Senin, 15 Juni 2020

PENGGOLONGAN PEMBAJAKAN KAPAL DI LAUT LEPAS



Sehubungan dengan pembajakan di laut lepas , International Maritim Bureau (IMB) menggolongkan kegiatan pembajakan di laut lepas dalam tiga kelompok, yaitu :
1.    Low level armed robbery, yakni kegiatan pembajakan di laut lepas berskala kecil yng biasanya beroperasi dipelabuhan dan dermaga akibat lemahnya pengawasan oleh petugas keamanan pelabuhan. Para pembajak umumnya tertarik pada harta kekayaan para awak atau perlengkapan yang ada dikapal.[1]
2.    Medium level armed assault and robbery, yakni tipe bajak laut berskala menengah yang beroperasi di perairan laut lepas maupun territorial. Biasanya mereka sudah terorganisasi (organized piracy).
3.    Major criminal hijack atau yang sering dikenal sebagai fenomena “kapal siluman” (phantom ship). Mereka biasanya sudah berskala besar karena sangat terorganisasi, memiliki kekerasan yang tinggi, dan bahkan telah melibatkan jaringan organisasi kejahatan internasional dengan anggota- anggotanya yang telah terlatih untuk menggunakan senjata api. Modus operandi dilakukan dengan cara menguasai kapal, awaknya dibunuh atau diceburkan ke laut, kemudian kapal di cat ulang, dimodifikasi, diganti nama dan diregistrasi ulang. Kargo atau muatan kapal di jual di pasar bebas kepada penadah. Sertifikat registrasi sementara diperoleh melalui kantor konsulat. Mereka mendapatkannya baik melalui penyuapan atau dokumen- dokumen yang dipalsukan. Motif dari pembajakan di laut lepas ini umumnya tidak hanya sekedar motif ekonomi, dapat juga berlatar motif politis atau terorisme.[2]
Menurut black’s law dictionary pembajakan (piracy) adalah perampokan, penculikan dan kejahatan lain yang dilakukan di laut. Oppenheim memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan pembajakan laut adalah perbuatan kekerasan atau penyerangan dengan melanggar hukum yang dilakukan oleh suatu kapal partikelir ( bukan kepunyaan suatu negara ) di samudera raya terhadap suatu kapal lain dengan maksud untuk merampok atau mencuri barang-barang dengan kekerasan.




[1]Ilias Bantekas and Susan Nash, Intetnational Criminal Law, London : Penerbit Cavendish Publishing, 2003, Hlm. 94
[2]Melda Kamil Ariadno, Hukum Internasional Hukum yang hidup, jakarta : Penerbit Diadit Media, 2007, Hlm. 169.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar