Selasa, 16 Juni 2020

PENGAWASAN, PENCEGAHAN SERTA PENANGKAPAN TERHADAP KAPAL DI LAUT LEPAS



1.    Pengawasan Umum
Terdiri dari pengawasan biasa, inspeksi dan bahkan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menjamin keamanan umum lalu lintas laut, sehingga berdasarkan wewenang absolut suatu negara bendera, maka kapal-kapal publik hanya tunduk pada kapal-kapal perang negaranya, sebaliknya kapal-kapal perang semua negara mempunyai wewenang terhadap kapal-kapal swasta negara-negara lain. Jadi bila terjadi pengawasan yang dilakukan oleh sebuah kapal perang terhadap suatu kapal swasta dari negara yang sama, maka ini adalah merupakan pelaksanaan yang normal wewenang eksklusif negara bendera, tetapi bila kedua kapal itu mempunyai bendera yang berbeda, maka terdapat kewenangan konkurensial antara kapal-kapal perang dari berbagai negara untuk melakukan pengawasan dilaut lepas.
Tiap-tiap kapal perang mempunyai wewenang untuk mengetahui kebangsaan suatu kapal dengan meminta supaya kapal tersebut mengibarkan benderanya apabila kapal tersebut tidak mengibarkannya. Permintaan tersebut dapat dilakukan dengan kode-kode lampu atau apabila cara ini tidak berhasil maka kapal perang dapat menembakkan pemuru-peluru kosong kearah kapal tersebut. Apabila kapal perang menaruh kecurigaan pada kapal tersebut, maka dalam rangka menyelenggarakan pengawasan, kapal perang dapat menghentikan kapal yang bersangkutan, kapal perang dapat memeriksa surat-surat kapal beserta muatannya. Hal tersebut di namakan right to visit yang diatur dalam pasal 110 Konvensi Hukum Laut 1982.
2.    Pengawasan-pengawasan khusus
Pengawasan-pengawasan khusus ini ada bermacam-macam, yaitu :
a.    Pemberantasan Perdagangan Budak Belian ;
Ketentuan ini berdasarkan Pasal 99 UNCLOS 1982, yaitu setiap negara harus mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah dan menghukum pengangkutan budak belian dalam kapal yang diizinkan untuk mengibarkan benderanya dan untuk mencegah pemakaian tidak sah benderanya untuk keperluan itu. Selanjutnya menurut Pasal 110 UNCLOS 1982 mengizinkan kapal-kapal perang untuk menahan kapal-kapal yang dicurigai terlibat perdagangan budak.
b.    Pemberantasan Bajak Laut ;
Masalah kejahatan bajak laut sering terbentur pada perbedaan definisi. Istilah bajak laut sendiri memang memilki beragam definisi yang umumnya lebih menekannya pada aktivitas bajak laut yang dilakukan di laut lepas, padahal banyak kasus bajak laut yang justru terjadi di wilayah perairan teritorial. Dengan demikian kegiatan bajak laut, baik di perairan laut teritorial maupun internasional, bukan lagi dipandang sebagai suatu pelangaran hukum dan kriminal biasa, melainkan telah berkaitan dengan isu keamanan dalam pengertian luas. Wewenang yang diberikan kepada kapal-kapal perang semua negara untuk memberantas bajak laut sangat luas. Kapal-kapal perang dapat menahan dan menangkap kapal- kapal bajak laut. Selanjutnya negara bendera kapal-kapal perang tersebut berhak mengadili dan menghukum pembajak-pembajak yang di tangkap. Mengenai pembajakan ini, hukum internasional mengizinkan negara-negara secara langsung mengambil tindakan-tindakan untuk menghukum para pembajak, karena pembajakan dianggap sebagai kejahatan terhadap umat  manusia. Prinsip pemberantasan bajak laut ini ditegaskan pada pasal 100 Konvensi Hukum Laut 1982 yang meminta supaya negara-negara bekerjasama sepenuhnya dalam pemberantasan pembajakan di laut lepas atau di tempat lain maupun di luar yurisdiksi suatu negara.
c.    Pengawasan Penangkapan Ikan
Pengawasan penangkapan ikan dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu:
1.    Pengawasan terhadap para penangkap ikan dan alat-alatnya
2.    Pengawasan untuk melindungi ikan-ikan.
   Berdasarkan Pasal 117 UNCLOS 1982 Mengharuskan semua negara atau bekerjasama dengan negara-negara lain dalam mengambil tindakan-tindakan bila diperlukan terhadap warga negaranya masing-masing untuk perlindungan sumber kekayaan hayati di laut lepas.
d.    Pengawasan Untuk melindungi kabel-kabel dan pipa bawah laut;
Ketentuan terhadap pengawasan ini tertuang dalam Pasal 113, 114, dan 115 UNCLOS 1982 yang berisikan ketentuan-ketentuan mengenai pemutusan atau kerusakan kabel atau pipa bawah laut serta soal ganti kerugian.
e.    Pemberantasan Pencemaran Laut
Ketentuan terhadap pengawasan ini tertuang dalam Pasal 192 sampai dengan Pasal 237 UNCLOS 1982, khusus diperuntukan bagi segala sesuatunya yang berhubungan dengan pencemaran dan tindakan-tindakan yang harus diambil untuk melindungi lingkungan laut.  [1]
f.     Pengawasan untuk kepentingan sendiri negara-negara.
Bentuk pengawasan ini terbagi dalam hak pengejaran seketika (hot pursuit), dan hak bela diri (Self-Defence).
1)    Hak Pengejaran Seketika (Hot Persuit) diatur dalam Pasal 111 Unclos (United Nation Convention on the Law Of the Sea). Hot Persuit merupakan salah satu bentuk penegakan hukum dan kedaulatan di laut sebagai suatu hal yang diakui eksistensinya oleh negara-negara lain, yang artinya hak untuk melakukan pengejaran terhadap kapal-kapal yang diduga melakukan tindak pidana di wilayah teritorial suatu negara. Pasal 111 Unclos  menguraikan syarat-syarat pengejaran serta kompensasi atau ganti kerugian atas penghentian kapal yang ditahan dalam keadaan yang tidak dibenarkan untuk dilaksanakan pengejaran. Adapun syarat-syarat pengejaran seketika sebagai berikut:
a) Pengejaran harus dimulai pada waktu kapal asing sedang berada di perairan pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial atau zona tambahan negara yang mengejar, jika kapal asing tersebut berada di dalam zona tambahan, pengejaran hanya dapat dilakukan jika terdapat pelanggaran terhadap hak-hak dizona tambahan;
b)  Hak pengejaran seketika dilaksanakan secara mutatis mutandis terhadap pelanggaran pada ZEE atau pada landas kontinen dan hak pengejaran seketika berhenti setelah kapal yang dikejar memasuki laut teritorial dari negaranya sendiri atau negara ketiga;
c)  Pengejaran seketika hanya dapat dilakukan oleh kapal-kapal perang atau pesawat militer atau pesawat lainnya milik pemerintah yang diberi kewenangan;
d) Pengejaran hanya dapat dimulai setelah diberikannya tanda visual atau tanda signal (untuk perintah berhenti) pada jarak yang dapat dilihat atau didengar oleh kapal asing. [2]

2)  Hak bela diri (self defence) yaitu hak negara pantai untuk menahan kapal beserat awaknya yang diduga akan mengancam keamanan nasional negara pantai tersebut, dengan ketentuan :
a)    Ancaman terhadap negara tersebut harus bersifat segera;
b)    Harus di beritahukan segera terhadap negara bendera;
c)  Orang-orang yang dianggap berbahaya yang terdapat di kapal tersebut harus diserahkan ke negara bendera untuk diadili menurut undang-undangnya.;
d)  Tindakan-tindakan yang diambil harus bersifat tindakan-tindakan proteksi dan bukan represi.;
e)    Harus di bayar ganti kerugian bila kecurigaan tidak beralasan. [3]

Kapal-kapal yang berlayar di bawah satu bendera tidak sah bertanggungjawab terhadap penangkapan dan penyitaan oleh negara yang benderanya dikibarkan secara tidak sah/melawan hukum dan kapal-kapal perang dari suatu negara memerintahkan agar kapal-kapal memperlihatkan benderanya. Andaikata ada kecurigaan yang masuk akal untuk menduga/mencurigai sebuah kapal terlibat dalam kegiatan pembajakan, perompakan atau perdagangan budak, kapal tersebut boleh dinaiki dan apabila perlu dilakukan penggeledahan. [4] Di Laut Lepas atau setiap tempat diluar yurisdiksi negara manapun setiap negara dapat menyita kapal atau pesawat udara perompak atau suatu kapal atau pesawat udara yang telah diambil oleh perompak dan berada dibawah pengendalian perompak dan menangkap orang-orang yang menyita barang yang ada dikapal. Pengadilan negara yang telah melakukan tindakan penyitaan itu dapat menetapkan hukuman yang akan dikenakan, dan juga dapat menetapkan tindakan yang akan diambil berkenaan dengan kapal-kapal, pesawat udara atau barang-barang, dengan tunduk pada hak-hak pihak ketiga yang telah bertindak dengan itikad baik. [5] Apabila penangkapan terhadap suatu kapal atau pesawat terbang dilakukan tanpa alasan yang layak, negara yang menangkap kapal atau pesawat terbang tersebut bertanggung jawab kepada negara nasionali kapal atau pesawat terbang atas kerugian yang ditimbulkan oleh penangkapan tersebut. [6]



[3] Boer Mauna. Op. Cit., Hlm 336
[4] J.G Storge. Op. Cit., Hlm 324
[5]Konvnesi Hukum Laut  Pasal 105
[6] Chairul Anwar. Hukum Internasional Horizon Baru Hukum Laut Internasional Konvensi Hukum Laut 1982, Hlm 68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar