Selasa, 16 Juni 2020

PENANGGULANGAN PEROMPAKAN DI LAUT LEPAS DALAM YURISDIKSI UNIVERSAL



Berdasarkan Universality Principle, setiap negara memiliki yurisdiksi untuk pengadili pelanggaran. Dua kategori yang jelas termasuk dalam lingkup yurisdiksi universal yang telah didefinisikan sebagai kompetensi negara untuk menuntut yang diduga pelaku dan menghukum mereka jika terbukti bersalah, terlepas dari tempat tindak pidana itu terjadi dan meskipun ada yurisdiksi personal aktif atau pasif atas kebangsaan seseorang atau alasan lain dari yurisdiksi diakui oleh hukum Internasional. [1] Dasar pertimbangan untuk menempatkan suatu peristiwa hukum tertentu di bawah yurisdiksi universal yakni peristiwa hukum tertentu yang tidak tercakup oleh jenis yurisdiksi lain, tetapi membahayakan bagi umat manusia dan sangat bertentangan dengan rasa keadilan umat manusia. Dalam hal ini, negara berkewajiban untuk mencegah terjadinnya peristiwa hukum dimanapun dan kapanpun terjadinya serta siapapun yang menjadi pelaku maupun korbannya.
Asas Universal ini berlaku terhada beberapa kejahatan seperti kejahatan perang, kejahatan terhadap perdamaian dunia, kejahatan kemanusiaan, perompakan laut, pembajakan udara, kejahatan terorisme, dan berbagai kejahatan kemanusiaan lainnya yang dinilai dapat membahayakan nilai-nilai kemanusiaandan keadilan. Atas dasar ini, suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksi dalam hal pelanggaran-pelanggaran yang walaupun terjadi di luar negeri dan bukan oleh warga negaranya akan tetapi dianggap sebagai membahayakan keamanan negara. [2]
Selain adanya beberapa kewenangan yang diberikan oleh PBB melalui resolusinya maupun oleh IMO, perompakan juga merupakan pelanggaran prinsip jus cogens yang merupakan kejahatan internasional yang telah dinyatakan sebagai kejahatan yang harus diberantas secara bersama-sama sehingga dengan hal tersebut yurisdiksi universal dapat pula diterapkan dalam penyelesaian perompakan. Dua kategori yang jelas termasuk dalam lingkup yurisdiksi universal  yang telah di definisikan sebagai kompetensi negara untuk menuntut yang di duga pelaku dan menghukum mereka jika terbukti bersalah, terlepas dari tempat tindak pidana itu terjadi dan meskipun ada yurisdiksi personal aktif atau pasif atas kebangsaan seseorang atau lasan lain dari yurisdiksi diakui oleh hukum internasional. [3] Ketentuan tersebut menyatakan perompakan termasuk dalam kejahatan yang dimaksud dalam ketentuan tersebut sehingga yurisdiksi universal yang mana setiap negara dapat menerapkan hukumnya meskipun tidak terkait sama sekali dengan kasusnya. Yurisdiksi universal berlaku atas dasar kejahatan paling keji tanpa memperhatikan pelaku dan korbannya. [4] Selain di gunakan sebagai dasar negara-negara menerapkan hukumnya, asas universal ini dapat diterapkan dengan membentuk peradilan atau tribunal baik yang bersifat sementara atau ad hoc yang berfungsi  untuk memeriksa perkara atau kasus perompakan, sehingga pengadilan ini akan menjadi rujukan bagi setiap negara yang melakukan penangkapan terhadap para perompak untuk diadili dengan menggunakan pengadilan tersebut. Adanya pengadilan ini akan menjadi solusi yang paling efektif untuk menekan angka perompakan dilaut, sehingga negara-negara non pihak (bukan korban atau pelaku) ketika akan melakukan penangkapan atas para perompak tidak akan berfikir berulang kali karena mereka tidak akan terbebani atas pengadilan terhadap para perompak tersebut. Pembentukan pengadilan memerlukan  adanya kesadaran dari negara-negara untuk membentuk pengadilan tribunal yang berwenang untuk mengadili perompakan.
Prinsip pemberantasan perompakan ditegaskan oleh pasal 100 UNCLOS 1982 yang meminta agar negara-negara bekerjasama sepenuhnya dalam pemberantasan perompakan di lautlepas atau tempat lain maupun di luar yurisdiksi suatu negara, dengan demikina peranan negara semakin penting. Peranan yang begitu penting tersebut memerlukan aturan dan mekanisme yang baik seperti yurisdiksi menetapkan norma (jurisdiction to prescribe), yurisdiksi memaksakan aturan yang ada (jurisdiction to enforce) dan yurisdiksi mengadili (jurisdiction to adjudicate). Untuk itu setiap negara harus menjalin kerja sama dengan negara lain untuk memberantas tindakan perompakan, disinilah pentingnya suatu hubungan internasional. Berkembangnya hubungan antar negara yang semakin luas menempatkan hukum internasional semakin berperan penting. Karena itu adanya kesepakatan internasional akan menjadi salah satu faktor penting di dalam mengatur lebih luas tetang kewenangan, kewajiban dan tanggung jawab setiap negara, termasuk yang terkait dengan yurisdiksi, karena masalah yurisdiksi bukanlah hanya maslah dalam negeri saja. Kewenangan negara bendera terhadap kapal-kapal yang mengibarkan benderanya bertujuan untuk menjamin ketertiban dan keamanan pelayaran di laut lepas. Jadi kapal-kapal di laut lepas harus mempunyai ikatan hukum dengan negara benderanya agar negara tersebut melalui organ-organ dan ketentuan-ketentuan hukumnya dapat mengawasi kapal-kapal tersebut. Namun pada kenyataannya banyak negara yang belum menjalankan yurisdiksinya dengan semaksimal mungkin, kapal-kapal berbendera jarang sekali diawasi oleh negara benderanya.

Banyaknya kasus perompakan di laut lepas yang diselesaikan dengan menuruti kemauan perompak, hal ini hanya membuat perompakan semakin merajalela, pada kenyataannya negara-negara yang dirugikan dapat menjalankan yurisdiksi mengadilinya (jurisdiction to adjudicate) melalui kapal perang yang mempunyai wewenang untuk memberantas perompakan, yaitu kapal perang dapat menahan dan menangkap kapal-kapal bajak laut, selanjutnya negara bendera kapal perang tersebutlah yang berhak mengadili dan menghukum pembajak-pembajak yang di tangkap. Jika kasus perompakan diselesaikan dengan membayar uang tebusan sebagaimana permintaan perompak, hal ini hanya akan menyelesaikan masalah secara kasuistis tetapi tidak akan menyeluruh. Perompakan kan tetap terjadi karena para perompak dimanjakan dengan uang tebusan yang selalu mereka dapatkan. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana menimbulkan efek jera bagi pelaku perompaka tersebut. .Misalnya dengan dilakukannya penyerangan sistematis kepada para pembajak. Jika pembajakan ini dibiarkan diselesaikan perkasus dengan cara pembayaran uang tebusan, maka dampak ganda akan terlihat. Pertama, para pembajak akan tergoda untuk mencoba lagi karena yakin bahwa pasti akan dibayar. Kedua, setiap kapal akan berlomba-lomba memakai asuransi dan pihak asuransi akan menerapkan biaya asuransi yang cukup mahal mengingat resiko yang akan ditanggungnya. Hal ini berarti secara tidak langsung membiarkan pembajakan tetap terjadi dan akan semakin menaikkan biaya pengiriman barang yang akibatnya akan mempengaruhi harga jual barang sehingga perdagangan internasional terganggu, karena tidak lagi efisien dan berbiaya tinggi.Setiap Negara memiliki yurisdiksi dalam hukum internasional, termasuk yurisdiksi terhadap warga negaranya dimanapun dia berada, baik yurisdiksi nasionalitas aktif (dimana warga negaranya menjadi korban kejahatan) maupun yurisdiksi nasionalitas pasif (dimana warga negaranya menjadi korban dari kejahatan).Setiap Negara berbeda-beda dalam yurisdiksinya tersebut. [5] Dengan diselesaikannya kasus perompakan melalui jalur hukum dapat secara tidak langsung mengurangi perompakan yang marak terjadi di perairan internasional.



[1] Mlcolm N Shaw,. International Law. New York : Cambridge University Press. 2008. Hlm 668
[2] Rebbeca M. Wallace, Hukum Internasiona. Semarang : IKIP Semarang Press. 1993. Hlm. 122
[3] Malcolm N Shaw. Op. Cit., Hlm. 668
[4] Yudha Bhakti. Op. Cit., Hlm. 350

Tidak ada komentar:

Posting Komentar