Berdasarkan
Universality Principle, setiap negara memiliki yurisdiksi untuk pengadili
pelanggaran. Dua kategori yang jelas termasuk dalam lingkup yurisdiksi
universal yang telah didefinisikan sebagai kompetensi negara untuk menuntut
yang diduga pelaku dan menghukum mereka jika terbukti bersalah, terlepas dari
tempat tindak pidana itu terjadi dan meskipun ada yurisdiksi personal aktif
atau pasif atas kebangsaan seseorang atau alasan lain dari yurisdiksi diakui
oleh hukum Internasional. [1] Dasar pertimbangan untuk
menempatkan suatu peristiwa hukum tertentu di bawah yurisdiksi universal yakni
peristiwa hukum tertentu yang tidak tercakup oleh jenis yurisdiksi lain, tetapi
membahayakan bagi umat manusia dan sangat bertentangan dengan rasa keadilan
umat manusia. Dalam hal ini, negara berkewajiban untuk mencegah terjadinnya
peristiwa hukum dimanapun dan kapanpun terjadinya serta siapapun yang menjadi
pelaku maupun korbannya.
Asas
Universal ini berlaku terhada beberapa kejahatan seperti kejahatan perang,
kejahatan terhadap perdamaian dunia, kejahatan kemanusiaan, perompakan laut,
pembajakan udara, kejahatan terorisme, dan berbagai kejahatan kemanusiaan
lainnya yang dinilai dapat membahayakan nilai-nilai kemanusiaandan keadilan.
Atas dasar ini, suatu negara dapat melaksanakan yurisdiksi dalam hal
pelanggaran-pelanggaran yang walaupun terjadi di luar negeri dan bukan oleh
warga negaranya akan tetapi dianggap sebagai membahayakan keamanan negara. [2]
Selain
adanya beberapa kewenangan yang diberikan oleh PBB melalui resolusinya maupun
oleh IMO, perompakan juga merupakan pelanggaran prinsip jus cogens yang merupakan kejahatan internasional yang telah
dinyatakan sebagai kejahatan yang harus diberantas secara bersama-sama sehingga
dengan hal tersebut yurisdiksi universal dapat pula diterapkan dalam
penyelesaian perompakan. Dua kategori yang jelas termasuk dalam lingkup
yurisdiksi universal yang telah di
definisikan sebagai kompetensi negara untuk menuntut yang di duga pelaku dan
menghukum mereka jika terbukti bersalah, terlepas dari tempat tindak pidana itu
terjadi dan meskipun ada yurisdiksi personal aktif atau pasif atas kebangsaan
seseorang atau lasan lain dari yurisdiksi diakui oleh hukum internasional. [3] Ketentuan tersebut
menyatakan perompakan termasuk dalam kejahatan yang dimaksud dalam ketentuan
tersebut sehingga yurisdiksi universal yang mana setiap negara dapat menerapkan
hukumnya meskipun tidak terkait sama sekali dengan kasusnya. Yurisdiksi universal
berlaku atas dasar kejahatan paling keji tanpa memperhatikan pelaku dan
korbannya. [4]
Selain di gunakan sebagai dasar negara-negara menerapkan hukumnya, asas
universal ini dapat diterapkan dengan membentuk peradilan atau tribunal baik
yang bersifat sementara atau ad hoc
yang berfungsi untuk memeriksa perkara
atau kasus perompakan, sehingga pengadilan ini akan menjadi rujukan bagi setiap
negara yang melakukan penangkapan terhadap para perompak untuk diadili dengan
menggunakan pengadilan tersebut. Adanya pengadilan ini akan menjadi solusi yang
paling efektif untuk menekan angka perompakan dilaut, sehingga negara-negara
non pihak (bukan korban atau pelaku) ketika akan melakukan penangkapan atas
para perompak tidak akan berfikir berulang kali karena mereka tidak akan
terbebani atas pengadilan terhadap para perompak tersebut. Pembentukan
pengadilan memerlukan adanya kesadaran
dari negara-negara untuk membentuk pengadilan tribunal yang berwenang untuk
mengadili perompakan.
Prinsip
pemberantasan perompakan ditegaskan oleh pasal 100 UNCLOS 1982 yang meminta
agar negara-negara bekerjasama sepenuhnya dalam pemberantasan perompakan di
lautlepas atau tempat lain maupun di luar yurisdiksi suatu negara, dengan
demikina peranan negara semakin penting. Peranan yang begitu penting tersebut
memerlukan aturan dan mekanisme yang baik seperti yurisdiksi menetapkan norma (jurisdiction to prescribe), yurisdiksi
memaksakan aturan yang ada (jurisdiction
to enforce) dan yurisdiksi mengadili (jurisdiction
to adjudicate). Untuk itu setiap negara harus menjalin kerja sama dengan
negara lain untuk memberantas tindakan perompakan, disinilah pentingnya suatu
hubungan internasional. Berkembangnya hubungan antar negara yang semakin luas
menempatkan hukum internasional semakin berperan penting. Karena itu adanya
kesepakatan internasional akan menjadi salah satu faktor penting di dalam
mengatur lebih luas tetang kewenangan, kewajiban dan tanggung jawab setiap
negara, termasuk yang terkait dengan yurisdiksi, karena masalah yurisdiksi bukanlah
hanya maslah dalam negeri saja. Kewenangan negara bendera terhadap kapal-kapal
yang mengibarkan benderanya bertujuan untuk menjamin ketertiban dan keamanan
pelayaran di laut lepas. Jadi kapal-kapal di laut lepas harus mempunyai ikatan
hukum dengan negara benderanya agar negara tersebut melalui organ-organ dan
ketentuan-ketentuan hukumnya dapat mengawasi kapal-kapal tersebut. Namun pada
kenyataannya banyak negara yang belum menjalankan yurisdiksinya dengan
semaksimal mungkin, kapal-kapal berbendera jarang sekali diawasi oleh negara
benderanya.
Banyaknya
kasus perompakan di laut lepas yang diselesaikan dengan menuruti kemauan
perompak, hal ini hanya membuat perompakan semakin merajalela, pada
kenyataannya negara-negara yang dirugikan dapat menjalankan yurisdiksi
mengadilinya (jurisdiction to adjudicate)
melalui kapal perang yang mempunyai wewenang untuk memberantas perompakan,
yaitu kapal perang dapat menahan dan menangkap kapal-kapal bajak laut,
selanjutnya negara bendera kapal perang tersebutlah yang berhak mengadili dan
menghukum pembajak-pembajak yang di tangkap. Jika kasus perompakan diselesaikan
dengan membayar uang tebusan sebagaimana permintaan perompak, hal ini hanya
akan menyelesaikan masalah secara kasuistis tetapi tidak akan menyeluruh.
Perompakan kan tetap terjadi karena para perompak dimanjakan dengan uang
tebusan yang selalu mereka dapatkan. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana
menimbulkan efek jera bagi pelaku perompaka tersebut. .Misalnya dengan
dilakukannya penyerangan sistematis kepada para pembajak. Jika pembajakan ini
dibiarkan diselesaikan perkasus dengan cara pembayaran uang tebusan, maka
dampak ganda akan terlihat. Pertama, para pembajak akan tergoda untuk mencoba
lagi karena yakin bahwa pasti akan dibayar. Kedua, setiap kapal akan
berlomba-lomba memakai asuransi dan pihak asuransi akan menerapkan biaya
asuransi yang cukup mahal mengingat resiko yang akan ditanggungnya. Hal ini
berarti secara tidak langsung membiarkan pembajakan tetap terjadi dan akan
semakin menaikkan biaya pengiriman barang yang akibatnya akan mempengaruhi
harga jual barang sehingga perdagangan internasional terganggu, karena tidak
lagi efisien dan berbiaya tinggi.Setiap Negara memiliki yurisdiksi dalam hukum
internasional, termasuk yurisdiksi terhadap warga negaranya dimanapun dia
berada, baik yurisdiksi nasionalitas aktif (dimana warga negaranya menjadi
korban kejahatan) maupun yurisdiksi nasionalitas pasif (dimana warga negaranya
menjadi korban dari kejahatan).Setiap Negara berbeda-beda dalam yurisdiksinya
tersebut. [5] Dengan diselesaikannya
kasus perompakan melalui jalur hukum dapat secara tidak langsung mengurangi
perompakan yang marak terjadi di perairan internasional.
[1] Mlcolm N Shaw,. International Law. New York : Cambridge University Press. 2008. Hlm
668
[2] Rebbeca M. Wallace, Hukum
Internasiona. Semarang : IKIP Semarang Press. 1993. Hlm. 122
[3] Malcolm N Shaw. Op. Cit., Hlm. 668
[4] Yudha Bhakti. Op. Cit., Hlm. 350
Tidak ada komentar:
Posting Komentar