ) yang mana merupakan sebuah kesepakatan Hak Asasi Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan. Konvensi ini mendefinisikan prinsip-prinsip tentang hak-hak manusia, norma-norma dan standar-standar kelakuan dan kewajiban dimana negara-negara peserta konvensi sepakat untuk memenuhinya. Konvensi ini juga berbicara tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang memungkinkan setiap individu  atau kelompok yang tidak puas atas pelaksanaan CEDAW di negaranya dapat mengajukan langsung permasalahannya pada pemerintah bahkan sampai PBB. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut menandatanganinya. CEDAW di tetapkan oleh sidang umum PBB pada tanggal 18 Desember 1981. Pada bulan Juni 2007 tercatat 185 negara telah menandatangani konvensi ini.

Usai meratifikasi konvensi CEDAW, guna mempercepat pelaksanaannya maka di tahun 1995, para wakil negara berkumpul di Beijing dan mendeklarasikan landasan aksi Beijing atau Beijing Declaration and Platform for Action (BPFA). BPFA menghasilkan 12 bidang kritis yang mana setiap negara harus melaporkan perkembangannya setiap 5 tahun. 12 bidang kritis itu adalah :

1. Perempuan dan Kemiskinan;

2. Perempuan dalam Pendidikan dan Pelatihan;

3. Perempuan dan Kesehatan;

4. Kekerasan terhadap Perempuan;

5. Perempuan dalam Situasi Konflik Bersenjata;

6. Perempuan dalam Ekonomi;

7. Perempuan dalam Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan;

8. Perempuan dalam Mekanisme Institusional Untuk Pemajuan Perempuan;

9. HAM Perempuan;

10. Perempuan dan Media;

11. Perempuan dan Lingkungan Hidup;

12. Anak Perempuan.

Sebagai salah satu negara yang meratifikasi CEDAW, bersama dengan negara-negara lain yang juga menyepakati BPFA, Indonesia wajib membuat review implementasi BPFA sejak tahun 1995. Indonesia juga melaporkan perkembangan pelaksanaan BPFA di forum Asia Pasifik setiap 5 tahun yang kemudia di review secara utuh oleh Commission on the Status of Women ( CSW ) yaitu pada tahun 2000, 2005, 2010, 2015 dan 2020. Setiap review akan menghasilkan dokumen keluaran yang mendorong komitmen global untuk pemberdayaan perempuan dan anak perempuan serta menegakkan aksi-aksi prioritas untuk 5 tahun selanjutnya. 



DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd..com/doc/314836049/Makalah-Hak-Asasi-Perempuan

https://referensi.elsam.or.id/2014/09/hak-asasi-perempuan-dan-konvensi-cedaw/

https://komnasperempuan.go.id/instrumen-ham-perempuan-detail/seri-dokumen-kunci-15-komisi-anti-kekerasan-terhadap-perempuan-laporan-independen-lembaga--nasional-hak-asasi-manusia-tentang-25-tahun-pelaksanaan-kesepakatan-global-beijing-platform-for-action-bpfa-25-di-indonesia

https://www.amnesti.id/hak-perempuan-dan-kesetaraan-gender/

Hak Asasi Perempuan dalam Peraturan Perundang-Undanga di Indonesia


Minggu, 11 April 2021

POLITIK PEMBENTUKAN HUKUM DI INDONESIA

Hukum adalah seperangkat peraturan tingkah laku yang berisi perintah atau anjuran, larangan, da nada sanksi bagi para pelanggarnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan hukum bagi masyarakat Indonesia dimasa ini dan masa akan datang dalam rangka membangun masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang mempunyai tujuan negara yang berorientasi pada konsep negara kesejahteraan dengan sendirinya hukumnya akan mengarah pada pencapaian tujuan hukum tersebut.

Hukum merupakan ranah yang nyata yang melihat sesuatu itu berdasarkan norma hukum yang mempunyai sifat pemaksaan. Hukum adalah wilayah “hitam-putih” yang salah harus dihukum dan yang benar harus dibebaskan bahkan mendapat penghargaan. Sedangkan politik adalah ranah kepentingan yang merupakan alat untuk mencapai tujuan. Yang menarik adalah kedua topic yang berbeda itu ternyata mempunyai sifat yang saling mempengaruhi. Pada tatanan realitas kedua topic tersebut kadang-kadang menunjukkan bahwa hukum dapat mempengaruhi politik atau sebaliknya politik dapat mempengaruhi hukum.

Sebagai negera yang berdasar atas hukum dan bukan atas dasar kekuasaan Indonesia menuangkan cita-cita ataupun tujuan negara melalui hukum sebagai sarananya dengan kata lain hukum adalah sarana yang digunakan dalam mencapai tujuan negara yang sudah dicita-citakan. Hukum yang ada di Indonesia menurut bentuknya di bedakan menjadi hukum tertulis dan tidak tertulis. Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah pembentuk peraturan perundang-undangan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Presiden sebagai perwakilan pemerintah yang menjalankan roda pemerintahan dan DPR sebagai wakil rakyat yang membidangi legislasi pasti mempunyai kepentingna-kepentingan politis yang pada titik tertentu kepentingan-kepentingan politik tersebut dapat terkonritisasi dalam peraturan perundang-undangan. 

Apabila aroma politis sangat kuat tercium dalam peraturan perundang-undangan maka yang sangat di khawatirkan adalah timbulnya pengkaburan terhadap tujuan dibentuknya hukum itu sendiri yaitu untuk keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum rakyat. Apabila pengkaburan tujuan hukum ini terjadi terus menerus dan berulang-ulang, maka tujuan negara tidak dapar terwujud sebagaimana yang diharapkan oleh rakyat.

Sebagaimana kita ketahui, bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan pada suatu masa pemerintahan tertentu dapat berbeda dengan bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan pada masa yang lain, hal ini sangat tergantug pada penguasa dan kewenangannya untuk membentuk suatu keputusan yang berbentuk peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu diupayakan semaksimal mungkin walaupun terjadi perubahan kekausaan negara, jangan sampai mengkaburkan tujuan hukum yang pada akhirnya akan mempersulit pencapaian tujuan negara.

Sebagaimana kita ketahui bahwa produk-produk hukum di Indonesia merupakan produk politik. Dewan perwakilan rakyat memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan setiap rancangan Undang—Undang di bahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Begitu pula Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat sehingga pengesahan suatu rancangan peraturan perundang-undangan menjadi undang-undang adalah bentuk kesepakatan bersama antara Presiden dan DPR. 

Suatu mekanisme penciptaan peraturan perundang-undangan salah satunya dibentuk melalui politik hukum yang dikehendaki para penguasa pada masa tersebut sehingga mekanisme penciptaan hukum yang ada di Indonesia saat ini adalah berdasarkan kehendak dan kewenangan pemegang tampuk kekuasaan. Politik hukum dapat dijabarkan sebagai kemauan atau kehendak negara terhadap hukum, artinya untuk apa hukum itu diciptakan, apa tujuan penciptaannya dan kemana arah yang hendak dituju. Politik hukum adalah kebijakan pemerintah mengenai hukum mana yang akan dipertahankan, hiukum mana yang akan diganti, hukum mana yang akan direvisi dan hukum mana yang akan hilang. Dengandemiian melalui politik hukum negara membuat suatu rancangan dan rencana pembnagunan hukum nasional di Indonesia. 

Hukum sebagai kaidah atau norma sosial tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dan konritisasi dari nilai-nilai yang suatu saat berlaku dalam masyarakat. Hubungan antara hukum politik keduanya tidak dapat dipisahkan baik dalam pembentukan mau[un implementasinya. Pakar hukum tata negara Universitas Diponegoro, Soehardjo S.S berpendapat bahwa hukum dan politik merupakan pasangan, dibuktikan dengan pengaruh signifikan konfigurasi politik terhadap produk hukum di Indonesia. 

Menurut Daniel S. Lev yang paling menentukan dalam proses hukum adalah konsepsi dan struktur kekuasaan politik, yaitu bahwa hukum sedikit banyak selalu merupakan alat politik dan tempat hukum dalam negara tergantung pada keseimbangan politik, definisi kekuasaan, evolusi ideology pilitik, ekonomi, sosial, dan seterusnya.

Dari kenyataan ini disadari adanya suatu ruang yang absah bagi masuknya suatu proses politik melalui wadah institusi politik hingga terbentuk suatu produk hukum. Mariam Budiarjo berpendapat bahwa kekuasaan politik diartikan sebagai kemampuan mempengaruhi kebijaksanaan umum pemerintah baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan pemegang kekuasaan. Dalam proses pembentukan peraturan hukum oleh institusi politik peranan kekuatan politik yang duduk dalam intitusi politik itu sangat menentukan. 

Pengaruh kekuatan-kekutan politik dalam membentuk hukum dibatasi ruang geraknya dengan berlakunya sistem konstitusional berdasarkan checks dan balances, seperti yang dianut UUD 1945 setelah perubahan. Jika diteliti lebih dalam materi perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara adalah mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing lembaga-lembag negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara dan menempatkannya berdasarkan fungssi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap lembaga negara. 

Penegakan hukum di Indonesia dinilai masih belum lepas dari intervensi politik. Intervensi tersebut tidak hanya pada proses pembentukan produk hukum, namun juga pada proses-proses pelaksanaannya dilembaga peradilan. Menurut Ikrar Nusabakti dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Todung Mulya Lubis, Ketua Dewan Pengurus Trasnparency International Indonesia, diungkapkan dalam diskusi intevensi politik terhadap penegakan hukum dan HAM dikantor komisi yudisial. Menurut Ikrar, meski Indonesia sudah lepas dari era pemerintahan otoriter, namun adanya intevensi politik masih belum dapat dilepaskan. Hal ini bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Sementara Todung menjelaskan, independensi peradilan itu hanya mitos yang tidak pernah ada dalam kenyataan. Todung mencontohkan, dalam pemilihan Hakim Agung, calon hakum yang diseleksi komisi yudisial pada akhirnya diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Disinilah transaksi politik terjadi. Orang-orang yang dikirim ke MA merupakanhasil kompromi politik. Memang ada hakim karir, tapi bahkan merekapun tidak bebas dari transaksi politik. Masih menurut Yodung, independensi peradilan iniakhirnya akan bermuara pada lembaga-lembaga peradilan. 

Berbagai factor mempengaruhi produk hukum di Indonesia dianggap lebih bersifat represif dibandingkan responsive. Romli Artasismita berpendapat bahwa proses legislasi dengan produk perundang-undangan bukanlah proses yang steril dari kepentingan politik karena ia merupakan pproses politik. Bahkan implementasi perundang-undangan tersebut dikenal dengan sebutan penegakan hukum juga tidaklah selalu steril dari pengaruh politik.

Produk hukum yang dihasilkan masih lebih mementingkan kepentingan dan kompromi politik dibandingkan rakyat. Hal ini dapat terlihat banyak produk hukum yang dihasilkan di DPR justru kemudia diujikan ke MK. Sementara itu menurut Wahyudi Jafar dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), proses pembentukan undang-undang memang tidak dapat lepas dari adanya transaksi politik. Namun, yang terpenting juga adalah bagaimana agar proses pelaksanaan penegak hukum oleh lembaga peradilan menjadi mandiri. 

Telah lazim diungkapkan bahwa hukum khususnya dalam bentuknya sebgai undang-undang merupakan produk politik, artinya bahwa undang-undang dibentuk sebagai hasil kompromi dari berbai kekuaaan sosial dan kemudia diberlakukan dan ditegakkan sebagai sarana untuk merealisasikan kepentingan dan tujuan serta untuk melindungi kepentingan-kepentingan yang ada. Secara ideal kepentingan-kepentingan yang dilindungo tersebut meliputi kepentingan individu, masyarakat serta bangsa dan negara.

Moh. Mahfud MD. Mengatakan dalam bukunya yang berjudul POLITIK HUKUM, bahwa dalam kenyataannya produk hukum itu selalu lahir sebagai refleksi dari konfigurasi politik yang melatarbelakanginya. Dengan kata lain kalimat-kalimat yang ada didalam hukum itu tidak lain merupakan kristalisasi dari kehendak-kehendak yang saling bersaingan. Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa dalam hubungan antara subsistem hukum dan subsistem politik hukum, politik ternyata memiliki konsentrasi energy yang lebih besar sehungga hukum selalu berada diposisi yang lemah. Kondisi demiakian mengeksplisitkan bahwa perjalanan politik di Indonesia tidak ubahnya seperti perjalanan kereta api diluar relnya, artinya banyak sekali praktik politik yang substantive bertentangan aturan-aturan hukum. Menurutnya terdapat tiga macam jawaban untuk melihat hubungan antara hukum dan politik, yaitu : 

1. Hukum merupakan determinan politik, kegiatan politik harus tunduk pada hukum.

2. Pandangan yang melihat bahwa politik determinan atas hukum karena sesungguhnya hukum adalah produk politik yang sarat dengan kepentingan dan konfigurasi politik.

3. Pandangan yang melihat bahwa hukum dan politik merupakan dua elemen subsitem kemasyarakatan yang seimbang, karena walaupun hukum merupakan produk politik maka ketika ada hukum yang mengatur aktivitas politik maka politikpun harus tunduk pada hukum.

Pengaruh politik dalam pembentukan hukum tampak jelas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Tiap tahapan pembentukan perundang-undangan tidak dapat terelakkan dari pengaruh politik yang akhirnya berdampak pada substansi peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah.

Statement-statement diatas memberikan penegasan bahwa didalam realisasi empirisnya politik sangat menentukan bekerjanya hukum, melalui sejak proses pembentukan sampai dengan tahap implementasinya. Menurut Mahfud politik akan berpengaruh pada karakteristik produk-produk dan proses pembuatannya. Hubungan kausalitas antara hukum dann politik, khususnya dalam bidang hukum public tampak dengan jelas bahwa sistem politik yang demokratis senantiasa melahirkan produk hukum yang berkarakter responsive atau populistik sedangkan sistem politik yang otoriter senantiasa melahirkan hukum yang berkarakter ortodoks atau conservative. 


MASYARAKAT MARITIM


Konsep Masyarakat

Masyarakat menurut koenaraningrat (1980), ialah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi manurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh  suatu rasa identitas bersama. Kesatuan hidup manusia yang di sebut masyarakat ialah berupa kelompok, golongan, komunitas, kesatuan suku bangsa,  atau masyarakat negara bangsa. Interaksi yang kontinyu ialah hubungan pergaulan dan kerjasama antar anggota kelompok atau golongan.

Konsep komunitas mengacu pada kesatuan hidup manusia dengan jumlah anggota besar dan keterikatan pada wilayah geografi tertentu seperti   komunitas-komunitas  petani, nelayan, dan komunitas masyarakat kota yang hidup dari berbagai sektor ekonomi jasa, industri, perdagangan baik formal maupun informal.

Konsep suku bangsa mengacu pada kesatuan hidup manusia yang memiliki dan dicirikan dengan serta kesadaran kesamaan budaya. Interaksi kontinyu yang menandai masyarakat ialah sistem pergaulan dan hubunganm kerjasama yang terus menerus menurut pola-pola sosial budaya atau adat istiadat yang dianbut dalam berbagai bentuk kesatuan hidup manusia tersebut.

Konsep Masyarakat Maritim

Dengan mengacu kepada konsep masyarakat dikemukakan sebelumnya maka masyarakat bahari dipahami sebagai kesatuan-kesatuan hidup manusia berupa kelompok-kelompok kerja yang sebagian besar atau sepenuhnya menggantungkan kehidupan ekonominya secara langsung atau tidak langsung kepada pemanfaatan sumber daya laut dan jasa jasa laut yang dipedomani oleh dan dicirikan bersama dengan kebudayaan baharinya. 

Masyarakat Maritim Ideal di Indonesia

Masyarakat maritim di Nusantara secara ideal dapat dikatakan semua masyarakat Indonesia termasuk masyarakat maritim. Kebanyakan kelompok suku bangsa di kawasan pantai dan pedalaman mempunyai cerita rakyat dan metodologi tentang peradaban laut. Misalnya, Duri Enrekang terdapat jejeran bukit tanah dan gunung batu yang membentuk formasi armada kapal diceritakan sebagai kapal sawerigading yang terdampar sejak zaman metodologi tersebut.

Gambaran masyarakat pedalaman akan kegiatan ekonomi kebaharian tumbuh dari penegetahuan dengan presiasi mereka terhadap jasa-jasa positif dan nyata masyarakat bahari terhadap mereka. Jasa kebaharian yang tak kala pentingnya bagi masyarakat pedalaman ialah jasa pelayaran antarpulau. 

Pemanfaatan jasa perikanan dan pelayaran pada gilirannya melibatkan hubungan fungsional yang timbal balik antara masyarakat pedalaman dan masyarakat bahari.

Wawasan kelautan mesyarakat pedalaman juga tumbuh dari kenyataan bahwa dari waktu ke waktu semakin banyak pula orang pedalaman yang terlibat dalam sektor kebaharian melalui lembaga pendidikan di sekolah sekolah kelautan dan perikanan.

Pengetahuan dan gambaran dunia kebaharian melalui mitologi dan informasi penilaian dan apresiasi terhadap jasa jasa dan harapan bagi generasi muda untuk mengakses pendidikan kebaharian berikut opeluang kerja pada sektor kebaharian masyarakat pedalaman pada tingkati dealisme 

Masyarakat Maritim Aktual di Indonesia

Berbeda halnya dengan masyarakat bahari pada tataran ideal konsep masyarakat bahari yang aktual berujung kepada kesatuan-kesatuan yang sepenuhnya atau sebagian besar menggantungkan kehidupan sosial ekonominya secara langsung atau tidak langsung pada pemanfaatan sunber daya laut dan jasa jasa laut.

Kesatuan kesatuan sosial masyarakat bahari tersebut kebanyakan berasal dari daerah pedesaan dan perkotaan pantai dan sebagian lainnya berasal dari pedesaan dan perkotaan pedalaman.

Sebagai kesatuan kesatuan hidup manusia dalam kelompok kerja satuan tugas komunitas, departemen, dan lain lain tentu memiliki sosial budaya masing-masing yang berfungsi sebagai pedoman perilaku hubungan kerjasama dan praktik pengelolaan pemanfaatan sumber daya dan jasa-jasa laut.

Cikal Bakal Masyarakat Maritim di Indonesia

Di asumsikan bahwa dalam semua masyarakat maritim di dunia, termasuk Indonesia, ada kelompok cikal bakal yang menjadi pemula atau perintis tumbuh kembangnya kebudayaan dan peradaban kebahariaannya itu.

Kalau melacak cikal bakal masyarakat maritim di Nusantara ini, maka di antara sekian banyak kelompok-kelompok suku bangsa pengelola dan pemanfaat sumber daya dan jasa-jasa laut yang ada  menurut Adrian Horridge, suku bangsa Bajo (sea gypsies) di Asia Tenggara, Bugis (Teluk Bone),  Makassar ( Galessong, Tallo, Pangkep), Mandar (Sulawesi Barat), Buton ( Sulawesi Tenggara), dan Madura (Wilayah Jawa Timur) di anggap sebagai pewaris kebudayaan  maritim dari ras Melayu-Polinesia perintis dan pengembangang kebudayaan maritim di Asia Tenggara sejak ribuan tahun silam .

Sejak beberapa dekade terakhir bukan hanya kelompok-kelompok suku bangsa tersebut di anggap sebagai masyarakat pewaris dan pendukung kebudayaan maritim di Indonesia, tetapi tidak terkecuali bagi semua komunitas pesisir dan pulau-pulau dari sabang sampai merauke yang telah mengggagas dan mengembangkan sektor-sektor ekonomi berkaitan sumber daya dan jasa-jasa laut disekelilingnya. 

Karakteristik Sosial Masyarakat Maritim

Karakteristik sosial mencolok masyarakat maritim adalah :

Hubungan ketergantungan secara fisik dan psiko-sosio-budaya pada lingkungan alamnya.

Pemanfaatan lingkungan dan sumber daya laut secara bersama

Hubungan dengan kebutuhan secara mutlak pada pasar lokal, regional, dan global.

Hubungan dan kebutuhan secara mutlak pada kelembagaan lokal

Hubungan dan ketergantungan pada berbagai pihak berkepentingan dari luar.

Mobilitas geografi yang tinggi dan jaringan kesukubangsaab yang luas.

Adaptasi Fisiologi berupa penyesesuaian pemandangan, penciuman, pendengaran ukuran rongga pernafasan, mungkin juga tekanan darah. Pola-pola adaptasi laut yang kompleks dan extreme seperti ini akan memebuat masyarakat maritim sebagai individu atau kelompok keluar dari dunia kehidupan lautnya. Memanfaatkan laut dan isinya secara bersama merupakan ciri sosial budaya yang umum dan mencolok dari masyarakat maritim, khususnya nelayan di dunia.

Dalam wilayah perairan Indonesia, praktik pemanfaatan secara bebas  dan terbuka pada gilirannya telah memicu persaingan terbuka yang menjurus pada konflik antar pemangku kepentingan dari berbagai asal dan suku bangsa terutama antar nelayan sendiri. Sebetulnya, praktik pemanfaatan secara bebas dan terbuka tidak selamanya menimbulkan konflik dan kerusakan lingkungan dan sumber daya laut. Kondisi ini terjadi bilamana norma yang di terapkan secara meluas di taati bersama oleh masyarakat pemanfaat.

Memasuki lingkungan laut dan memanfaatkan sumber daya yang dikandungnya serta merekayasa jasa-jasa  laut yang disajikannya memaksa manusia pemanfaat secara mutlak membangun kerjasama dan melembakan kehidupan kolektif.

Dalam hal hubungan dengan  dan ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya laut, ada kolerasinya dengan hubungan dan ketergantungan  pada pasar di darat. Daerah pemasaran hasil tangkapan nelayan bertingkat-tingkat  menurut jenis dan kelas komoditasnya. Selain dengan dunia pasar eksternal, masyarakat maritim terutama nelayan dan pelayar, juga selamanya menjalin hubungan dengan dan ketergantungan pada berbagai pihak berkepentingan  dari luar sebagai sumber perolehan modal dan biaya-biaya, kebutuhan pokok, keamanan politik, perlindungan lingkungan, dan sumber daya laut yang dimanfaatkan dan lain-lain.

Secara tradisional sudah menjadi pola umum bahwa darimana nelayan memperoleh pinjaman modal usahanya ke situ pula hasil tangkapan di pasarkan. Mobilitas geografi yang tinggi dengan hubungan kesukubangsaan yang luas dan intensif  merupakan salah satu karakteristik mencolok dari masyarakat maritim,  terutama masyarakat nelayan dan pelayar di mana-mana. Melalui pengembaraan yang jauh dan lama, kelompok-kelompok nelayan dan pelayar dapat bertransaksi dan bergaul dengan orang-orang dari berbagai asal dan suku bangsa dii tempat tujuan dan di laut, pelabuhan, dan kota-kota pantai

Bagi kelompok-kelompok nelayan dan pelayar di asumsikan bahwa akumulasi pengalaman yang melimpah telah menumbuhkan wawasan kelautan dan kepulauan yang luas, wawasan kebinekaan dan kebangsaan serta pandangan dunia internasional.

Dinamika Struktural Masyarakat Maritim 

Di Sulawesi Selatan, tempat kediaman dan asal –usul  komunitas-komunitas nelayan Bugis, Bajo dan Makassar di berbagai tempat di Nusantara ini, di kenal kelompok kerjasama nelayan yang dikenal dengan istilah Po(u)nggawa-Sawi (P.Sawi) yang mwnurut keterangan dari setiap desa telah ada dan bertahan sejak ratusan tahun silam. Struktur Inti/elementer  dari kelompok organisasi ini ialah P.Laut atau juragan dan sawi P.Laut berstatus pemimpin pelayaran dan aktivitas produksi dan sebagai pemilik alat-alat produksi.

Suatu perubahan struktural yang berarti terjadi ketika suatu uasaha perikanan mengalami perkembangan jumlah unit perahu dan alat-alat produksi yang di kuasai oleh seorang P.Laut sebagai pengaruh kapitalisme. Disinilah pada awlnya muncul pada strata tertinggi dalam kelompok kerja nelayan.

Gejala perubahan struktural paling menyolok dan terasa ketika berlangsung adopsi inovasi teknologi perikanan. Dengan adopsi perubahan teknologi tangkap dan perahu/kapal menjadi faktor terjadinya perubahan aturan bagi hasil yang eksploitatif.


SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN


A. Sejarah Ilmu Pengetahuan Manusia

1. Zaman Purba

Zaman ini di tandai dengan di temukannya alat-alat yang terbuat dari batu dan tulang-belulang. Pengetahuan yang di perolehnya, terbatas pada pengalaman dan kemampuannya mengamati alam sekitarnya.


2. Zaman Yunani (600-200 SM)

Pada zaman ini kemampuan berfikir manusia sudah lebih maju, oleh karena adanya penemuan alat bantu yang lebih baik dan mulai menggunakan akal sehat sehingga mitos dengan berbagai legendanya sedikit demi sedikit di tinggalkan.


Beberapa tokoh atau ilmuan Yunani yang berpengaruh atau memberikan sumbangan besar terhadap pola pikir manusia saat itu :


Thales (624-548 SM)

Anaximenes (560-520 SM)

Herakleitos (560- 470 SM)

Pytagoras (580-548 SM)

Sorcates (470-399 SM)

Plato (427-347 SM)

Aristoteles (384-322 SM)

Hyppocrates (460-377 SM)

Archimedes ( 287-212 SM)


3. Zaman Pertengahan

Pada zaman pertengahan merupakan zaman keemasan islam dimana pengaruh bangsa arab sangat menonjol.

Banyak peninggalan pengetahuan yunani di terjemahkan serta penemuan tentang kedoteran yang di tulis dalam bentuk buku dan di pakai sebagai acuan dalam dunia pendidikan islam dan eropa.


Penemuan penting yang tetap di gunakan sampai saat ini adalah penulisan bilangan (angka arab) dan desimal yang menghasilkan ilmu aljabar.  Matematikawan,  Al-Khawarizmi yang pertama kali memperkenalkan konsep angka aljabar menjadi bilangan yang dapat menjadi kekuatan.

Beberapa di antara filosof zaman pertengahan atau zaman keemasan islam yang lain antaranya adalah :

Al-Zahrawi 

Avicenna (Ibnu Shina)

Al-Jazari

Abbas Ibnu Firnas

Ibnu Al-Haitham

Al-Biruni


4. Zaman Modern (Abad 15 – Sekarang)

Zaman ini di mulai pada abad ke 15, banyak penemuan yang mengubah pola pikir sebelumnya terutama dengan penemuan empiris yang didukung oleh alah bantu yang lebih baik.

Pengambilan kesimpulan di lakukan berdasarakan data pengamatan atau experimentasi yang diperoleh yang berdasarkan fakta.


Empirisme adalah paham yang berpendapat bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman atau pengamatan manusia adalah sumber kebenaran .

Pada zaman tersebut di kuasai oleh suatu gerakan yang di sebut ranaissance, yang berarti kelahiran kembali.


Penemuan alat bantu yang lebih canggih harus bertentangan dengan kepercayaan maupun kekuasaan yang ada saat itu.

Revolusi industri awal abad 19, telah memberikan dampak terhadap alam semesta dan penghuninya.

Akibat dari tata cara hidup manusia maka lingkuyngan yang asasi telah berubah menjadi ruang hidup yang akan dapat menampung fungsi masyarakat modern.


Perkembangan ilmu pengetahuan di zaman modern ini mengilhami banyak pemikir di antaranya Prof. Dr. Dadang ahmad S., M.Eng.Sc., yang juga Wakil Rektor 1 UnHas yang membidangi akademik, mengatakan bahwa paradigma ilmu pengetahuan seharusnya bergeser dari sains mekanistik ke sains humanistik.

Pemikir lain adalah Prof.Dr. Mappadjantji Amien, MT.Surv.,Sc yang menyampaikan bahwa perkembangan sains modern akan bergeser ke sains baru. Berdasarkan pemahaman Mappadjantji Amien,Sains Baru memiliki paradigma “Holisme”, berbeda dengan sains modern yang sifatnya “Cartesian-Newtonian”.


Pemikiran berbeda di sampaikan Prof. Dr. H. Hanapi Usman, MS. Yang sekaligus merupakan Kepala UPT MKU Unhas, bahwa sains moderen memiliki sunstansi keteraturan yang selalu bersinergi antara satu komponen dengan komponen yang lain.


B. Ruang Lingkup Perkembangan Ilmu Pengetahuan 

1. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan          

Sampai  mendekati abad pertengahan, perkembangan ilmu pengetahuan belum begitu luas dan dalam , sehingga sekarang seseorang yang mempunyai cara berpikir tajam dan kritis akan sangat mungkin dapat menguasai beberapa ilmu sekaligus.

Akan tetapi setelah abad pertengahan atau abad kemajuan pemikir-pemikir islam, perkembangan ilmu relatif lebih pesat dan mendalam sehingga tidak mungkin lagi seseorang menguasai berbagai bidang ilmu secara mendalam , oleh karena itulah di perlukan klasifikasi ilmu pengetahuan.

Berdasarkan Aktifitas dan kreasi akalnya, manusia semakin maju dalam  mengembangkan ilmu pengetahuan.

Ilmu pengetahuan sebagai produk akal manusia, juga mempunyai ciri lain,yaitu sifatnya yang relatif atau tentatif, sehingga tidak mengenal adanya istilah final dalm suatu produk ilmu pengetahuan.

Berdasarkan beberapa argumentasi dalam arti yang luas, maka ilmu pengetahuan atau sains di klasifikasikan atas :

Ilmu Pengetahuan Sosial (Sosial science)

Sosiologi

Studi tentang tingkah laku sosial terutama tentang asal-usul organisasi, intitusi dan perkembangan masyarakat manusia

Ekonomi 

Cabang ilmu pengetahuans sosial yang berhubungan dengan produksi, tukar menukar barang, pengelolaan dalam lingkup rumah tangga perusahaan atau negara.

Sejarah

Suatu ilmu yang mempelajari tentang pencatatan rekam jejak atau peristiwa-peristiwa yang telah terjadi pada suatu bangsa, negara atau individu.

Etnologi

Ilmu yang mempelajari tentang antropologi dari aspek sistem sosio ekonomi dan pewarisan kebudayaan dan faktor pertumbuhan, perkembangan kebudayaan serta perubahaanya dalam masyarakat primitif.

Antropologi 

Cabang ilmu yang mempelajari asal-usul dan perkembangan jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah laku manusia.

Pendidikan 

Model perlakuan atau proses latihan yang terarah, teratur dan sistematis menuju ke suatu tujuan tertentu.

Psikologi

Suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang proses yang terjadi dalam diri manusia dalam hal mental, sikap, tingkah laku dan lain-lain.


Ilmu Pengetahuan Alam (Natural Science)

Fisika 

Fisika merupakan Cabang Ilmu Pengetahuan Alam yang mempelajari tentang fenomena alam semesta dengan segala isinya. 

Mulai dari mikrokosmos sampai dengan makrokosmos khususnya berkaitan dengan benda atau materi baik padat, cair dan gas, energi dalam aspek wujud dan perubahan fisik yang bersifat sementara.

Kimia  (Chemistry)

Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari benda hidup dan tidak hidup dari aspek susunan materi dan perubahan-perubahan secara kimiawi yang bersifat tetap.

Filosopi Ilmu Kimia secara garis di bagi menjadi :

Kimia Anorganik, mempelajari tentang unsur kimia dalam zat tak hidup.

Kimia Organik, Mempelajari  karakter unsur kimia dalam zat hidup dan berkaitan antara keduanya.

Biologi ( Biological Science)

Ilmu pengetahuan yang  mempelajari makhluk hidup dan gejala-gejalanya. 

Biologi di bagi atas berbagai cabang ilmu antara lain :

Botani, cabang  ilmu yang mempelajari  seluk beluk tentang tumbuhan.

Zoologi, cabang biolagi yang mempelajari  tentang hewan

Marfologi, mempelajari tentang bentuk struktur dalam makhhluk hidup

Anatomi,  mempelajari tentang bentuk struktur dalam makhluk hidup

Fisiologi, memepelajari tentang fungsi bagian-bagian tubuh atau organ makhluk hidup

Sitologi, memepelajari tentang sel secara mendalam yang meliputi struktur, molekuler, dan sebagainya.


Ilmu pengetahuan Bumi dan Antariksa (Earth Science And Space)

Geologi

Cabang ilmu yang memepelajari  tentang struktur bumi, yang menyangkut tentang struktur bumi, perubahan materi baik yang terdapat di permukaan tanah  maupun yang terdapat dalam perut bumi, menggunakan konsep dasar kimia dan fisika.

Astronomi

Suatu ilmu pengetahuan yang memebahas tentang benda-benda ruang angkasa dan semua aspek yang berkaitan dengan alam semesta.

Geografi

Golongan ilmu pengetahuan yang memepelajari tentang muka bumi dan produk ekonomi sehubungan dengan makhluk hidup terutama manusia.

Matematika 

Matematika sebagai salah satu bidang ilmu tidak termasuk dalam kategori pembagian ilmu pengetahuan tersebut, oleh karena kedudukan matematika merupakan penunjang pengembangan semua disiplin ilmu yang lain. Matematika merupakan alat bahasa yang dapat di gunakan untuk membahasakan  hukum-hukum alam dan beberapa fenomena pada semua bidang ilmu , sehingga di sebut juga bahwa matematika merupakan cabang ilmu yang tidak hanya berdiri sendiri, tetapi dapat menyatu pada semua displin ilmu pengetahuan.


2. Fokus Pembentukan  Multidisiplin Ilmu

a. Pemfokusan Ilmu 

Perkembangan Ilmu terus menerus dan begitu cepatnya terutama mulai abad ke-20, menyebabkan klasifikasi ilmu berkembang ke arah displin ilmu yang lebih spesifik.

Berdasarkan pengembangan fokus ilmu tersebut, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan berkembang dengan pesatnya sehingga tidak memungkinkan  lagi seseorang dapat menguasai beberapa atau bahkan satu bidang ilmu tertentu.

b. Multidisiplin dan Interdisiplin Ilmu 

Multidisiplin ilmu merupakan ilmu pengetahuan yang cakupan pembahasannya menggunakan lebih dari satu kelompok disiplin ilmu, misalnya IPA, IPS, dan IPBA.

Interdisiplin ilmu merupakan ilmu pengetahuan yang cakupan pembahasannya menggunakan satu kelompok disiplin ilmu saja.


C. Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Dalam abad 20 terakhir ini pengembangan ilmu pengetahuan mencatat loncatan-loncatan penting dan kemajuan yang sangat pesat.

Pada bidang kedokteran tercatat perubahan besar oleh hippocrates yang melihat kedokteran secara holistik, dimana individu di amati secara utuh dalam lingkungannya sebagai bagian dari alam.

Pengembangan ilmu biologi sebelum abad 20 hanya bersifat deskriptif namun sekarang orientasinya berkembang ke arah analisis dan berkembang begitu pesat.

Tidak semua bidang atau cabang ilmu maju dan berkembang sama pesatnya pada setiap kurun waktu dan tempat.

Dalam masa belakangan ini, beberapa bidang tampak melaju dengan sangat menonjol dan oleh karena itu berpengaruh besar terhadap manusia dan kehidupannya.

Bidang-bidang ilmu yang utama adalah :

Ilmu-ilmu nuklir (Nuclear science)

Fisika dan kimia nuklir telah sanggup menghasilkan buah yang tidak di duga sama sekali, Fisi dan Fusi Atom melepaskan tenaga yang luar biasa besarnya, yang terutama berkembang atau di kembangkan ke arah pembuatan secara besar-besaran senjata nuklir.

Ilmu-Ilmu Kimia (Chemistry science)

Bidang kimia tidak kalah pesatnya di mana para ilmuan kimia telah berhasil membuat  sejumlah besar persenyawaan baru yang sebelumnya belum pernah terdapat di alam dan senyawa tersebut memiliki manfaat yang begitu besar bagi manusia.

Bioteknologi (Biotechnology)

Bidang bioteknologi dapat di gunakan  untuk memproduksi senjata biologis, terutama kuman, virus dan toksin.



Ilmu Informasi dan Komunikasi ( Comunication and Information science)

Microelektronika sanagt membantu dalam informatika dan komunikasi sejak dari produksi, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran informasi sampai ke penerimanya.

Imu-Ilmu Antariksa

Perkembangan ilmu antariksa juga mengalami kemajuan yang luar biasa pada abad 20 ini, terutama setelah di temukannya komputer, satelit dan pesawat ulang-alik.

Ilmu Penginderaan

IPTEKS Pengindera yang berkembang pesat saat ini membuat beberapa negara telah dapat mengetahui potensi  sumber daya yang dimilikinya, sehingga negara yang teknologi penginderaannya sangat canggih dapat menjual informasi dan kecanggihan teknologinya kepada negara lain.



 

Daftar Pustaka


Hanapi Usman  DKK , 2013, Buku Ajar Wawasan Ipteks  , Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya Sulsel, halaman 63-93



DEFINISI, KEBENARAN DAN URGENSI TEORI HUKUM

Definisi Teori Hukum Menurut Beberapa Ahli 

Mengenai definisi teori hukum, belum adanya satu definisi yang baku. Banyak pendapat para ahli mengenai disiplin teori hukum, antara lain:

1. Hans Kelsen

Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mnegenai hukum yang berlaku bukan mengenai hukum yang seharusnya. Teori hukum yang dimaksud adalah teori hukum murni, yang disebut teori hukum positif. Teori hukum murni, maksudnya karena ia hanya menjelaskan hukum dan berupaya membersihkan objek penjelasan dari segala hal yang tidak bersangkut paut dengan hukum. Sebagai teori, ia menjelaskan apa itu hukum, dan bagaimana ia ada.

2. Friedman

Teori hukum adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari esensi hukum yang berkaitan antara filsafat hukum di satu sisi dan teori politik di sisi lain. Disiplin teori hukum tidak mendapatkan tempat sebagai ilmu yang mandiri, maka disiplin teori hukum harus mendapatkan tempat di dalam disiplin ilmu hukum secara mandiri.

3. Ian Mc Leod

Teori hukum adalah suatu yang mengarah kepada analisis teoritik secara sistematis terhadap sifat-sifat dasar hukum, aturan-aturan hukum atau intitusi hukum secara umum.

4. John Finch

Teori hukum adalah studi yang meliputi karakteristik esensial pada hukum dan kebiasaan yang sifatnya umum pada sutau system hukum yang bertujuan menganalisis unsur-unsur dasar yang membuatnya menjadi hukum dan membedakannya dari peraturan-peraturan lain.

5. Jan Gijssels dan Mark van Hocke

Teori hukum adalah ilmu yang bersifat menerangkan atau menjelaskan tentang hukum. Teori hukum merupakan disiplin mandiri yang perkembangannya dipengaruhi dan sangat terkait dengan ajaran hukum umum. Teori hukum sebagai kelanjutan dari Ajaran Hukum Umum memiliki objek disiplin mandiri, diantara dogmatik hukum di satu sisi dan filsafat hukum di sisi lain. Dewasa ini teori hukum diakui sebagai disiplin ketiga disamping untuk melengkapi filsafat hukum dan dogmatik hukum, masing-masing memiliki wilayah dan nilai sendiri-sendiri. Teori hukum dipandang sebagai ilmu a-normatif yang bebas nilai, yang membedakan dengan disiplin lain. 

