Selain
UNCLOS ada traktat tambahan yang mengatur mengenai pembajakan, yaitu Convention for the Supression of Unlawful
Acts againts the Safety of Maritime Navigation ( the SUA Convention) tahun
1988 dan protokolnya. Konvensi ini mengatur tentang pembajakan terhadap kapal.
Munculnya konvensi ini disebabkan terjadinya pembajakan yang dialami oleh kapal
Achille Lauro pada tahun 1985. Lebih lanjut konvensi ini meliputi
tindakan ilegal yang tidak tergantung pada motif, baik politis ataupun pribadi,
yang mendorong seseorang melakukan tindak kejahatan. Tujuan dari konvensi ini
adalah menghukum siapa saja yang melakukan penyerangan dengan secara ilegal dan
sengaja menahan atau menggunakan kendali terhadap kapal dengan kekuatan atau
ancaman, atau melakukan tindakan yang kejam terhadap orang di dalam kapal dan
jika tindakan tersebut dapat membahayakan keselamatan pelayaran dari kapal
tersebut; atau merusak kapal yang menyebabkan timbulnya kerusakan terhadap
barang maupun kapal yang dapat membahayakan pelayaran tersebut.
Selanjutnya
setiap Negara peserta dapat mengambil tindakan yang dianggap penting untuk
menggunakan yurisdiksinya terhadap serangan pembajak atau mengektradisi orang
yang diduga sebagai pelaku penyerangan tersebut. Konvensi ini berlaku juga
terhadap serangan yang dilakukan dikapal yang sedang berlayar atau dijadwalkan
berlayar menuju, melalui atau dari perairan diluar batas laut territorial
Negara pantai, atau berlaku juga ketika pelaku penyerangan atau yang diduga
sebagai pelaku penyerangan ditemukan
didalam wilayah dari Negara peserta. Selanjutnya terdapat protokol tambahan
dari konvensi ini yang merupakan dokumen pelengkap konvensi yakni protokol SUA Convention . Protokol ini muncul
karena adanya kelemahan dari SUA
Convention yang tidak mencakup seluruh tindak kekerasan yang membahayakan
keselamatan laut. Kekurangan dari konvensi ini mendorong dibentuknya protokol
untuk mencakup hal yang belum diatur di dalam konvensi. Protokol ini selesai
pada tanggal 14 oktober 2005 dan mulai berlaku setelah sembilan puluh hari
sejak ditandatanganinya protokol ini oleh dua belas negara peserta. Pasal 3 bis
menyatakan bahwa seseorang dapat dikategorikan melakukan serangan apabila orang
tersebut melawan hukum dan secara sengaja untuk mengintimidasi populasi,
menggunakan kapal untuk membawa bahan peledak yang digunakan untuk tujuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini. Pasal 18 bis mencakup kerja sama dan
prosedur yang harus dipatuhi jika sebuah negara pihak berkeinginan untuk
menaiki kapal yang berbendera salah satu negara pihak apabila pihak yang
meminta memiliki alasan yang cukup untuk mencurigai bahwa kapal tersebut atau
orang yang berada di dalam kapal tersebut telah atau akan terlibat dalam
tindakan yang dalam konvensi ini dikategorikan sebagai tindak pidana.
Sedangkan Dewan Keamanan PBB ( DK PBB ) sebagai salah satu organ dari PBB yang mempunyai tugas
untuk menjaga dan dan memelihara perdamaian dan keamanan internasional khusunya
kawasan laut tidak bisa menutup mata terhadap peristiwa pembajakan yang terjadi
di lautan. Untuk itu DK PBB mengeluarkan beberapa resolusi untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut. Diantaranya adalah:
a. Resolusi
Dewan Keamanan PBB 1816
Dalam resolusi ini Dewan
Keamanan PBB bertindak berdasarkan chapter VII piagam PBB mendesak setiap
kapal-kapal dan pesawat militer negara untuk waspada terhadap kegiatan
pembajakan dan perompokan, serta berkoordinasi dalam mencegah kegiatan
pembajakan dan perompakan di laut.
b. Resolusi 1838
Resolusi ini pada dasarnya
sama dengan resolusi 1816. Pada resolusi ini Dewan Keamanan PBB bertindak
berdasarkan Chapter VII Piagam PBB di DK PBB dalam paragraf dua meminta
negara-negara yang memiliki kepentingan dalam keamanan maritim untuk mengambil
bagian melawan bajak laut di lepas pantai somalia khususnya dengan mengirimkan
kapal angkatan laut.
c. Resolusi 1846
Resolusi Dewan Keamanan
PBB mempunyai kekuatan mengikat terhadap negara-negara anggota PBB. Dengan
demikian, setiap keputusan yang diambil oleh Dewan Keamanan PBB harus diterima
dan dijalankan oleh negara-negara anggota sesuai dengan piagam PBB. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan pembajakan dilaut merupakana suatu hal yang serius
yang dapat mengancam keamanan dan perdamaian internasional. Namun demikian,
resolusi yang dikeluarkan oleh dewan Keamanan PBB tidak serta merta dapat
menjadi suatu hukum kebiasaan internasional. Resolusi ini hanya berlaku
terhadap situasi yang terjadi di somalia.[1]
[1]Supriyanto
Ginting, Skripsi tentang : “Kerja sama
Regional dalam Memberantas Piracy dan Armed Robbery di Laut Cina Selatan dan
Selat Malaka” Jakarta : Universitas Indonesia, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar