Minggu, 26 Januari 2020

BERKUNJUNG KE PESAREHAN GUS DUR

Pesarehan Keluarga Pesantren Tebuireng

Siapa yang tak kenal dengan KH Addurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur ? Lahir di Jombang, Jawa Timur pada tanggal 7 September 1940. Beliau merupakan tokoh muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Beliau lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. “Addakhil” berarti “Sang Penakluk. Kata “Addakhil” tidak cukup dikenal dan diganti nama menjadi “Wahid”, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. 


“Gus” adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berarti “abang” atau “mas”. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara, lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H.M. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan. Ayah Gus Dur, K.H. A. Wahid Hasyim terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Saudaranya adalah Salahuddin Wahid dan Lily Wahid. Beliau menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang putri yaitu Alisa, Yenni, Anita dan Inayah.

Gus Dur dinobatkan sebagai Bapak Tionghoa oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan, juga memeperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru, dan masih banyak lagi perhargaan-penghargaan yang beliau dapatkan seperti menerima Ramon Magsaysay Award, Simon Wiesenthal Center, Lifetime Achievement Award dan penghargaan dari Universitas Temple yang kemudian namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study. 

Saat menjadi Presiden RI, Gus Dur memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda dalam menyikapi suatu permasalahan bangsa. Beliau melakukan pendekatan yang lebih simpatik kepada kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM), mengayomi etnis Tionghoa, meminta maaf kepada keluarga PKI yang mati disiksa, dan lain-lain. Hingga beliau wafat pada tanggal 30 Desember 2009.

Bagi saya yang lahir pada tahun 90-an, saya sangat jarang mengikuti secara langsung kiprah beliau, bahkan pada akhirnya saya mengenal beliau hanya melalui forum diskusi dan dari jejak media. Yang paling saya tahu, beliau sangat suka humor tapi bukan humor kaleng-kaleng, selalu menusuk tepat sasaran. Untuk melacak jejak pemikiran beliau, kita bisa menemui para sahabat dan muridnya secara langsung serta membaca berbagai literatur yang ditulis oleh Gus Dur sendiri, seperti buku Islamku Islam Anda Islam Kita, Prisma Pemikiran Gus Dur, Kiai Nyentrik Membela Pemerintah, hingga Tuhan Tidak Perlu Dibela. Gus Dur juga di kenal dengan 9 Nilai Utama, yaitu, Ketauhidan, Kemanusiaan, Keadilan, Kesetaraan, Pembebasan, Kesederhanaan, Persaudaraan, Kesatriaan, dan Kearifan Tradisi.

Melihat dari jejak pemikiran dan perjuangan beliau, saya tidak heran jika setelah lebih dari satu dekade kepergiannya, pemikiran dan perjuangannya masih tetap hidup, di bawa dan di jaga oleh sahabat, anak-anak dan murid-muridnya, saya melihat semangat beliau bahkan sampai kepelosok. Kita bisa menemukan dengan mudah jaringan Gusdurian di setiap daerah, atau hanya sekedar pengagumnya, tidak heran juga jika sampai saat ini jumlah peziarah ke pesarehan beliau terus bertambah. 

Hari ini, untuk pertama kalinya saya berkesempatan untuk mengunjungi pesarehan beliau, di Pesantren tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Lokasinya bukan dipinggir jalan raya, tapi cukup mudah untuk diakses dengan jalan beton. Sebelum saya berangkat, karena bertepatan dengan sehari sebelum hari ulang tahun saya, saya berniat untuk ke lokasi menggunakan sepeda dari Kampung Inggris, Pare, Kediri, niat nekat seru-seruan sebelum menginjak usia 25 tahun, sebenarnya bisa sewa motor dan harganya pun terjangkau, hanya saja saya memang kadang agak nekat kalau lagi gendeng. Saya cek google maps dan disitu tertulis berjarak 18 KM. 

Saya menyiapkan sepeda, air minum, senter dan buah kesukaan, Rambutan. Niatnya saya akan berangkat setelah sholat subuh, begitu saya utarakan niat ke salah satu teman yang cukup tau dengan lokasinya, teman saya itu langsung shock dan melihat saya tanpa berkedip, beberapa detik kemudian dia menyodorkan kunci motor lengkap dengan helm, katanya kalau saya nekat kesana naik sepeda, saya bisa mati sebelum sampai. Huhu, tidak jadi seru-seruan. 

Pintu Masuk atau Gerbang Utama Pesarehan Gus Dur

Akhirnya, saya berangkat pagi-pagi sekali sekitar jam 6:21, tiba di lokasi jam 7:25 menggunakan sepeda motor. Begitu cek google maps, angkanya berubah yang awalnya 18 KM menjadi 20 KM, saya cuma nyengir. Saya memarkirkan motor saya di sekitar pedagang-pedagang pinggir jalan, di lokasi tersebut ada sangat banyak pedagang makanan maupun souvenir, tenang saja parkirnya gratis. 

Setahu saya, orang boleh berziarah mulai  dari jam 7 pagi, dan jumlah peziarah bisa sampai ribuan bahkan mencapai puluhan ribu diakhir pekan, karena saya punya trauma dengan orang banyak dan suara bising, saya datang sepagi mungkin, saya sangat menghindari posisi berdesak-desakan, saat saya tiba pun sudah cukup banyak orang yang datang, ada yang berkelompok, ada yang berdua dengan pasangan, ada yang duduk di pinggir jalan sambil sarapan, ada yang berselfie di depan gerbang, saya juga pasti tak mau ketinggalan, hehe. 

Situasi di dalam terowongan gerbang menuju ke lokasi Pesarehan Gus Dur

Awalnya saya kebingungan, karena ternyata posisi pasarean berada di dalam, saya ragu dan bingung harus kemana, padahal diatas gerbang sudah ada keterangannya, meskipun banyak orang, saya tidak mungkin ngikut begitu saja, saya takut salah masuk atau mungkin nyasar didalam, mau bertanya tapi malu-malu kucing juga, akhirnya mengandalkan google maps, mengikuti titik-titik melewati gerbang sampai kedalam wkwkw… Dan ternyata sederhana saja, tidak mungkin nyasar sampai kedalam, saya nya saja yang terlalu banyak mikir.


Saat melewati gerbang, di wajibkan untuk mengisi buku tamu, terdapat dua jalur, masuk dan keluar, dan ternyata di samping kiri-kanannya terdapat banyak penjual pakaian dan souvenir juga. Lalu di tengah jalur terdapat kotak infaq untuk mengelola makam, beberapa kaligrafi terpajang didinding, juga miniatur wilayah pesantren. Sampai di dalam sudah banyak orang yang duduk sambil berdoa dan berdzikir, juga ada yang berfoto di sekitar makam, karena memang tidak ada larangan untuk berfoto, tapi saya tidak ikutan karena saya merasa tidak sopan berkeliaran  sambil foto-foto di antara makam dan peziarah yang sedang berdoa, akhirnya ambil foto dari jauh saja.

Kotak Infaq

Di kompleks pemakaman tersebut  terdapat pesarehan K.H. M. Hasyim Asy’ari , KH. A. Wahid Hasyim, dan pastinya KH. Abdurrahman Wahid. Saya ikut duduk dengan tenang, berdoa dan berdzikir. Lokasi pasarean sangat terawat dan bersih, meskipun selalu banyak peziarah yang berkunjung, tidak ada satu sampahpun yang berserakan bahkan daun-daun kering dari pohon-pohon dan tanaman di sekitar makam juga tidak kelihatan, entah pengunjungnya yang baik atau pengelola makam yang telaten, atau mungkin keduanya, kita tahu pengagum beliau sudah pasti orang-orang beradab yang tidak akan buang sampah sembarangan, satu hal yang membuat saya senang adalah kebanyakan peziarah murah senyum kepada orang asing, cukup bertatap muka dan mereka akan tersenyum ramah sambil menundukkan kepala sepersekian detik tanda menyapa, hal tersebut membuat rasa nyaman untuk tinggal lebih lama. Fasilitanya juga memadai, seperti toilet, dan juga ATM, meskipun hanya ATM BRI.

Peziarah yang berdoa dan berdzikir di sekitar Pesarehan Gus Dur

Beberapa saat kemudian peziarah semakin banyak, selesai berdoa, saya memutuskan untuk keluar ke pinggir jalan menyusuri pedagang-pedagang sambil mencari cemilan kesukaan “Kerupuk Gapit”, tapi ternyata tidak ada yang jual. Harga jajanan di lokasi tersebut sangat murah, misalnya sate hanya di jual seharga Rp.6000 perporsi, atau pentolan hanya seharga Rp.500- sebiji, meskipun kere, saya tidak boleh kelaparan dong. Setelah makan bakso seharga Rp.7000 saya pun pulang sekitar jam 9:00 dan sampai dengan selamat meskipun sempat nyasar. Hehe.

Situasi di depan gerbang utama yang di penuhi oleh peziarah dan pedagang

Perkiraan saya yang salah tentang lokasi pasarean tersebut adalah saya pikir di sana hanya benar-benar makam, tidak ada penjual jajan, you know lah makam pada umumnya, saya benar-benar tidak terfikir akan ada pedagang disekitar makam, jual souvenir apalagi pakaian, akhirnya bawa uang pas-pasan, kalau saja saya tau lebih awal, mungkin saya bawa uang lebih sekadar beli souvenir untuk kenang-kenangan, agak menyesal sih. Semoga di lain waktu masih di beri kesempatan untuk berkunjung kembali. Aamiin.

Saran saya, jika ingin berziarah datanglah lebih awal agar tidak terlalu berdesak-desakan dengan peziarah lain, jangan lupa bawa uang lebih apalagi jika membawa anak kecil, karena di sana banyak jajan, baru mau masuk gerbang saja sudah disuguhi ice cream padahal belum jam 8 pagi, dan jangan lupa jaga kebersihan yah... 

Oya, jangan nekat kesana naik sepeda yah, kata teman saya kamu bisa mati sebelum sampai.

Terima kasih sudah membaca sampai akhir, jika terdapat salah informasi atau salah kata jangan sungkan untuk memberi tahu saya melalui kolom komentar. 


-Nasrah Sandika

Rabu, 01 Januari 2020

PERLAWANAN TERHADAP PAJAK




Perlawanan Pajak adalah hambatan-hambatan dalam pemungutan pajak baik yang disebabkan oleh kondisi negara dan rakyatnya maupun disebabkan oleh usaha-usaha wajib pajak yang disadari ataupun tidak disadari mempersulit pemasukan pajak sebagai sumber penerimaan negara. Walaupun pajak tidak bisa dipungut tanpa adanya persetujuan dari rakyat, pemerintah selalu berusaha untuk memberikan penerangan dan penyuluhan agar rakyat mempunyai kesadaran akan kewajibannya membayar pajak.

Menurut R. Santoso Brotodihardjo dalam bukunya “ Pengantar Ilmu Hukum Pajak “ perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan antara Perlawanan  Pasif dan Perlawanan Aktif.

1.    Perlawanan Pasif 
Perlawanan Pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi, perkembangan intelektual dan moral penduduk serta system pemungutan pajak itu sendiri.

2.    Perlawanan Aktif
Perlawanan Aktif adalah meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak.
Usaha perlawanan aktif dapat dibedakan menjadi 3 ( tiga ) cara, yaitu :
a.     Penghindaran diri dari pajak ( Tax Saving )
Penghindaran diri dari pajak dapat dilakukan dengan cara tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang menjadi penyebab timbulnya utang pajak. Misalnya dengan menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang menimbulkan pajak, mengganti pemakaian barang kena pajak dengan barang yang tidak kena pajak atau kegiatan lainnya.
Ketidakjelasan atau lemahnya Undang Undang atau mungkin lemahnya control aparat pajak, akan menyebabkan adanya lubang-lubang kelemahan yang dimanfaatkan oleh wajib pajak untuk menghindari atau memperkecil jumlah pajaknya. Pemanfaatan lubang-lubang kelemahan untuk menghindari atau memperkecil pajak oleh wajib pajak disebut dengan “loopholes”. Dan penghindaran diri dari pajak yang seperti ini disebut “ tax avoidance “.
b.    Pengelakan pajak ( Tax Evasion )
Pengelakan pajak dilakukan dengan cara penyelundupan pajak yaitu dengan menyembunyikan keadaan-keadaan yang sebenarnya. Pengelakan yang seperti ini benar-benar suatu pelanggaran terhadap Undang Undang atau ketentuan peraturan perpajakan.
Misalnya dengan membuat pernyataan yang tidak benar, membuat laporan yang tidak benar/palsu, membuat pembukuan ganda, tidak melaporkan penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan sampingan.
Pengelakan pajak dengan cara seperti diatas disebut dengan “ tax Evasion “.
c.     Melalaikan Pajak
Melalaikan pajak meliputi tindakan menolak untuk membayar pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus atau menolak untuk memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

-Nasrah Sandika

BANDING MENGENAI PAJAK



Banding adalah roses penyelesaian sengketa pajak antara Wajib Pajak dan pihak fiskus selain bisa diselesaikan di tingkat internal Direktorat Jenderal Pajak, ada juga proses penyelesaian di luar Direktorat Jenderal Pajak. Namun demikian, penyelsaian di tingkat external ini bukan merupakan alternatif dari penyelesaian di tingkat internal tetapi lebih pada proses yang berkelanjutan apabila proses di tingkat internal mengalami jalan buntu.

Pengajuan surat banding
1.  Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia, ditujukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dengan melampirkan : 
      a.  Salinan keputusan yang dibanding, 
   b. Bukti pelunasan pajak yang terutang yang dibanding,
     c.  Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT, 
   d.  Laporan Keuangan dll) Surat Kuasa bermeterai, bila diwakili oleh kuasanya.

Paling lambat 14 hari sejak Banding disampaikan Pemohon Banding akan mendapat permintaan kelengkapan apabila banding yang disampaikan ternyata tidak/kurang lengkap. Paling lambat 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan yang dibanding, Pemohon Banding harus melengkapi permohonan bandingnya yang kurang lengkap/belum memenuhi persyaratan 5. Paling lambat 14 hari sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding akan mendapat pemberitahuan sidang.

2.    Surat Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohDalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yanng telah disetujui oleh wajib pajak dalam pembahasan akhir pada hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan.

3.   Wajib Pajak dapat mengajukan permasalahan keberatannya ke tingkat banding, yaitu ke Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) di Jakarta.

4.   Banding tersebut dapat dilakukan dalam hal pengajuan keberatannya ditolak oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB mengenai besarnya pajak terhutang pada SPPT dan atau SKP, karena data obyek tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau karena adanya perbedaan penafsiran peraturan-perundangan antara wajib pajak dengan aparat pajak.

5.    Pengajuan banding dapat juga diajukan karena subyek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan Direktur Jenderal Pajak, meskipun subyek pajak sudah memberikan keterangan, namun keterangan itu tetap ditolak oleh Jenderal Pajak.

6.    Pengajuan banding dapat juga diajukan karena subyek pajak tidak bersedia menjadi wajib pajak atas penunjukan Direktur Jenderal Pajak, meskipun subyek pajak sudah memberikan keterangan, namun keterangan itu tetap ditolak oleh Jenderal Pajak.

Keputusan banding yang diberikan Majelis Pertimbangan Pajak berlaku mengikat serta mempunyai kepastian dan kekuatan hukum baik terhadap Direktorat Jenderal Pajak maupun terhadap wajib pajak. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding.


Proses Pelaksanaan Banding dan penyelesaian banding
Dalam hal pengajuan banding WP memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan, maka pengadilan pajak akan memulai persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan mengirimklan salinannya ke WP Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan sengketa antara WP dengan fiskus:
a.      Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat Tanggapan
b.      Surat Bantahan
c.      Penunjukan Majelis atau Hakim Tunggal

Persidangan Banding
Persidangan banding dapat dilakukan melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis pemeriksaan dalam proses banding :

1.    Pemeriksaan Dengan Acara Biasa (PAB)
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan apabila surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan formal.

2.    Pemeriksaan Dengan Acara Cepat (PAC)
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.

Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
a.    Sengketa pajak tertentu
b.    Gugatan yang tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
c.    Tidak dipenuhinya salah satu ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah tulis atau salah hitung)
d.    Sengketa pajak tertentu, yang berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.

Permohonan Banding
Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan. Dengan demikian, proses pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan. Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan.

Gugatan
Berdasarkan Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak kepada badan peradilan pajak. Badan peradilan pajak yang dimaksud adalah Pengadilan Pajak sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002.
Berbeda dengan permohonan banding, gugatan dilakukan terhadap :
1.  Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2.    Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
4. Penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

Peninjauan Kembali
Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak. Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak.

Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan berdasarkan alasan :
1.   Apabila Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
2.  Apabila terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan yang apabila diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan yang berbeda.
3.   Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada, yang dituntut, kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 (1) b dan c UU Pengadilan Pajak;
4.   Apabila mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
5.    Apabila terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

-Nasrah Sandika

PENERAPAN SANKSI PAJAK



Ada 2 macam Sanksi perpajakan,
1.    1. Sanksi Administrasi yang terdiri dari:
a.       Sanksi Adrninistrasi Berupa Denda
Sanksi denda adalah jenis sanksi yang paling banyak ditemukan dalam UU perpajakan. Terkait besarannya denda dapat ditetapkan sebesar jumlah tertentu, persentase dari     jumlah tertentu, atau suatu angka perkalian dari jumlah tertentu.
Pada sejumlah pelanggaran, sanksi denda ini akan ditambah dengan sanksi pidana. Pelanggaran yang juga dikenai sanksi pidana ini adalah pelanggaran yang sifatnya alpa atau disengaja.
b.      Sanksi Aministrasi Berupa Bunga
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan atas pelanggaran yang menyebabkan utang pajak menjadi lebih besar. Jumlah bunga dihitung berdasarkan persentase tertentu dari suatu jumlah, mulai dari saat bunga itu menjadi hak/kewajiban sampai dengan saat diterima dibayarkan.
Terdapat beberapa perbedaan dalam menghitung bunga utang biasa dengan bunga utang paiak. Penghitungan bunga utang pada umumnya menerapkan bunga majemuk (bunga berbunga). Sementara, sanksi bunga dalam ketentuan pajak tidak dihitung berdasarkan bunga majemuk.
Besarnya bunga akan dihitung secara tetap dari pokok pajak yang tidak/kurang dibayar. Tetapi, dalam hal Waiib Paiak hanya membayar sebagian atau tidak membayar sanksi bunga yang terdapat dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan, maka sanksi bunga tersebut dapat ditagih kembali dengan disertai bunga lagi
Perbedaan lainnya dengan bunga utang pada umumnya adalah sanksi bunga dalam ketentuan perpajakan pada dasarnya dihitung 1 (satu) bulan penuh. Dengan kata lain, bagian dari bulan dihitung 1 (satu) bulan penuh atau tidak dihitung secara harian. Untuk mengetahui lebih ielas mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi bunga dan penghitungan besarnya bunga dalam pajak.
c.       Sanksi Administrasi Berupa Kenaikan
Jika melihat bentuknya, bisa jadi sanksi administrasi berupa kenaikan adalah sanksi yang paling ditakuti oleh wajib Pajak. Hal ini karena bila dikenakan sanksi tersebut, jumlah pajak yang harus dibayar bisa menjadi berlipat ganda. Sanksi berupa kenaikan pada dasarnya dihitung dengan angka persentase tertentu dari jumlah pajak yang tidak kurang dibayar.
Jika dilihat dari penyebabnya, sanksi kenaikan biasanya dikenakan karena Wajib Pajak tidak memberikan informasi-informasi yang dibutuhkan dalam menghitung jumlah pajak terutang
2   2. Sanksi Pidana
Kita sering mendengar isilah sanksi pidana dalam peradilan umum. Dalam perpajakan pun dikenai adanya sanksi pidana. UU KUP menyatakan bahwa pada dasarnya, pengenaan sanksi pidana merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.
Namun, pemerintah masih memberikan keringanan dalam pemberlakuan sanksi pidana dalam pajak, yaitu bagi Wajib Pajak yang baru pertama kali melanggar ketentuan Pasal 38 UU KUB tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi. Pelanggaran Pasal 38 UU KUP adalah tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Hukum pidana diterapkan karena adanya tindak pelanggaran dan tindak kejahatan. Sehubungan dengan itu, di bidang perpajakan, tindak pelanggaran disebut dengan kealpaan, yaitu tidak sengaja, lalai, tidak hati-hati, atau kurang mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Sedangkan tindak kejahatan adalah tindakan dengan sengaja tidak mengindahkan kewajiban pajak sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Meski dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tindak pidana di bidang perpajakan tidak dapat dituntut setelah jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terlampaui.Jangka waktu ini dihitung sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan. Penetapan jangka waktu 10 (sepuluh) tahun ini disesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar penghitungan jumlah pajak yang terutang, yaitu selama 10 (sepuluh) tahun.
Dalam UU Perpajakan Indonesia, ketentuan mengenai sanksi pidana pada intinya diatur dalam Bab VIII UU KUP sebagai hukum pajak format. Namun, dalam UU Perpajakan lainnya, dapat juga diatur sanksi pidana. Sanksi pidana biasanya disertai dengan sanksi administrasi berupa denda, walaupun tidak selalu ada. Hal-hal yang dapat menyebabkan sanksi pidana.

-Nasrah Sandika

UTANG PAJAK



Pengertian Utang Pajak
Utang dalam arti luas ialah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban sebagai konsekwensi perikatan, seperti penyerahan barang, membuat lukisan, melakukan perbuatan tertentu, membayar harga barang dan seterusnya.
Utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang, (bijzondere overeenkomst, benoemde overeenkomst) yang mewajibkan debitur untuk membayar (kembali) jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditur.

Beberapa pengertian…
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. “Utang pajak” adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

“Pajak yang terutang” adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.



 Timbul dan Berakhirnya Utang Pajak
1.      Timbulnya Utang Pajak
a.       Ajaran materil (materiele leer)
Ajaran Materil (materiele leer)  menyatakan bahwa, timbulnya utang pajak pada saat diundangkannya undang-undang pajak dan terpenuhinya syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, tanpa harus  di ikuti Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak.

Syarat subjektif  adalah syarat yang melekat pada subjeknya seperti seseorang lahir  di Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia.
Syarat objektif adalah syarat yang melekat pada objeknya seperti memiliki penghasilan kena pajak,  melakukan penyerahan barang kena pajak, memiliki tanah dan bangunan.
b.      Ajaran Formil (formele leer).
Syarat subjektif  adalah syarat yang melekat pada subjeknya seperti seseorang lahir  di Indonesia, bertempat tinggal di Indonesia.
Syarat objektif adalah syarat yang melekat pada objeknya seperti memiliki penghasilan kena pajak,  melakukan penyerahan barang kena pajak, memiliki tanah dan bangunan.
Timbulnya utang pajak menurut ajaran formal (formele leer) adalah pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh pejabat pajak.
Menurut ajaran ini meskipun undang-undang pajak telah diundangkan, seseorang telah memenuhi syarat subjektif dan syarat objektif secara bersamaan, apabila Surat Ketetapan Pajak belum diterbitkan oleh pejabat pajak maka utang pajak belum timbul.

Surat Ketetapan pajak  menurut ajaran materil hanya memiliki dua fungsi yaitu:
1) sebagai instrumen penagihan pajak;
2) sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak.
Sedangkan menurut ajaran fomal memiliki tiga fungsi yaitu: 1) sebagai instrumen yang menimbulkan utang pajak; 2) sebagai instrumen penagihan pajak; dan 3)  sebagai instrumen untuk menentukan jumlah utang pajak.

Berakhirnya Utang Pajak
Pembayaran
a.       a.       Pembayaran utang pajak adalah kewajiban wajib pajak;
       b.     Pembayaran pajak merupakan perbuatan hukum yang dapat menghapus utang pajak;

c.      c.        Pembayan pajak harus tepat waktu;
d.      d.     Pembayaran lewat waktu jatuh tempo akan dikenakan sanksi administrasi;
e.       e.    Wajib pajak berhak mendapatkan bukti pembayaran yang sah;
f.       f.     Wajib pajak berhak mendapat bunga sebesar 2% (dua persen) atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran oleh pejabat pajak.


Pembayaran dengan Cara Lain
     Dalam bentuk natural
    Ada cara pembayaran lain, seperti terdapat pada Undang-Undng Bea Materai (UU BM). Dalam UU BM, pajak tidak dibayar dengan sejumlah uang, melainkan dengan mengunakan kertas materai atau matera tempel sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU BM.

  Lebih lanjutat Rochmat Soemitro (1988:59) mengemukakan bahwa, cara lain lagi ialah “nazegeling” atau “pemateraian kembali”, untuk dokumen/tanda yang ternyata besarnya tidak atau kurang dibayar dengan menunjukkan dokumen itu kepada pegawai kantor pos untuk dibubuhi materai, yang kemudian dicap dengan stempel kantor pos. Pada pemateraian kembali itu, denda yang terutang untuk pelanggaran itu harus sekalian dibayar, kalau tidak pegawai kantor pos tidak akan melakukan “nazegeling” tersebut.

Kompensasi
     Kompensasi merupakan salah satu cara penghapusan utang pajak yang diperkenangkan dalam ketentuan perpajakan. Kompensasi ini hanya diperkenangkan kalau terdapat kelebihan pembayaran pajak.

    Kompensasi adalah suatu cara menghapus utang pajak yang dilakukan melalui cara pemindahan kelebihan pajak pada suatu jenis pajak ( pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda) dengan menutup kekurangan utang pajak atas jenis pajak yang sama atau jenis pajak lainnya ( juga pada tahun yang sama atau tahun yang berbeda).

Pembebasan pajak
a.    Ketentuan hukum pajak yang terkait dengan pembebasan utang pajak, adalah Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUT) mengatur antara lain bahwa, Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan wajib pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi beruapa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.  Pasal 19 ayat (1)  Undang-Undang Pajak Bumi dan Banganan (UU PBB), mengatur bahwa Menteri Keuangan dapat menberikan pangurangan pajak yang terutang: a) karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya; b) Dalam hal objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
c.  Sedangkan Pasal 20 mengatur bahwa, atas permintaan wajib pajak Direktur Jenderal Pajak dapat mengurangkan dendan administrasi karena hal-hal tertentu. Kata “mengurangkan”, “menghapuskan”, dan “pengurangan” pada pasal tersebut pada dasarnya mengandung makna “pembebasan”.

Daluarsa
a.    Daluarsa merupakan instrument hukum yang menyebabkan hapusnya utang pajak wajib pajak.
b.  Yang dimaksud daluarsa adalah hapusnya suatu hak atau kewajiban karena lampaunya waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan dalam  undang-undang.
c.  Daluarsa utang pajak dimaksudkan agar ada suatu kepastian hukum bagi wajib pajak untuk suatu masa tertentu yang ditentukan undang-undang tidak lagi mempunyai utang pajak
d.    Jangka waktu daluarsa :
1.  Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan  Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar,  Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali ( Pasal 22 ayat 1 UU KUT).
2.    Jangka waktu daluarsa tersebut sama dengan jangka waktu daluarsa Pajak Daerah yaitu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah (Pasal 31 UU PDRD).

Penghapusan Pajak
Menurut Wirawan B. Ilyas, Richard Burton (2001:23) bahwa, hapusnya utang pajak dapat terjadi karena adanya proses penghapusan piutang pajak yang bisa disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut;
1. Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris tidak dapat ditemukan;
2. Wajib Pajak tidak mempunya harta kekayaan lagi yang dibuktikan berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah setempat. Penghapusan utang pajak melalui proses penghapusan merupakan bentuk keadilan bagi Wajib Pajak yang memang benar-benar mengalami hal tersebut diatas;
3.  Sebab lain, misalnya wajib pajak tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi disebabkan keadaan yang tidak dapat dihindarkan seperti kebakaran, bencana alam, dan sebagainya.

Sistem Penghitungan Utang Pajak
a.       Sistem penghitungan pajak ini  terdiri dari 4 (empat) cara yaitu :
1. Official assessment system,
2. Semi self assessment system,
3. self assessment system, dan
4. withholding system.
b.      Official assessment system
adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pejabat pajak untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang oleh wajib pajak. Hasil penghitungan pajak yang telah dilakukan oleh pejabat pajak dituangkan dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP), kemudian SKP ini dikirim ke wajib pajak. Dengan demikian wajib pajak mengetahui jumlah pajak yang terutang setelah membaca SKP.
c.    Semi self assessment system
adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pejabat pajak dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Berdasarkan sistem ini pada awal tahun,  pajak yang terutang dihitung oleh wajib pajak. Setelah akhir tahun pajak, pejabat pajak menentukan pajak yang sesungguh berdasarkan data yang dilaporkan oleh wajib pajak. Dengan demikian wajib pajak dan pejabat pajak berperan dalam menentukan pajak yang harus dibayar wajib pajak.
d.    Self assessment system
adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi kepercayaan penuh  kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar atau pajak yang terutang.
Berdasarkan sistem ini pejabat pajak tidak diperkenangkan ikut campur tangan dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar wajib pajak, kecuali dalam hal memberikan pelayanan berupa bimbingan teknis mengenai penggunaan hak tersebut.
e.    Witholding system
adalah suatu sistem penghitungan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang ditunjuk oleh undang-undang untuk memotong, memungut, dan menentukan besarnya pajak yang terutang atau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
       Berdasarkan sistem ini, wajib pajak dan pejabat pajak tidak terlibat dalam menentukan jumlah pajak yang harus dibayar. Pihak ke tiga tersebut berkewajiban untuk menyetorkan jumlah pajak yang telah dipotong atau dipungut sesuai mekanisme yang berlaku berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Sistem Pengenaan Utang Pajak
Sistem atau Stelsel  pengenaan utang pajak merupakan cara untuk  menentukan jumlah pajak, waktu pembayaran pajak, dan cara pembayaran pajak.
Sistem ini berpengaruh terhadap mobilitas dan kepastian jumlah utang pajak yang harus diterima oleh negara dari wajib pajak untuk 1(satu) tahun kedepan.

Secara teoritis  dikenal  ada 3(tiga)  sistem  pengenaan  utang  pajak  yaitu:
a.     Stelsel fiksi (fictieve stelsel),
Stelsel fiksi adalah cara pengenaan pajak yang didasarkan pada suatu anggapan tertentu, dimana anggapan ini ditentukan oleh bunyi undang-undang perpajakan.

b.    Stelsel ril (reele stelsel),
Stelsel ril adalah cara pengenaan pajak berdasarkan penghasilan ril, nyata atau sesungguhnya yang diterma oleh wajib pajak dalam tahun pajak  yang bersangkutan. Karena penghasilan  nyata atau  sesungguhnya  dari  wajib pajak dalam tahun yang bersangkutan baru diketahui setelah akhir tahun, maka wajib pajak baru dapat dikenakan pajak pada akhir tahun.

c.     Stelsel campuran.
Stelsel campuran adalah cara pengenaan pajak yang mengkombinasikan antara setelsel fiktif dengan stelsel ril. Misalnya pada awal tahun, pajak dipungut berdasarkan anggapan, setelah  akhir tahun dilakukan koreksi berdasarkan penghasilan nyata yang diperoleh wajib pajak. Dengan demikian pajak yang akan dibayar oleh wajib pajak adalah pajak yang dihitung  berdasarkan penghasilan sesungguhnya.


-Nasrah Sandika