Ada lagi yang mengatakan bahwa teori hukum itu adalah teori tentang tertib manusia, karena ia memberi jawab tentang apa itu hukum secara berbeda yang steategik bagi tertib dirinya, yang mewarnai teori hukum. Dengan memperhatikan pendapat para ahli, rumusan tentang disiplin teori hukum adalah sebagai berikut :

a. Teori hukum sama pengertiannya dengan filsafat hukum;

b. Teori hukum berbeda pengertiannya dengan filsafat hukum;

c. Teori hukum bersinonim dengan ilmu hukum.

Dari penjelasan di atas, Lili Rasjidi dan Ira Thania Rashidi mencoba membedakan antara teori hukum dengan filsafat hukum. Teori hukum adalah ilmu yang mempelajari pengetian-pengertian pokok dan sistem dari hukum. Pengertian-pengertian pokok seperti itu misalnya subjek hukum, perbuatan hukum, dan lain-lain yang memiliki pengertian yang bersifat umum dan teknis. Pengertian-pengertian pokok ini sangat penting supaya dapat memahami sistem hukum pada umumnya maupun pada sistem hukum positif.

Selanjutnya Lili Rasjidi dan Ira Thania menjelaskan bahwa teori hukum merefleksikan objek dan metode dari berbagai bentuk ilmu hukum. Terdapat dua pandangan besar mengenai teori hukum yang bertolak belakang namun ada dalam satu realitas, seperti ungkapan gambaran sebuah mata uang yang memiliki dua belah bagian yang berbeda. Pertama, pandangan yang didukung oleh tiga argumen yaitu pandangna bahwa hukum sebagai suatu sistem yang pada prinsipnya dapat diprediksi dari pengetahuan yang akurat tentang kondisi sistem itu sekarang, perilaku sistem ditentukan oleh bagian-bagian yang terkecil dari sistem itu dan teori hukum mampu menjelaskan persoalannya sebagaimana adanya tanpa berkaitan dengan orang (pengamat). 

Hal ini membawa kita kepada pandangan bahwa teori hukum itu deterministik, reduksionis, dan realistik. Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa hukum bukanlah sebagai suatu sistem yang teratur tetapi merupakan sesuatu yang berkaitan dengan ketidakberatuan, tidak dapat diramalkan, dan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh persepsi orang (pengamat) dalam memaknai hukum tersebut. Pandangan ini banyak dikemukakan oleh mereka yang beraliran sosiologis dan post-modernis, dimana mereka memandang bahwa pada setiap waktu mengalami perubahan, baik kecil maupun yang besar, evolutif maupun revolusioner.

Teori hukum tidak hanya menjelaskan apa itu hukum sampai kepada hal-hal yang konkret, tetapi juga pada persoalan yang mendasar dari hukum itu. Seperti yang dikatakan Radbruch, yang dikutip Satjipto Rahardjo, tugas teori hukum adalah membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada penjelasan filosofis yang tertinggi. Teori hukum akan mempertanyakan hal-hal seperti : mengapa hukum berlaku, apa dasar kekuatan yang mengikatnya, apa yang menjadi tujuan hukum, bagaimana hukum dipahami, apa hubungannya dengan individu dengan masyarakat, apa yang seharusnya dilakukan oleh hukum, apakah keadilan itu, dan bagaimana hukum yang adil. 

Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum positif. Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Teori hukum dipelajari sudah sejak zaman dahulu, para ahli hukum Yunani maupun Romawi. Sebelum abad kesembilan belas, teori hukum merupakan produk sampingan yang terpenting dari filsafat agama, etika atau politik. 

Para ahli fikir hukum terbesar pada awalnya adalah ahli-ahli filsafat, ahli-ahli agama, ahli-ahli politik. Perubahan terpenting filsafat hukum dari para pakar filsafat atau ahli politik ke filsafat hukum dari para ahli hukum, barulah terjadi pada akhir-akhir ini. Yaitu setelah adanya perkembangan yang hebat dalam penelitian, studi teknik dan penelitian hukum. Teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum. Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli hukum modern seperti teori hukum para filosof ajaran skolastik, didasarkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri.

Kebenaran Teoritik dan Kebenaran Hukum

Kebenaran teoritik dan kebenaran hukum berkaitan dengan banyaknya teori-teori hukum dengan berbagai alirannya. Makna dari kebenaran teori dengan kebenaran hukum tidaklah sama. Kebenaran teori merupakan dari hasil ujian dalam sintesa-sintesa yang sudah dibuat dalam teori tersebut. 

Pengertian teori dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah : 

a. Pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa; asas dan hukum umum yang menjadi dasar suatu kesenian atau ilmu pengetahuan; 

b. Pendapat, cara, dan aturan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan teoretik atau teoretis yang sering kita sebut dengan teoritik/teoritis, adalah berdasarkan pada teori, mengenai atau menurut teori. 

Arti dari kebenaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan yang sesungguhnya. Kebenaran teoritik adalah kebenaran yang sesuangguhnya atau sesuatu yang dianggap benar yang dilihat dari sudut pandang pendapat para ahli, sedangkan kebenaran hukum adalah sesuatu yag dianggap benar oleh para teoritisi tentang hukum berdasarkan aliran-aliran ilmu hukum yang mereka anut tentang hukum itu sendiri.

Menurut pandangan aliran positivisme hukum, konsep hukum yang hendak diketengahkan adalah hukum sebagai perintah manusia yang dibuat oleh badan yang berwenang. Ada dua bentuk positivisme hukum, yakni Pertama positivisme yuridis, yang berarti hukum dipandang sebagai suatu gejala tersendiri yang perlu diolah secara ilmiah. Tujuannya adalah pembentukan struktur rasional sistem yurudis yang berlaku. Dalam positivisme yuridis, berlaku closed logical system, yang berarti bahwa peraturan direduksikan daru undang-undang yang berlaku tanpa perlu meminta bimbingan dari norma sosial, politik dan moral, dengan tokoh von Jhering dan Austin. Kedua, positivisme sosiologis, hukum ditanggapi terbuka bagi kehidupan masyarakat, yang harus diselidiki melalui metode-metode alamiah.

Namun pandangan ini ditentang oleh aliran-aliran hukum lain diantaranya realisme hukum. Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu dibentuk tidak dari penguasa, melainkan berasal hukum yang hidup dan tumbuh bersama masyarakat. Hukum tidak dapat dipisahkan dari anasir-anasir sosiologis, dan lebih mementingkan keadilan dalam masyarakat.  


Urgensi Teori Hukum

Yang menjadi urgensi teori hukum adalah teori hukum memiliki kegunaan diantaranya :

a. Menjelaskan hukum dengan cara menafsirkan sesuatu arti/pengertian, sesuatu syarat atau unsur sahnya suatu peristiwa hukum, dan hirarkhi kekuatan peraturan hukum, 

b. Menilai suatu peristiwa hukum, 

c. Memprediksi tentang sesuatu yang akan terjadi. Menurut Radbruch, teori hukum memiliki tugas membuat jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosifisnya yang tertinggi. Sedangkan Kelsen menyatakan bahwa teori hukum berfungsi untuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadi kesatuan. Teori hukum merupakan ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya.

Kegunaan yang lain, teori hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, teori hukum pembangunan, adalah mengundang banyak atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut : 

a. Teori Hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan kultur masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, dengan tolok ukur dimensi teori hukum pembangunan tersebut lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi Indonesia. Hakikatnya jikalau diterapkan dalam aplikasinya akan sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat Indonesia yang pluralistik. 

b. Secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah merupakan dimensi yang meliputi struktur, kultur dan substansi. 

c. Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum sebagai “sarana pembaharuan masyarakat” (law as a tool social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.


3. Sumber-Sumber Teori Hukum

Berkaitan dengan sumber-sumber teori hukum, teori hukum ini bersumber pada pedapat para sarjana hukum tentang hukum, dan bagaimana mereka memaknai hukum tergantung kepada aliran yang mereka anut untuk menjelaskan apa itu hukum. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Radbruch, bahwa teori hukum membuat jelas nilai-nilai serta postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.

Contohnya, Hans Kelsen mengajarkan teori hukum murni, yang mengatakan bahwa teori hukum murni adalah teori hukum umum yang berusaha menjawab bagaimana hukum itu dibuat, dan bukan menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya hukum itu dibuat. Ia mengatakan murni karena teori tersebut mengarahkan kognisi (pengetahuan) pada hukum itu sendiri, karena teori tersebut menghilangkan semua yang tidak menjadi objek kognisi yang sebenarnya ditetapkan sebagai hukum tersebut, yakni dengan membebaskan ilmu hukum dari semua elemen asing.

Karl Marx yang hidup pada masa revolusi industri, mengatakan bahwa hukum itu alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu. Hukum itu hanya melayani kepentingan ‘orang yang berpunya’, yang dimaksud disini adalah pemilik modal. Teori Karl Max yang terkenal adalah hukum ada dalam bingkai infra-struktur, supra-struktur. Infra-stuktur adalah fakta hubungan-hubungan ekonomi masyarakat. Sedangkan supra-struktur adalah kelembagaan-kelembagaan sosial non ekonomi, seperti hukum, agama, sistem politik, corak budaya dan sebagainya.


DEFINISI, TIPE DAN FUNGSI TEORI

A. Definisi Teori Menurut Beberapa Ahli

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting. Teori memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik. Teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang dibicarakan.  Terdapat keragu-raguan dari para akademisi tentang tempat dari disiplin teori.

Teori berasal dari kata theoria dalam bahasa Latin yang berarti “perenungan” yang mana thea berarti cara atau hasil pandang yaitu suatu konstruksi di dalam ide imajinatif manusia tentang realitas-realitas yang ia jumapi dalam pengalaman hidupnya. Dalam literatur teori dimaknai sebagai bangunan  berfikir yang tersusun sistematis, logis (rasional), empiris, dan simbolis. 

Menurut Soetandyo Wingjosoebroto, teori selalu didebatkan terutama jika dihubungkan dengan realitas, tidak hanya mengenai persoalan ontologis tatkala menyoal kebenaran asli yang bersifat mutlak, debat itu juga bersifat metodologis terutama mengenai asal muasal kebenaran tersebut juga mengenai cara-cara apa menemukan kembali kebenaran itu, inilah debat panjang dalam dunia akademik disebut paradigma.

Teori bukanlah sesuatu yang selalu harus dijelaskan, tapi mungkin sesuatu yang sudah dipahami, teori juga kadang dipahami tanpa makna jika tidak diikuti padanannya, teori : hukum, ekonomi, politik dll. Jika hanya teori akan menjadi kajian kebahasaan dan metodologi.

Terdapat tiga alasan terjadinya kesalahpahaman dalam istilah teori, yaitu :

1. Istilah teori tidak eksklusif lagi di dunia IPTEK, telah menjadi istilah keseharian.

2. Teori begitu tipis bedanya dengan konse-konsep yang relevan.

3. Seberapa jauh tingkat keterikatan untuk menggunakannya.

Teori dalam Concise Oxford Dictionary “Anggapan yang menjelaskan tentang sesuatu, khususnya yang berdasarkan pada prinsip-prinsip independen suatu fenomena dan lain-lain yang perlu dijelaskan”.

Shorter Oxford Dictionary mengatakan teori merupakan suatu skema atau sistem gagasan atau pernyataan yang dianggap sebagai penjelasan atau keterangan dari sekelompok fakta atau fenomena. Suatu pernyataan tentang sesuatu yang dianggap sebagai hukum, prinsip umum, atau penyebab sesuatu yang diketahui atau diamati.

Menurut Radbruch, titik taut ilmu hukum dengan teori hukum pada kajian falsafati atau hakikat dan postulat-postulat dari hukum itu. Teori hukum adalah “the classification of legal values and postulates up to their philosophical foundation”. Teori hukum mengambil basisnya berupa nilai-nilai dan postulat-postulat hukum dan bukan pada peraturan-peraturan hukum.

Sedangkan menurut Neoman, teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia.

Menurut Malcom Waters, terdapat 7 indikator teori, yaitu :

1. Pernyataan itu harus abstrak,

2. Pernyataan itu harus tematis,

3. Pernyataan itu harus konsisten secara logika,

4. Pernyataan itu harus dijelaskan,

5. Pernyataan itu harus umum,

6. Pernyataan itu harus independen,

7. Pernyataan itu harus secara substantive valid.


B. Tipe Teori

1. Teori Formal, yaitu teori yang eksklusif menghasilkan skema konsep dan pernyataan dalam masyarakat yang dapat dijelaskan.

2. Teori substantive, kurang inklusif dimana menjelaskan secara keseluruhan tetapi lebih khusus seperti hak pekerja, dominasi politik, komitmen agama dll.

3. Teori Positivistik, bersifat sangat empiric.


C. Fungsi Teori

1. Deskripsi suatu kondisi atau realitas,

2. Pemandu atau pedoman dalam melakukan analisis,

3. Dasar pengujian,

4. Komparasi,

5. Penemuan-penemuan,

6. Problem solving.