Banding adalah roses penyelesaian sengketa pajak antara
Wajib Pajak dan pihak fiskus selain bisa diselesaikan di tingkat internal
Direktorat Jenderal Pajak, ada juga proses penyelesaian di luar Direktorat
Jenderal Pajak. Namun demikian, penyelsaian di tingkat external ini bukan
merupakan alternatif dari penyelesaian di tingkat internal tetapi lebih pada
proses yang berkelanjutan apabila proses di tingkat internal mengalami jalan
buntu.
Pengajuan surat banding
1. Banding diajukan dengan
Surat Banding dalam Bahasa Indonesia, ditujukan kepada Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak dengan melampirkan :
a. Salinan keputusan yang dibanding,
b. Bukti pelunasan pajak yang terutang yang dibanding,
c. Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT,
d. Laporan Keuangan dll) Surat Kuasa bermeterai, bila diwakili oleh kuasanya.
a. Salinan keputusan yang dibanding,
b. Bukti pelunasan pajak yang terutang yang dibanding,
c. Data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Keberatan, SPT,
d. Laporan Keuangan dll) Surat Kuasa bermeterai, bila diwakili oleh kuasanya.
Paling
lambat 14 hari sejak Banding disampaikan Pemohon Banding akan mendapat
permintaan kelengkapan apabila banding yang disampaikan ternyata tidak/kurang
lengkap. Paling lambat 3 bulan sejak tanggal diterimanya keputusan yang
dibanding, Pemohon Banding harus melengkapi permohonan bandingnya yang kurang
lengkap/belum memenuhi persyaratan 5. Paling lambat 14 hari sebelum persidangan
dimulai, Pemohon Banding akan mendapat pemberitahuan sidang.
2. Surat
Uraian Banding adalah surat terbanding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
yang berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohDalam hal wajib
pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, wajib pajak wajib
melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yanng telah
disetujui oleh wajib pajak dalam pembahasan akhir pada hasil pemeriksaan,
sebelum surat keberatan disampaikan.
3. Wajib Pajak
dapat mengajukan permasalahan keberatannya ke tingkat banding, yaitu ke Badan
Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP) di Jakarta.
4. Banding
tersebut dapat dilakukan dalam hal pengajuan keberatannya ditolak oleh Kepala
Kantor Pelayanan PBB mengenai besarnya pajak terhutang pada SPPT dan atau SKP,
karena data obyek tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau karena
adanya perbedaan penafsiran peraturan-perundangan antara wajib pajak dengan
aparat pajak.
5. Pengajuan
banding dapat juga diajukan karena subyek pajak tidak bersedia menjadi wajib
pajak atas penunjukan Direktur Jenderal Pajak, meskipun subyek pajak sudah
memberikan keterangan, namun keterangan itu tetap ditolak oleh Jenderal Pajak.
6. Pengajuan
banding dapat juga diajukan karena subyek pajak tidak bersedia menjadi wajib
pajak atas penunjukan Direktur Jenderal Pajak, meskipun subyek pajak sudah
memberikan keterangan, namun keterangan itu tetap ditolak oleh Jenderal Pajak.
Keputusan banding yang diberikan
Majelis Pertimbangan Pajak berlaku mengikat serta mempunyai kepastian dan
kekuatan hukum baik terhadap Direktorat Jenderal Pajak maupun terhadap wajib
pajak. Sengketa Pajak Dalam Proses Banding.
Proses Pelaksanaan Banding dan penyelesaian banding
Dalam hal pengajuan banding WP
memenuhi ketentuan formal yang disyaratkan, maka pengadilan pajak akan memulai
persiapan persidangan dengan meminta Surat Uraian Banding (SUB) atau Surat
Tanggapan dari Fiskus (pihak Terbanding) dan mengirimklan salinannya ke WP
Pemohon Banding, serta menunjuk Majelis atau Hakim Tunggal untuk menyelesaikan
sengketa antara WP dengan fiskus:
a. Surat Uraian Banding (SUB) atau
Surat Tanggapan
b. Surat Bantahan
c. Penunjukan Majelis atau Hakim
Tunggal
Persidangan Banding
Persidangan banding dapat dilakukan
melalui serangkaian proses pemeriksaan. Ada 2 jenis pemeriksaan dalam proses
banding :
1. Pemeriksaan
Dengan Acara Biasa (PAB)
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa (PAB) dilakukan dilakukan oleh Majelis yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Ketua dan 2 (dua) orang Hakim Anggota, disertai Panitera, dan dihadiri oleh terbanding. Apabila perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara biasa
dilakukan apabila surat permohonan banding telah memenuhi ketentuan formal.
2. Pemeriksaan
Dengan Acara Cepat (PAC)
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat (PAC) dilakukan oleh hakim tunggal atau majelis hakim dan dihadiri oleh terbanding. Apabila dipandang perlu juga dihadiri oleh pemohon banding atau kuasa hukumnya.
Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan terhadap :
a. Sengketa pajak tertentu
b. Gugatan yang tidak diputus dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan sejak gugatan diterima
c. Tidak dipenuhinya salah satu
ketentuan pasal 84 (1) UU Pengadilan pajak. Atau atas putusan yang keliru (salah
tulis atau salah hitung)
d. Sengketa pajak tertentu, yang
berdasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang pengadilan pajak.
Permohonan
Banding
Berdasarkan
Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 (UU KUP), Wajib Pajak dapat
mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat
Keputusan Keberatan. Dengan demikian, proses pengajuan banding hanya dapat
dilakukan apabila telah melalui proses keberatan. Badan peradilan pajak yang
dimaksud adalah Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor
14 Tahun 2002.
Permohonan
banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang
jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan diterima dan
dilampiri dengan salinan Surat Keputusan Keberatan.
Gugatan
Berdasarkan
Pasal 23 ayat (2) UU KUP, gugatan dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
Penanggung Pajak kepada badan peradilan pajak. Badan peradilan pajak yang
dimaksud adalah Pengadilan Pajak sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun
2002.
Berbeda dengan permohonan banding,
gugatan dilakukan terhadap :
1. Pelaksanaan
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
2. Keputusan
pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
3. Keputusan yang
berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam
Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
4. Penerbitan surat
ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak
sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
Peninjauan
Kembali
Pihak-pihak
yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan
Pajak kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya
dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Permohonan Peninjauan Kembali tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan
Putusan Pengadilan Pajak.
Permohonan Peninjauan Kembali hanya
dapat diajukan berdasarkan alasan :
1. Apabila Putusan
Pengadilan Pajak didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada
bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
2. Apabila
terdapat bukti tertulis baru yang penting dan bersifat menentukan yang apabila
diketahui pada tahap persidangan di Pengadilan Pajak akan menghasilkan putusan
yang berbeda.
3. Apabila telah
dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih daripada, yang dituntut,
kecuali yang diputus berdasarkan Pasal 80 (1) b dan c UU Pengadilan Pajak;
4. Apabila
mengenai suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
5. Apabila
terdapat suatu putusan yang nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
-Nasrah Sandika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar