Penanggulangan
perompakan di laut lepas dalam Pedoman International Maritime Organization
(IMO)
Konferensi
PBB tahun 1948 membentuk suatu badan nasional yang khusus menangani
masalah-masalah kemaritiman. Pada tahun 2009 IMO juga mengeluarkan resolusi nomor
1025 (A.26) tentang Code of Practice For
the Investigation of Crimes of Piracy and Armed Robbery Against Ships yaitu
pedoman tentang pelaksanaan untuk investigasi terhadap kapal yang berisikan
mengenai catatan untuk membantu negara-negara anggota IMO untuk melakukan
investigasi terhadap kapal yang dicurigai sebagai perompak. Namun, pedoman
dalam IMO ini hanya sebatas pedoman teknis yang dapat digunakan oleh anggota
IMO untuk memberantas perompakan. Pedoman ini hanya untuk membantu pelaksanaan
sehingga daya ikat dari pedoman yang dikeluarkan IMO ini tidak dapat mengikat
secara mutlak yang harus digunakan untuk menangani masalah perompakan adalah
konvensi-konvensi Internasional. [1]
Penanggulangan
perompakan di laut lepas dalam Resolusi Dewan Keamanan PBB
Pasal
1 ayat (1) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memiliki tujuan yakni
menjaga perdamaian dan keamanan internasioal dengan cara mengambil tindakan
secara bersama-sama dengan tujuan mencegah dan menghindari ancaman keamanan
serta menekan seluruh aksi penyerangan dan pemutusan terhadap keamanan, sesuai
dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional. Salah satu organ utama
PBB adalah Dewan Keamanan (DK) yang memiliki wewenang dan fungsi dalam
memelihara perdamaian dunia diatur pada pasal 48 ayat (1) bab VII Piagam PBB.
Berkaitan dengan perompakan, DK telah mengeluarkan beberapa resolusi yang
didasarkan pada wewenang DK sesuai langkah-langkah
enforcement measures yang mengikat dan harus ditaati oleh negara-negara
anggota. Dalam resolusi 1816 tahun 2008 DK PBB
menekankan pentingnya kerjasama semua negara, termasuk dengan IMO untuk
menghadapi masalah perompakan, dan memperbolehkan setiap negara untuk memasuki
territorial negara lain.
Resolusi
DK PBB nomor 1838 tahun 2008 dan resolusi DK PBB nomor 1846 tahun 2008 mengatur
negara-negara bekerjasama menggunakan operasi militer (naval task force) dalam
untuk mencegah, menanggulangi, dan melakukan penindakan terhadap perompakan.
Demikian pula, Resolusi 1851 tahun 2008 menghimbau setiap negara membuat
perjanjian khusus dengan negara lain untuk memfasilitasi penuntutan perompakan
sehingga dapat mendorong terciptanya sistem kerja sama internasional. Resolusi
lain yang dikeluarkan oleh DK PBB adalah Resolusi nomor 1976 tahun 2011 yang
meminta negara-negara untuk mengkriminalisasi perompakan di bawah hukum
nasionalnya. Dalam resolusi ini juga DK PBB mengakui bahwa perompakan adalah
subjek kejahatan untuk yurisdiksi universal dan menegaskan kembali seruannya
pada negara untuk mempertimbangkan baik penuntutan terhadap yang dicurigai dan
melakukan hukuman pemenjaraan atas perompak yang ditangkap di lepas pantai. [2]
Penanggulangan
perompakan di laut lepas dalam Mekanisme International
Maritime Bureu (IMB)
Organisasi
Internasional lainnya yang bergerak juga dalam menanggulangi perompakan kapal
laut adalah IMB yakni divisi khusus dari International
chamber of commerce (ICC). IMB mendefinisikan perompak sebagai :
“an
act of boarding or attempting to board any ship with the intent to commit theft
or any other crime and with the attempt or capability to use force in
furtherance of that act”
Definisi
tersebut tidak membedakan antara penyerangan dilaut lepas dan di dalam perairan
territorial sehingga mencakup penyerangan terhadap kapal diwilayah perairan
territorial. IMB juga memberikan panduan dan formulir yang dapat diisi oleh
pihak kapal ketika melakukan pelaporan atas serangan perompakan sehingga
mempermudah penanganan perompakan. IMB juga memiliki kerjasama dengan International Criminal Police Organization (ICPO
– Interpol), untuk mempermudah dalam menanggulangi perompakan. [3]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar