Senin, 15 Juni 2020

ZONA TAMBAHAN



Setiap negara pantai yang laut teritorialnya melebihi 12 mil laut berarti ia juga akan mempunyai zona tambahan (contiguous zone) yang mempunyai peranan penting dalam keamanan dan pembangunan ekonominya. Pembentukan rezim zona tambahan mempunyai sejarah tersendiri terutama bermula dari praktik Inggris dan Amerika Serikat. Inggris pernah mengeluarkan peraturan pemberantasan penyelundupan tahun 1669 dan 1673 di mana Inggris dapat menahan kapal yang diduga telah melakukan penyelundupan wool, teh, minuman keras (liquor),  dan barang-barang terlarang lainnya yang terjadi pada jarak 6-12 mil dari pantainya. Inggris memperluas jurisdiksi anti penyelundupan terhadap kapal yang berlabuh atau mondar-mandir (hovering) dan kapal tersebut dapat diperiksa oleh petugas Bea Cukai dalam jarak 12-25 mil karena Inggris sudah  mempunyai “Hovering Acts”. Sementara itu AS mengeluarkan peraturan tahun 1790 yang menetapkan bahwa kapal-kapal dapat diperiksa oleh petugas Bea Cukai dalam jarak 12 mil bahkan AS dapat menembak kapal yang tidak memperhatikan perintah petugas apabila melanggar seperti dalam kasus kapal yang membawa budak belian (slavery) yang mondar-mandir dalam jarak 12 mil. Oleh karena itu, AS membuat Prohibition Act tahun 1919 yang melarang kapal asing membawa minuman keras, minuman keras menjadi jarang dan mahal, sehingga mengundang terjadinya penyelundupan dari Kanada, Bahama, Kuba.
      Kasus yang terkenal adanya pelanggaran di zona tambahan tersebut adalah kasus the Grace and Ruby tahun 1922 Massachusetts. Dengan adanya peraturan tersebut timbul kasus yang terkenal dengan “the Grace and Ruby” : dimana pengadilan menyatakan bahwa penangkapan kapal Grace and Ruby  ketika berada 3 mil bukan merupakan penangkapan illegal karenanya dapat ditangkap langsung dan Treasury Department tidak melebihi kekuasaannya.[1]
Konsep zona tambahan sudah diatur oleh Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu yang terdapat dalam Pasal 33. [2] Yaitu, di zona tambahan setiap Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau sanitasi, dan menghukum para pelakunya. Setiap Negara pantai mempunyai zona tambahan yang jauhnya tidak boleh melebihi 24 mil yang diukur dari garis pangkal di mana lebar laut teritorial diukur atau sejauh 12 mil diukur dari laut teritorial suatu Negara pantai. Status zona tambahan berbeda dengan status laut territorial, jika laut teritorial adalah milik kedaulatan suatu Negara pantai secara mutlak, maka status zona tambahan adalah tunduk pada rezim jurisdiksi pengawasan Negara pantai, bukan bagian dari kedaulatan Negara.



[1]Agoes, Etty R,. Konvensi Hukum Laut PBB 1982 dan Masalah Peraturan Hak Lintas Kapal Asing”, Disertasi, Bandung, 1959 Hlm. 67
[2] Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal 33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar