Pasal 14 CHS 1958 mengatakan “All states shall cooperate to the fullest
possible extent in the repression of piracy on the high seas or in any other
place outside the jurisdiction of any state”. Pasal ini menyatakan bahwa
semua negara harus bekerjasama sepenuhnya dalam menekan perompakan di laut
lepas atau di tempat lain diluar yurisdiksi setiap negara. Pasal ini sejalan
dengan yurisdiksi universal yang melekat terhadap kejahatan perompakan,
sehingga hal ini semakin memperkuat landasan bagi negara pihak ketiga untuk
melakukan penuntutan dan menerapkan yurisdiksinya atas kasus –kasus perompakan.
Asas yurisdiksi universal ini melekat terhadap semua negara peratifikasi CHS
1958 untuk menekan perompakan dengan cara mengadili para perompak dengan hukum
nasionalnya Pasal 15 CHS 1958nmemberikan batasan perompakan yaitu kejahatan
yang terjadi di laut lepas, selain itu keikutsertaan secara sukarela dengan
fakta bahwa penumpang kapal tersebut telah mengetahui bahwa kapal tersebut
telah merompak maka kejahatan perompakan dapat dikenakan terhadapnya.
Selanjutnya pasal 16 CHS 1958 memberikan perluasan subjek perompakan oleh kapal
perang, kapal atau pesawat pemerintah yang telah diambil alih oleh pemberontak.
Pasal 19 CHS 1958 mengatur tentangg kewenangan
atas penyitaan kapal oleh setiap negara peratifikasi konvensi ini serta setelah
dilakukannya penyitaan terhadap kapal, pengadilan dari negara yang melakukan penyitaan tersebut dapat
memutuskan hukuman yang akan dikenakannya dan menentukan tindakan yang diambil
yang berkaitan dengan kapal tersebut. Penyitaan ini tetap harus dengan itikad
yang baik sehingga tidak akan terjadi kesewenang-wenangan dalam melakukan
penyitaan. Negara yang melakukan penyitaan mempunyai tanggung jawab penuh atas
kapal sitaan sebagaimana diatur dalam pasal 20 CHS 1958 :
“Where the seizure of a ship or aircraft on
suspicion of piracy has been effected without adequate grounds, the State
making the seizure shall be liable to the State the nationality of which is
possessed by the ship or aircraft, for any loss or damage caused by the
seizure”.
Tidak semua kapal diperbolehkan melakukan
penyitaan terhadap kapal perompak. Kualifikasi kapal yang dapat melakukan
penyitaan diatur pada pasal 21 CHS 1958, yaitu kapal perang atau pesawat udara
militer, atau kapal atau pesawat udara lain yang secara jelas diberi tanda dan
dapat dikenal sebagai dinas pemerintahan serta yang diberi wewenang. [1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar