Senin, 15 Juni 2020

LATAR BELAKANG PEMBAJAKAN KAPAL DI LAUT LEPAS


Pembajakan di laut lepas baik yang dilakukan oleh kapal-kapal asing maupun oleh kapal-kapal domestik di wilayah perairan internasional akhir-akhir ini telah menimbulkan keresahan pada pelayaran Internasional. Penindakan kejahatan pembajakan laut lepas tersebut didasarkan pada berlakunya hukum internasional yang berkaitan dengan pembajakan di laut lepas.[1] Perompakan atau pembajakan kapal merupakan salah satu kejahatan yang sering terjadi di laut. Pembajakan kapal sudah ada sejak zaman Illyrians tahun 233-SM. Pada saat itu kekaisaran Romawi telah melakukan upaya untuk melindungi pedagang Italia dan Yunani dari kejahatan pembajakan ketika berlayar di laut. Namun pembajakan kapal tetap tidak berkurang, para perompak terus bertahan dan menyebar keberbagai lokasi diseluruh dunia.[2]
Sejak ditemukannya kapal sebagai sarana untuk melakukan penjelajahan laut, teknologi pelayaran telah berkembang begitu pesat. Bersamaan dengan itu, penggunaan kapal dan teknologi pelayaran juga menjadi sarana baru untuk melakukan kejahatan.  Tindakan pembajakan (Piracy) menjadi permasalahan baru bagi masyarakat. Pembajakan adalah tindakan menyerang kapal oleh sekelompok orang secara pribadi atau tidak terkait dengan negara dengan tujuan menguasai kapal tersebut beserta dengan muatannya, biasanya yang menjadi sasaran adalah kapal-kapal dagang yang mengangkut banyak harta dan muatan berharga yang bisa dijual lagi.[3]
Tindakan pembajakan telah ada hampir sepanjang sejarah manusia dan berkembang mengikuti zaman. Pembajakan merupakan kejahatan internasional dimana setiap negara bisa menerapkan yurisdiksinya. Dalam insiden pembajakan di laut motif ekonomi sangat tampak terlihat dengan kehadiran uang “tebusan” yang diminta kepada pemilik kapal atau operator kapal untuk membebaskan para sandera. Tindakan pembajakan kapal mengancam keamanan pelayaran, membahayakan awak kapal dan keamanan dalam perdagangan. Tindakan pembajakan kapal ini dapat mengakibatkan kehilangan nyawa, kerusakan fisik kapal atau penyanderaan awak buah kapal, gangguan untuk perdagangan dan navigasi, kerugian keuangan untuk pemilik kapal, peningkatan premi asuransi dan biaya keamanan, meningkatkan biaya bagi konsumen dan produsen dan kerusakan pada lingkungan laut. Pembajakan kapal juga memiliki konsekuensi yang luas, termasuk mencegah bantuan kemanusiaan dan meningkatkan biaya pengiriman ke daerah-daerah.
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) 1982 memberikan kerangka untuk menekan perompakan dibawah hukum internasional, khususnya dalam pasal 100-107. Dewan  Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) juga telah menegaskan bahwa hukum internasional sebagaimana tercermin dalam UNCLOS 1982 menetapkan kerangka hukum yang berlaku untuk memerangi pembajakan kapal dan perampokan bersenjata di laut. Sebagai hukum internasional, pengaturan pembajakan di laut lepas berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 telah memperlihatkan adanya perkembangan dalam hal pencegahan pembajakan, tindakan yang dikategorikan sebagai pembajakan, pelaku pembajakan dan sarana yang digunakan untuk melakukan pembajakan. Perkembangan tersebut memang mencerminkan kebutuhan masyarakat internasional yang sesuai dengan kondisi dan situasi saat ini.
Salah satu kasus pembajakan yang pernah terjadi adalah kasus sebuah kapal M.V. Jahan Moni berbendera Bangladesh dilepas pantai India di Laut Arab yang dibajak oleh orang Somalia. Pada bulan Desember 2011 masyarakat Bangladesh dikejutkan dengan penyanderaan yang terjadi terhadap awak kapal MV Jahan Moni. Para pembajak Somalia mulai naik kapal setelah mengejar M.V. Jahan Moni di Laut Arab. Kapal dengan 16 awak milik sebuah perusahaan pelayaran Bangladesh itu sedang menuju ke arah Eropa dengan barang dagangan dari Singapura. Para pembajak Somalia telah mengumpulkan puluhan juta US dolar uang tebusan dari membajak kapal M.V. Jahan Moni di Lautan India, meskipun pembajakan itu terjadi sekitar 3.000 kilometer di timur Somalia.[4] Penyanderaan yang terjadi di wilayah laut Arab ini dilakukan oleh kelompok pembajak laut lepas di Somalia, yang memang sering beroperasi di wilayah tersebut. Para pembajak menuntut dibayarnya sejumlah tebusan jika pihak  Bangladesh menginginkan dilepaskannya para awak dan kapal yang di sandera. Pada bulan Maret 2011, seluruh awak kapal MV Jahan Moni pun dilepaskan setelah menerima uang tebusan.[5] Dampak yang terjadi akibat pembajakan di laut lepas di kawasan Teluk Aden sangatlah tinggi. Resiko dari pembajakan di laut lepas semakin bertambah karena membahayakan keselamatan manusia. Seperti Navigasi kapal MV Jahan Moni dapat terancam dan mengakibatkan tubrukan karena kapal tersebut dipaksa untuk bergerak dalam situasi yang tidak normal. Lingkungan pun menjadi ikut terancam, ketika tindakan pembajakan di Laut Lepas mengarah kepada kapal MV Jahan Moni yang membawa pasokan minyak.[6]
Menghadapi masalah perompakan dan pembajakan yang dinilai mengancam stabilitas keamanan kawasan, tentu saja diperlukan suatu solusi yang komprehensif, yakni menyebarkan kapal perang untuk berpatroli di perairan yang rawan akan pembajakan di Laut Lepas merupakan suatu pendekatan yang memang harus ditempuh. Akan tetapi, pendekatan itu harus diikuti dengan pendekatan-pendekatan lainnya. Sebab patroli kapal perang sebatas pada kemampuan untuk menangkal, menindak dan disuasi perompakan dan pembajakan, namun tidak sampai pada penyelesaian akar masalah mengapa kasus-kasus itu muncul. Solusi berikutnya adalah diperlukan pendekatan yang bersifat capacity building (peningkatan kapasitas). Yang dimaksud dengan capacity building (peningkatan kapasitas) di sini bukan semata memperkuat kemampuan Angkatan Laut, tetapi juga memperkuat peran pemerintah (sipil) untuk mengatasi masalah sosial, politik dan keamanan di wilayah daratan di mana para pembajak berasal. Aksi pembajakan telah berkurang, karena pengiriman pasukan-pasukan ke tetangga Somalia untuk dan menempatkan angkatan lautnya di lepas pantai selatan negara itu.[7]
Beberapa negara-negara dunia saat ini ambil bagian dalam upaya menjaga keamanan laut dari para pembajak. Banyak negara-negara dunia mengirimkan armada kapal perangnya untuk menjaga wilayah lepas pantai Somalia yang paling ditakuti tersebut. Negara-negara internasional akan menyelidiki dan menangkap semua pengacau laut tersebut sampai ke akar-akarnya dan akan meneliti sumber-sumber pendanaan, peralatan, relasi dan pihak di belakang para pembajak tersebut. Perang melawan pembajakan di Laut Lepas adalah isu penting di kawasan, namun itu telah membantu negara-negara di kawasan ini bekerja lebih baik bersama-sama. Pembajak adalah musuh dari semua, teroris adalah musuh dari semua, dan ada kemauan di sejumlah besar negara-negara untuk bersatu dan bekerja sama, dimana sampai sekarang kerjasama internasional belum bekerjasama secara maksimal.[8]




[1]Leo Dumais, Pembajakan dan Perompakan di Laut, Laporan Pelaksana Temu Wicara Kejasama ASEAN dalam Menanggulangi Kejahatan Lintas Negara, Deparlu, Jakarta, 2001, Hlm. 49
[5]Tempo Interaktif, Kronologi Pembajakan kapal laut Lepas, Minggu 17 Oktober 2011, http://www.tempointeraktif.com 
[6] Hasyim Djalal, Piracy in South East Asia : Indonesia & Regional Responses, Jurnal Hukum Internasional, Vol 1 No.3 April 2004, Hlm. 422
[7]http://www.klikheadline.com/ di akses pada tanggal 22 September 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar