Pembajakan di laut lepas baik yang dilakukan oleh kapal-kapal asing maupun oleh kapal-kapal domestik di wilayah perairan internasional akhir-akhir ini telah menimbulkan keresahan pada pelayaran Internasional. Penindakan kejahatan pembajakan laut lepas tersebut didasarkan pada berlakunya hukum internasional yang berkaitan dengan pembajakan di laut lepas.[1] Perompakan atau pembajakan kapal merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi di laut. Pembajakan kapal sudah ada sejak zaman Illyrians tahun 233-SM. Pada saat itu kekaisaran Romawi telah melakukan upaya untuk melindungi pedagang Italia dan Yunani dari kejahatan pembajakan ketika berlayar di laut. Namun pembajakan kapal tetap tidak berkurang, para perompak terus bertahan dan menyebar keberbagai lokasi diseluruh dunia.[2]
Sejak ditemukannya
kapal sebagai sarana untuk melakukan penjelajahan laut, teknologi pelayaran
telah berkembang begitu pesat. Bersamaan dengan itu, penggunaan kapal dan
teknologi pelayaran juga menjadi sarana baru untuk melakukan kejahatan. Tindakan pembajakan (Piracy) menjadi
permasalahan baru bagi masyarakat. Pembajakan adalah tindakan menyerang kapal
oleh sekelompok orang secara pribadi atau tidak terkait dengan negara dengan
tujuan menguasai kapal tersebut beserta dengan muatannya, biasanya yang menjadi
sasaran adalah kapal-kapal dagang yang mengangkut banyak harta dan muatan
berharga yang bisa dijual lagi.[3]
Tindakan
pembajakan telah ada hampir sepanjang sejarah manusia dan berkembang mengikuti
zaman. Pembajakan merupakan kejahatan internasional dimana setiap negara bisa
menerapkan yurisdiksinya. Dalam insiden pembajakan di laut motif ekonomi sangat
tampak terlihat dengan kehadiran uang “tebusan” yang diminta kepada pemilik
kapal atau operator kapal untuk membebaskan para sandera. Tindakan pembajakan
kapal mengancam keamanan pelayaran, membahayakan awak kapal dan keamanan dalam
perdagangan. Tindakan pembajakan kapal ini dapat mengakibatkan kehilangan
nyawa, kerusakan fisik kapal atau penyanderaan awak buah kapal, gangguan untuk
perdagangan dan navigasi, kerugian keuangan untuk pemilik kapal, peningkatan
premi asuransi dan biaya keamanan, meningkatkan biaya bagi konsumen dan
produsen dan kerusakan pada lingkungan laut. Pembajakan kapal juga memiliki
konsekuensi yang luas, termasuk mencegah bantuan kemanusiaan dan meningkatkan
biaya pengiriman ke daerah-daerah.
United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 memberikan kerangka
untuk menekan perompakan dibawah hukum internasional, khususnya dalam pasal
100-107. Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa ( PBB ) juga telah menegaskan bahwa hukum internasional
sebagaimana tercermin dalam UNCLOS 1982 menetapkan kerangka hukum yang berlaku
untuk memerangi pembajakan kapal dan perampokan bersenjata di laut. Sebagai
hukum internasional, pengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan Konvensi
Hukum Laut PBB 1982 telah memperlihatkan adanya perkembangan dalam hal pencegahan
pembajakan, tindakan yang dikategorikan sebagai pembajakan, pelaku pembajakan
dan sarana yang digunakan untuk melakukan pembajakan. Perkembangan tersebut
memang mencerminkan kebutuhan masyarakat internasional yang sesuai dengan
kondisi dan situasi saat ini.
Salah satu kasus pembajakan
yang pernah terjadi adalah kasus sebuah kapal M.V. Jahan Moni berbendera Bangladesh dilepas pantai India di Laut
Arab yang dibajak oleh orang Somalia. Pada bulan Desember 2011 masyarakat
Bangladesh dikejutkan dengan penyanderaan yang terjadi terhadap awak kapal MV Jahan Moni. Para pembajak Somalia
mulai naik kapal setelah mengejar M.V.
Jahan Moni di Laut Arab. Kapal dengan 16 awak milik sebuah perusahaan
pelayaran Bangladesh itu sedang menuju ke arah Eropa dengan barang dagangan
dari Singapura. Para pembajak Somalia telah mengumpulkan puluhan juta US dolar
uang tebusan dari membajak kapal M.V.
Jahan Moni di Lautan India, meskipun pembajakan itu terjadi sekitar 3.000
kilometer di timur Somalia.[4] Penyanderaan yang terjadi
di wilayah laut Arab ini dilakukan oleh kelompok pembajak laut lepas di Somalia,
yang memang sering beroperasi di wilayah tersebut. Para pembajak menuntut
dibayarnya sejumlah tebusan jika pihak Bangladesh menginginkan dilepaskannya para
awak dan kapal yang di sandera. Pada bulan Maret 2011, seluruh awak kapal MV Jahan Moni pun dilepaskan setelah
menerima uang tebusan.[5] Dampak yang terjadi akibat
pembajakan di laut lepas di kawasan Teluk Aden sangatlah tinggi. Resiko dari
pembajakan di laut lepas semakin bertambah karena membahayakan keselamatan manusia.
Seperti Navigasi kapal MV Jahan Moni
dapat terancam dan mengakibatkan tubrukan karena kapal tersebut dipaksa untuk
bergerak dalam situasi yang tidak normal. Lingkungan pun menjadi ikut terancam,
ketika tindakan pembajakan di Laut Lepas mengarah kepada kapal MV Jahan Moni yang membawa pasokan
minyak.[6]
Menghadapi masalah
perompakan dan pembajakan yang dinilai mengancam stabilitas keamanan kawasan,
tentu saja diperlukan suatu solusi yang komprehensif, yakni menyebarkan kapal
perang untuk berpatroli di perairan yang rawan akan pembajakan di Laut Lepas
merupakan suatu pendekatan yang memang harus ditempuh. Akan tetapi, pendekatan
itu harus diikuti dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Sebab patroli kapal
perang sebatas pada kemampuan untuk menangkal, menindak dan disuasi perompakan
dan pembajakan, namun tidak sampai pada penyelesaian akar masalah mengapa
kasus-kasus itu muncul. Solusi berikutnya adalah diperlukan pendekatan yang
bersifat capacity building (peningkatan kapasitas). Yang dimaksud dengan
capacity building (peningkatan kapasitas) di sini bukan semata memperkuat
kemampuan Angkatan Laut, tetapi juga memperkuat peran pemerintah (sipil) untuk
mengatasi masalah sosial, politik dan keamanan di wilayah daratan di mana para
pembajak berasal. Aksi pembajakan telah berkurang, karena pengiriman
pasukan-pasukan ke tetangga Somalia untuk dan menempatkan angkatan lautnya di
lepas pantai selatan negara itu.[7]
Beberapa negara-negara dunia
saat ini ambil bagian dalam upaya menjaga keamanan laut dari para pembajak.
Banyak negara-negara dunia mengirimkan armada kapal perangnya untuk menjaga
wilayah lepas pantai Somalia yang paling ditakuti tersebut. Negara-negara
internasional akan menyelidiki dan menangkap semua pengacau laut tersebut
sampai ke akar-akarnya dan akan meneliti sumber-sumber pendanaan, peralatan,
relasi dan pihak di belakang para pembajak tersebut. Perang melawan pembajakan
di Laut Lepas adalah isu penting di kawasan, namun itu telah membantu
negara-negara di kawasan ini bekerja lebih baik bersama-sama. Pembajak adalah
musuh dari semua, teroris adalah musuh dari semua, dan ada kemauan di sejumlah
besar negara-negara untuk bersatu dan bekerja sama, dimana sampai sekarang
kerjasama internasional belum bekerjasama secara maksimal.[8]
[1]Leo Dumais, Pembajakan dan Perompakan di Laut, Laporan Pelaksana Temu Wicara
Kejasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara, Deparlu, Jakarta,
2001, Hlm. 49
[5]Tempo Interaktif, Kronologi Pembajakan
kapal laut Lepas, Minggu 17 Oktober 2011, http://www.tempointeraktif.com
[6] Hasyim Djalal, Piracy in South East
Asia : Indonesia & Regional Responses, Jurnal Hukum Internasional, Vol 1
No.3 April 2004, Hlm. 422
Tidak ada komentar:
Posting Komentar