Salah satu upaya lainnya dalam meningkatkan penanggulangan dan peradilan
pembajakan di Laut Lepas, sekaligus mengadili para pelakunya adalah merubah
atau merevisi ketentuan hukum internasional yang saat ini berlaku. Beberapa
sarjana berpendapat bahwa hukum internasional yang
berlaku saat ini sudah tidak sesuai dengan situasi yang terjadi di Laut Lepas.
Beberapa cara perubahan hukum internasional tersebut antara lain adalah :
1. Memperluas Yurisdiksi
Internasional Tribunal for the law of the
Sea (ITLOS) dengan Protokol Tambahan.
Mengadopsi sebuah protokol
tambahan pada Internasional Tribunal for the law of
the Sea (ITLOS) yang secara khusus menangani masalah pembajakan di laut
lepas dengan cara memperluas yurisdiksi mahkamah terhadap akses individu untuk
berpekara. Yurisdiksi yang diperluas juga sebaiknya mencakup
masalah apabila para pembajak yang tertangkap dari perairan territorial
dari negara pantai, namun pemerintah
pusat negara pantai tersebut tidak berfungsi atau tidak ada. Tribunal for the law of the Sea (ITLOS)
sebaiknya digunakan untuk mengadili para pembajak dan menghukumnya, sehingga
mengurangi beban dari negara-negara yang menangani masalah ini. Untuk menangani masalah ini, yurisdiksi Tribunal for the law of the Sea (ITLOS)
harus di revisi sehingga memberikan kewenangan terhadap sengketa pembajakan di
Laut Lepas.
2. Menambah Protokol tambahan dalam UNCLOS 1982 mengenai
mekanisme untuk mengadili para tersangka pembajak.
Membuat protokol atau perjanjian yang
melengkapi terhadap perjanjian yang sudah
ada, seperti UNCLOS 1982. Masalah yang timbul dalam membuat protokol daripada membuat perjanjian adalah protokol pada
umumnya mengamandemen atau menambah pengaturan dari perjanjian induk. Lingkup
dari protokol juga dibatasi dari ketentuan dari perjanjian induk. Ditambah lagi, berdasarkan hukum internasional, peserta perjanjian induk tidak wajib
terikat dalam protokol. Masalah terakhir adalah protokol mengenai pembajakan di Laut Lepas mengindikasikan bahwa masalah
ini masih belum cukup serius untuk
dibentuk suatu perjanjian. Pengaturan pembajakan di Laut Lepas dalam sebuah
perjanjian internasional merupakan langkah serius dari negara-negara dalam
menanggapi masalah ini. Perjanjian internasional akan bersifat komprehensif,
menutupi celah-celah hukum, mengisi
kekosongan hukum dan mendorong harmonisasi antara hukum internasional mengenai
pembajakan di Laut Lepas. Secara
khusus perjanjian harus berisi dua ketentuan
penting yang merupakan surat reformasi hukum, yaitu hukum substantif (definisi
hukum dari pembajakan di Laut Lepas) dan mekanisme hukum untuk menangani
pembajakan di Laut Lepas.[1]
3.
Amandemen UNCLOS 1982
Agar penangkalan terhadap pembajakan di laut lepas dapat
dilakukan lebih efektif, definisi pembajakan di Laut Lepas harus diperluas
dimana mencakup pula kekerasan yang dilakukan di luar territorial. Definisi ini
akan dapat membuat negara melakukan pengejaran seketika terhadap pembajakan ke
wilayah perairan negara ketiga tersebut dengan memberitahukan pengejaran
terhadap negara pantai. Amandemen dapat pula dilakukan melalui dua cara yaitu
pertama setelah 10 tahun masa berlakunya
konvensi ini, negara peserta dapat berkomunikasi secara tertulis kepada Sekretaris Jenderal PBB yang mengusulkan amandemen
secara khusus mengenai konvensi ini. Cara kedua adalah
amandemen melalui cara sederhama,
dimana suatu negara dapat mengajukan komunikasi tertulis kepada Sekretaris
Jenderal PBB yang mengusulkan
amandemen terhadap konvensi ini agar dapat diadopsi melalui prosedur yang lebih sederhana
tanpa melalui sebuah
konferensi. Sekretaris Jenderal
PBB kemudian akan
mensirkulasikan komunikasi ini kepada negara-negara peserta.[2]
Perlu
dipahami bahwa keamanan Laut Lepas bukan hanya penegakan hukum di Laut Lepas, lebih
tegasnya lagi keamanan laut tidak sama dengan penegakan hukum di Laut Lepas.
Keamanan laut lepas mengandung pengertian bahwa laut aman digunakan oleh
pengguna, dan bebas dari ancaman atau gangguan terhadap aktifitas penggunaan
atau pemanfaatan Laut Lepas, yaitu :
1. Laut
Lepas dari ancaman kekerasan, yaitu ancaman dengan menggunakan kekuatan
bersenjata yang terorganisir dan memiliki kemampuan untuk mengganggu dan
membahayakan personel atau negara. Ancaman tersebut dapat berupa pembajakan,
perompakan, sabotase obyek vital, peranjauan, dan aksi teror bersenjata.
2. Laut
Lepas dari ancaman navigasi, yaitu ancaman yang ditimbulkan oleh kondisi
geografi dan hidrografi serta kurang memadainya sarana bantu navigasi, sehingga
dapat membahayakan keselamatan pelayaran.
3. Laut
Lepas dari ancaman terhadap lingkungan dan sumber daya laut, berupa pencemaran
dan perusakan ekosistem laut, eksploitasi yang berlebihan serta konflik
pengelolaan sumber daya laut. Fakta menunjukkan bahwa konflik pengelolaan
sumber daya laut memiliki kecenderungan mudah dipolitisasi dan selanjutnya akan
diikuti dengan penggelaran kekuatan militer.
4. Laut
lepas dari ancaman pelanggaran hukum, yaitu tidak dipatuhinya hukum
internasional yang berlaku di perairan, seperti illegal fishing, illegal
logging, illegal migrant, penyelundupan dan lain-lain. [3]
[1] James Kraska, Contemporary,
Maritime Piracy-International law, Strategi and Diplomacy at Sea Bangladesh,
Santa Barbara, Clio Spanyol, 2011. Hlm 175-176
[2] Josep. M. Isanga, Somalia Piracy : Juridiction Issues Enforcement Problems and Potential
Solutions Geogetown Journal of Internation
law, Vol 4,2010 Hlm 135