Setiap negara pantai
yang laut teritorialnya melebihi 12 mil laut berarti ia juga akan mempunyai
zona tambahan (contiguous zone) yang
mempunyai peranan penting dalam keamanan dan pembangunan ekonominya.
Pembentukan rezim zona tambahan mempunyai sejarah tersendiri terutama bermula
dari praktik Inggris dan Amerika Serikat. Inggris pernah mengeluarkan peraturan
pemberantasan penyelundupan tahun 1669 dan 1673 di mana Inggris dapat menahan
kapal yang diduga telah melakukan penyelundupan wool, teh, minuman keras (liquor),
dan barang-barang terlarang lainnya yang terjadi pada jarak 6-12 mil
dari pantainya. Inggris memperluas jurisdiksi anti penyelundupan terhadap kapal
yang berlabuh atau mondar-mandir (hovering) dan kapal tersebut dapat diperiksa
oleh petugas Bea Cukai dalam jarak 12-25 mil karena Inggris sudah mempunyai “Hovering Acts”. Sementara itu AS mengeluarkan peraturan tahun 1790
yang menetapkan bahwa kapal-kapal dapat diperiksa oleh petugas Bea Cukai dalam
jarak 12 mil bahkan AS dapat menembak kapal yang tidak memperhatikan perintah
petugas apabila melanggar seperti dalam kasus kapal yang membawa budak belian (slavery) yang mondar-mandir dalam jarak
12 mil. Oleh karena itu, AS membuat Prohibition Act tahun 1919 yang melarang
kapal asing membawa minuman keras, minuman keras menjadi jarang dan mahal,
sehingga mengundang terjadinya penyelundupan dari Kanada, Bahama, Kuba.
Kasus yang terkenal adanya pelanggaran di
zona tambahan tersebut adalah kasus the Grace and Ruby tahun 1922 Massachusetts.
Dengan adanya peraturan tersebut timbul kasus yang terkenal dengan “the Grace
and Ruby” : dimana pengadilan menyatakan bahwa penangkapan kapal Grace and
Ruby ketika berada 3 mil bukan merupakan
penangkapan illegal karenanya dapat ditangkap langsung dan Treasury Department
tidak melebihi kekuasaannya.[1]
Konsep zona tambahan
sudah diatur oleh Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu yang terdapat dalam Pasal 33.
[2] Yaitu, di zona tambahan
setiap Negara pantai dapat melaksanakan pengawasan yang diperlukan untuk mencegah
pelanggaran peraturan perundang-undangan bea cukai, fiskal, imigrasi atau
sanitasi, dan menghukum para pelakunya. Setiap Negara pantai mempunyai zona
tambahan yang jauhnya tidak boleh melebihi 24 mil yang diukur dari garis
pangkal di mana lebar laut teritorial diukur atau sejauh 12 mil diukur dari
laut teritorial suatu Negara pantai. Status zona tambahan berbeda dengan status
laut territorial, jika laut teritorial adalah milik kedaulatan suatu Negara
pantai secara mutlak, maka status zona tambahan adalah tunduk pada rezim
jurisdiksi pengawasan Negara pantai, bukan bagian dari kedaulatan Negara.
[1]Agoes, Etty R,. Konvensi Hukum Laut PBB 1982 dan Masalah Peraturan Hak Lintas Kapal Asing”,
Disertasi, Bandung, 1959 Hlm. 67
[2] Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar